"Raihlah kesuksesanmu sampai orang berpikir kalau kau melakukan pesugihan!"— Damar Albero.
"Selamat sore, anak-anak!"
Sapaan yang dilontarkan guru di salah satu kelas membuat semua siswa terdiam. Ini guru mereka yang salah atau memang guru itu bodoh, mereka tidak mengerti.
Salah satu siswa menghela nafasnya lelah. Ia mengacungkan tangan ke atas meminta perhatian sang guru yang memakai kacamata. Benar-benar tidak bisa dibiarkan, jika seperti ini maka bukan bertambah pintar tapi murid-murid justru akan menjadi bodoh akut.
"Iya, ada apa Achilles?"
"Bapak gak merasa ada yang salah?" tanya Achilles yang tadi mengacungkan tangan.
"Salah? Ada apa? Bapak salah masuk kelas lagi?" tanya Pak Herman langsung mengecek ruang kelas dan ternyata benar. "Tapi benar kok Bapak ngajar di sini."
Anak kelas yang lain berusaha menahan tawa sekuat tenaga karena sebenarnya ini sangat menggelikan. "Pak Herman, ada masalah hidup apa sih? Coba sini cerita sama Martin, Pak!" ujar Martin.
"Ah kamu bisa aja! Jangan di sini kalo mau curhat mah, nanti aja istirahat kita ngobrol gimana?"
"Bapak sebenernya niat gak sih jadi guru? Mending Bapak jadi pelawak aja dah," timpal Martin lagi.
"Kalo saya jadi pelawak, nanti yang ngajar sejarah siapa?"
"Bapak mah gak peka-peka ih! Pantesan masih jomblo." seru Damar membuat yang lain tertawa.
"Sok tau! Bapak jomblo tapi banyak yang naksir! Bu Retno, petugas kebersihan aja suka sama Bapak!"
Suara kaca diketuk mengalihkan perhatian mereka yang ada di kelas ke arah jendela. Terlihat di sana wanita paruh baya dengan ekspresi tidak mengenakkan tengah menatap Pak Herman. Tangannya memegang alat pembersih kaca dengan kaku.
"Gak sudi aku seneng sama lelaki modelan kaya ngono!" ujarnya lalu pergi begitu saja setelah mengatakannya.
"Hahaha.... Bu Retno yang udah punya cucu 3 aja gak sudi sama Bapak," ujar Damar tertawa.
"TERUSIN!! KETAWA AJA TERUS SAMPAI NANTI NILAI KAMU BAPAK POTONG!" seru Pak Herman.
"Loh, jangan dong, Pak! Kalau mau potong nilai, punyanya si Juminten aja tuh. Dia kan nilainya gede semua," ujar Damar.
"Nama gue Jung Mina! Berhenti panggil gue Juminten, dasar cumi-cumi!" kesal Jung Mina yang duduk di barisan depan.
"Kenapa jadi nyambung ke cumi?"
"Karena muka lo jeleknya sama kaya cumi!"
Skak mate!
Kelas mulai ricuh dengan suara tawa yang menggelegar dari beberapa anak. Salah satu yang tertawa paling keras adalah Martin dan juga Jagat. Sedangkan Achilles dan Leon tidak menanggapi ha tersebut, sudah lelah dengan keanehan kelasnya sendiri. Bukan hanya hidupnya ternyata sahabat serta teman kelasnya juga aneh.
"Sudah hentikan! Kapan mau masuk materi kalau kaya begini!" seru Pak Herman.
"Terserah," gumam Achilles pasrah.
"Bukunya dikeluarin, jangan cuma jadi pemberat tas doang." perintah Pak Herman. "Ini kenapa tulisannya gak jelas yah?"
"Gimana mau jelas! Bapak salah pake kacamata, itu mah kacamata buat gaya yang lensanya warna oranye! Sekarang masih siang, Pak! Belum sore." celetuk Jagat.
"Lah! Masa sih?" Pak Herman melepas kacamatanya sembari mengamati. Setelahnya guru sejarah itu justru tertawa sendiri akan kelakuan anehnya. "Walah dalah! Pantesan kok hari ini pada pake baju oranye, saya pikir ada anggota partai mau datang ke sekolah! Ternyata malah salah kacamata, ketuker sama punya Pak Fernando guru olahraga." ujarnya tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Achilles
Novela JuvenilPendragon Geng terkenal dari salah satu sekolah elite swasta yakni SMA Garuda yang sangat ditakuti oleh sekolah lain. Berani menantang mereka, maka bersiaplah bertemu dengan sang malaikat pencabut nyawa dari geng itu. Achilles Julian Mahendra, siswa...