"Terkadang, kebahagiaan itu adalah keegoisan. Jangan terlalu cepat menilai buruk seseorang, karena semua orang pasti menginginkan kebahagiaan. Hanya tindakan mereka yang salah."— Eileen Shura Brawijaya.
Sekolah tampak seperti biasa, ramai oleh anak-anak yang masih tidak menyukai sekolah namun tetap melakukannya karena tuntutan masa depan. Yah, tidak semua orang menyukai sekolah. Terkadang juga orang yang menyukai bersekolah justru tidak bisa melakukannya karena keterbatasan ekonomi.
Eileen adalah salah satu yang bersifat netral. Dia menyukai sekolah, tetapi saat sedang lelah, ia sangat membencinya. Namun pagi ini, ia sangat bersemangat.
"Nanti Matematika gue gak masuk ah! Lupa hari ini ada tugas, harusnya gak masuk sekalian gue tadi!"
"Astagfirullah! Kamu besar mau jadi apa, nak?!"
"Jadi anggota BTS ke delapan, kakak!"
"BTS yang jurusan Bojong Gede itu kan? Ketuanya si Nurul!"
"Wah, impressive!" timpal Jagat meladeni obrolan Damar dan Martin.
Eileen yang melihat gerombolan Achilles di depannya seketika berhenti dan tampak seperti patung. Jarak mereka hanya satu meter, bahkan Achilles juga berhenti saat mata mereka bertemu tanpa sengaja. Hal itu membuat teman-temannya juga ikut berhenti dan memperhatikan dirinya.
Kenapa rasanya seperti tengah bertemu dengan crush-nya? Jantung mendadak lemah, sulit bernafas, pandangan berkunang-kunang, pusing tujuh keliling— itu terlalu berlebihan.
"Ini cuma sekedar papasan, El! Lewatin aja kaya yang lainnya! Biasa aja! Biasa aja! Jangan bikin malu!" gumam Eileen.
Dengan menguatkan tekad, ia memperbaiki ekspresinya seperti tidak peduli. Matanya menatap ke depan, niatnya sudah sekuat baja. Sayangnya, saat tatapannya bertemu kembali dengan mata tajam Achilles, tekad yang sudah ia bangun sekokoh tembok China langsung hancur. Nyalinya kembali turun dan jantungnya seperti ingin meloncat keluar dari tempatnya.
"Argh! Ngapain sih dia ngeliatin gue kaya gitu banget!" gumam Eileen kesal.
Rapalan mantranya tadi ternyata sama sekali tidak berhasil. Belum satu langkah, secepat kilat badannya berputar dan justru berbalik arah, mencari jalan lain walau harus memutari sekolah lebih dulu. Ia pasti terlihat sangat bodoh karena berbalik arah secara tiba-tiba. Itu sama sekali bukan gayanya sama sekali!
"Lah, ngapa si Eileen putar balik? Kelasnya kan di sana," ujar Damar menunjuk arah lorong sebelah kanan.
"Ke toilet kali!" celetuk Jagat.
"Toiletnya juga lewat sini, bego!" seru Damar.
"Kayanya dia malu gara-gara ketemu sama gue!" ujar Martin.
"Lo mendingan balik ke Bojong Gede deh, Tin! Dicariin si Nurul noh, suruh latihan! Daripada di sini, bikin gue emosi terus," ujar Damar.
"Nenek lo kayang!"
"Leon mana sih!? Jangan-jangan dia gak berangkat!"
"Dia udah berangkat, di kelas." jawab Achilles.
"Lah, dasar bocah! Gak ada kabar-kabar dia udah di kelas!"
Martin dan Damar melanjutkan langkahnya menuju kelas mereka. Sementara Jagat menatap Achilles masih terdiam dengan heran.
"Lo gak ke kelas?" tanyanya.
"Iya, nanti. Lo duluan aja," jawab Achilles.
Jagat menaikkan kedua alisnya, "oke!" ujarnya.
Achilles melihat temannya pergi, meninggalkannya sendiri. Bibirnya tersenyum seketika melihat Jagat berjalan lurus di lorong depannya. Setelah mereka benar-benar sudah tidak terlihat, ia kembali berjalan. Namun bukan lorong yang sama seperti ketiga temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Achilles
Teen FictionPendragon Geng terkenal dari salah satu sekolah elite swasta yakni SMA Garuda yang sangat ditakuti oleh sekolah lain. Berani menantang mereka, maka bersiaplah bertemu dengan sang malaikat pencabut nyawa dari geng itu. Achilles Julian Mahendra, siswa...