Haiii!
Jangan lupa buat vote dulu yaa 🌟
Komen juga jangan lupa pokoknya, biar cepet update 😹Enjoy!
***
"Kesempatan ada untuk digunakan dengan baik, bukan untuk disia-siakan." — Achilles Julian Mahendra.
Bosan.
Itu yang dirasakan oleh Eileen, sejak pelajaran Matematika yang dimulai dari pagi sampai 3 jam kemudiannya, seakan membuat kepalanya berasap. Dari dulu ia sama sekali tidak paham dengan pelajaran yang satu ini.
Baginya Matematika itu terlalu merepotkan, untuk apa belajar sampai ke logaritma dan berbagai macamnya jika nyatanya di kehidupan sehari-hari saja jarang dipakai. Contohnya hidupnya, ia hanya menggunakan tanda kurang, tambah, bagi, dan kali. Itupun untuk menghitung uang kembalian saat membeli gorengan.
Bohong, di sekolah ini tidak menyediakan gorengan. Katanya tidak terlalu sehat karena banyak minyak, bahkan kepala sekolah melarang adanya jajanan mengandung penyedap rasa seperti MSG di sini. Jadi dijamin makanan kantin sudah disiapkan oleh pihak sekolah.
Menyebalkan. Tidak matematika, tidak kantin sekolah, semua menyebalkan. Padahal gorengan, mie goreng, serta chiki adalah makanan favoritnya. Makan makanan yang terlalu menyehatkan juga tidak baik kan?
Baiklah, Eileen memang bodoh!
"Woi, El?! Jangan rebahan mulu tuh pala, isinya apaan sih sampe gak bisa diangkat?!" tegur Paris, teman dekat bangkunya.
"Jangan ganggu gue! Jangan ganggu gue!" gerutu Eileen merengek.
"Nih bocah! Giliran urusan motor, bengkel, manjat tebing aja semangat!"
"Itu beda! Kalo ini rumusnya udah kaya semut berjejer tau gak?! Gue kasian sama kepala cantik gue harus mikir keras, kita harus mencintai apa yang ada ditubuh kita!"
"Ngeles aja lo kaya bajaj! Awas aja, kalau Bu Rebecca liat lo, dia bakal hukum lo sadis!"
"Lebay!"
"Terserah."
Lima detik kemudian.
"EILEEN MARKELEN!!"
"Mampus, Milkita Mirzaki memanggil!" celetuk Eileen spontan menegakkan tubuhnya.
Paris meliriknya dengan senyum puas, benar apa yang ia katakan. Guru yang bernama Rebecca itu pasti akan mengomel saat melihat ada murid di kelasnya tidak memperhatikan. Belum lagi mulutnya itu kalau sudah mengomel seperti toa. Julukan guru itu adalah Milkita Mirzaki, karena mirip artis ibukota yang kalau marah terlihat menyeramkan.
"Tiduurrr terus!! Tiduurrr!! Siapa suruh kamu bangun? Tidur lagi ayo cepet! Ayo!" ujar Rebecca.
"Gak ah, Bu. Udah gak enak tidurnya hehe ...," jawab Eileen.
"Kalian mungkin bisa tidur di kelas guru lain tapi gak di kelas Ibu! Sekolah di sini itu orang tua kalian yang membayar, jangan sia-siakan apa yang sudah orang tua kalian kasih! Masih beruntung kalian—"
Dan ceramah itu terus berlanjut sampai setengah jam. Lalu, apa akhir dari segala hal ceramah yang disampaikan guru itu? Hanya satu, singkat, padat, dan jelas.
Hukuman.
Begini, bukannya Eileen tidak menghargai pemberian orang tuanya, tetapi memang terkadang otak tidak bisa dipaksa. Mau ia belajar berulang kali soal matematika, tetap saja ia akan bingung. Berbeda dengan pelajaran olahraga atau yang berhubungan dengan sastra, maka ia adalah ahlinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Achilles
Roman pour AdolescentsPendragon Geng terkenal dari salah satu sekolah elite swasta yakni SMA Garuda yang sangat ditakuti oleh sekolah lain. Berani menantang mereka, maka bersiaplah bertemu dengan sang malaikat pencabut nyawa dari geng itu. Achilles Julian Mahendra, siswa...