"Sekedar cerita masa lalu."— Achilles Julian Mahendra.
"Itu mobil bang Edgar!"
Eileen menggandeng tangan Ameera untuk bergegas menghampiri Edgar yang sudah menjemput mereka di depan gerbang. Sekarang, setelah Ameera tinggal bersamanya, Edgar selalu menjemput mereka. Kebetulan jam sekolah mereka selesai bebarengan.
"Bang, gue ada urusan, lo pulang duluan sama Ameera yah?" ujar Eileen melihat ke arah kaca mobil yang terbuka.
"Lo mau kemana?" tanya Edgar dan Ameera hampir bersamaan.
"Kompak amat!" ujar Eileen tertawa kecil. "Ada lah, bilangin Mama juga kalo gue pulang telat."
"Jangan malem-malem!"
"Siap, bos!" Eileen mengangkat tangannya hormat. "Mer, lo bareng abang gue yah? Tenang aja, kalo dia macem-macem langsung bilang ke gue!"
"Siapa juga yang mau macem-macem! Gue udah punya pacar kali!" seru Edgar.
"Oh lupa, lo kan rajanya si bucin!"
"Bawel! Yuk, Mer, kita balik aja! Gak ada habisnya kalo ngomong sama nih anak," ujar Edgar.
"Oke, bang. Gue duluan yah, El."
Eileen mengangguk sebagai jawaban, ia melambaikan tangan saat melihat mobil abangnya pergi. Dengan gerakan cepat, ia berbalik berlari menuju parkiran. Semoga saja ia tidak terlambat, dan lelaki itu belum pulang.
Ketika sudah sampai area parkir, Eileen justru menjadi bingung sendiri. Ia tidak hafal motor Achilles seperti apa. Terakhir kali mereka pergi bersama saat ke museum katedral. Seingatnya, motor itu berwarna hitam. Eileen tidak ingat apa merk motornya, di parkiran sekarang ada banyak more besar berwarna hitam.
Baru kali ini Eileen merasa sekolahnya terlalu elite. Kebanyakan murid di sini mempunyai keluarga yang berada, jadi tidak heran jika motor besar banyak berjejer di sini. Belum lagi parkiran mobil yang juga pasti penuh dengan anak-anak kelas dua belas yang sudah diperbolehkan naik mobil dengan menunjukkan SIM.
"Motornya dia yang mana sih?" gumam Eileen menggaruk kepalanya.
"Nyari motornya siapa?"
"Motornya Achilles."
"Oh, itu yang paling pojok deket pohon sana."
"Oh oke, makasih yah!" Eileen hendak berlari ke arah motor itu, namun tangannya ditahan oleh seseorang.
Benar juga, ia malah baru sadar jika ada seseorang yang meresponnya tadi. Saat tubuhnya berbalik, ia melihat lelaki yang tengah ditunggunya tersenyum geli ke arahnya.
"Achilles!?"
"Ngapain nyariin motor gue? Mending langsung nyari gue aja," ujar Achilles.
"Gue pikir lo udah pulang,"
"Belum, kenapa emangnya?"
"Maaf soal tadi, gue langsung pergi gitu aja." Eileen meringis dengan senyum kecil.
"Gak apa-apa, lo ada kepentingan yang mendesak."
"Iya sih, Ameera—"
Achilles meletakkan jari telunjuknya menutup bibir Eileen yang ingin lanjut berbicara. "Nanti aja ceritanya, jangan di sini. Ikut gue!"
"Kemana?"
"Ke tempat dimana lo bisa ngoceh semau lo," ujar Achilles menuju motornya.
"Gue bukan mau ngoceh, gue cuma mau cerita aja tentang tadi," protes Eileen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Achilles
Fiksi RemajaPendragon Geng terkenal dari salah satu sekolah elite swasta yakni SMA Garuda yang sangat ditakuti oleh sekolah lain. Berani menantang mereka, maka bersiaplah bertemu dengan sang malaikat pencabut nyawa dari geng itu. Achilles Julian Mahendra, siswa...