Vote and Comment!
Cerita ini fiktif jadi apapun bisa terjadi.
Enjoy!
***
Seorang Pendragon tidak boleh mengenal rasa takut.
Tuk.
Tuk.
Suara ketukan di meja, beberapa kali terdengar, seperti ingin memberi sinyal. Atau memang sebenarnya ingin memberi sinyal, namun sepertinya yang diberi sinyal tidak merasa. Maklum, jaman sekarang memang banyak orang yang semakin tidak peka walau sudah diberi kode-kode.
"Gat!"
"Jagat!"
"Woi! Jagat raya!"
Sialan. Damar berdecak kesal karena lelaki yang sejak tadi ia panggil tidak menoleh sama sekali. Memang tidak ada cara lain, ia harus menggunakan jurus andalannya untuk membuat lelaki itu menoleh.
"Siswoyo!"
Nah, benar kan. Jagat menoleh ke arah Damar dengan tatapan melototnya. Sementara lelaki yang memanggilnya hanya mengeluarkan cengiran.
"Dipanggil pake nama bapak lo aja langsung denger!"
"Apaan?!"
"Kapan rencananya mulai? Gue udah bosen banget, kagak ngerti sama nih soal-soal."
"Mana gue tau! Tanya tuh sama Martinus, dia yang tugas rusuh hari ini."
"Ah, si Tin Tin! Mana dia orangnya budeg lagi."
Damar melirik ke arah gurunya yang tengah menulis sesuatu pada kertas yang ada di atas meja. Guru berkacamata yang sudah tua itu terlihat sangat serius. Kesempatan!
"Martinus Simanjuntak! Woi! Klakson motor!
"Ape?!"
Ternyata dalam satu kali panggilan Martinus menoleh ke belakang. Sama seperti Jagat, wajahnya menekuk kesal menatap Damar.
"Kapan?! Ayo, cabut!"
"Laporan sama Pak Bos tuh! Gue mah ngikut aja."
"Gila lo pada, yah? Betah banget perasaan. Otak lo nggak pada ngebul apa?"
"Dih, gue mah nggak kayak lo yah!"
"Emang lo udah selesai, Tin?"
Melihat senyum sinis dari Martinus seperti memberi jawaban pada Damar. Angin segar! Ia bisa menyontek Martin kalau begitu.
"Nomer empat dong! Puyeng nih gue dari tadi!"
"Nih!"
Tanpa perlu menunggu lama, Martinus menyerahkan kertas ulangannya pada Damar. Memang sahabat sejati, walau tampangnya ngeselin dan selalu membuat perut melilit, namun ternyata Martin sahabat paling loyal untuk contek-mencontek.
"Asik! Kau memang sahabat sejati gue!"
Baru ia ingin menyalin, tangannya terhenti. Ia menatap kertas jawaban di tangannya dengan bingung. Berkali-kali ia membolak-balik kertas itu, namun hasilnya nihil. Ia hanya menemukan huruf yang menyusun nama lelaki itu. Tidak ada yang lain.
"Lah, ini ngapa kosong gini? Tulisannya pada rontok apa gimana nih?!"
"Goblok! Lo minta contekan ke gue? Tiap jam pelajaran aja gue pake headset, molor! Mana mungkin ngerti!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Achilles
Novela JuvenilPendragon Geng terkenal dari salah satu sekolah elite swasta yakni SMA Garuda yang sangat ditakuti oleh sekolah lain. Berani menantang mereka, maka bersiaplah bertemu dengan sang malaikat pencabut nyawa dari geng itu. Achilles Julian Mahendra, siswa...