"Bahkan dosa orang tua tidak akan dilimpahkan pada anaknya, namun dunia menghakimi semua garis keturunan orang yang bersalah."— Athalla Mahendra.
Eileen berkali-kali melihat ke arah ponsel yang ada di atas meja. Perasaan sejak semalam sudah ada belasan pesan yang ia kirim kepada lelaki itu, tapi sampai sekarang bahkan tidak ada jawaban apapun. Bahkan di sekolah yang hampir seluas istana merdeka saja biasanya mereka bertemu walau hanya sekali atau dua kali. Tapi hari ini Eileen bahkan tidak melihat sepucuk hidung lelaki itu.
"Aish!" Eileen menghentakkan sendoknya ke meja kantin dengan tangan kiri menatap kolom pesan yang dia kirim tanpa balasan.
"Ini anak benar-benar yah! Ngelunjak nih gara-gara gue halusin!" gerutunya mengetik pesan dengan gerakan cepat.
"Oh! Dibaca!" seru Eileen saat melihat tanda centang biru. Ia menunggu beberapa saat namun tidak ada tanda lelaki itu akan membalas pesannya.
"Ish! Apa susahnya sih bales doang! Gue kan gak minta dibangunin seribu candi kaya Roro Jonggrang! Apa coba cuma dibaca doang, lo pikir chat gue koran!" gerutu Eileen. "Gini nih, contoh cowok yang halal buat dibuang ke kali Ciliwung!"
Sementara Eileen terus saja menggerutu sembari menatap ponsel, teman-temannya yang berada di meja sama menatapnya aneh. Mereka yang tadinya fokus pada makanan masing-masing seketika berhenti karena omelan teman mereka yang terus-menerus tanpa henti. Entah sedang mengomel tentang apa.
"El!" panggil Claudia mengernyitkan dahi. "Lo sakit yah?"
"Hah? Gue? Gak tuh," jawab Eileen kembali fokus mengirim pesan lagi.
"Atau lo ada salah makan mungkin tadi pagi?" tanya Ayodhya.
"Gak ada," jawabnya acuh.
"Oh, mungkin lagi PMS, iya kan?" tebak Claudia.
"Enggak."
"Kesurupan kali!" celetuk Paris.
"Yang benar aja!" Eileen memutar bola matanya merespon tebakan Paris.
"Lagian lo kenapa sih, dari tadi main hp terus! Habis itu ngomel sendiri kaya orang gila!" ujar Claudia.
"Udah dari semalem dia begitu, guling-guling sendiri di kasur, gak tau kenapa." ujar Ameera.
"Tuh! Lo mendingan ke psikiater deh!" saran Ayodhya.
"Gue gak gila, Dhy! Cowok itu yang gila! Gue udah kirim chat bejibun tapi masih aja gak dibales! Lo tau gak, dia cuma baca doang dong! Baca doang! Gue udah capek-capek, panjang kali lebar dari semalem tapi cuma dibaca doang! Gue kan cuma minta bales aja, gak minta dia buat mindahin patung liberty ke Ancol!" ujar Eileen sangat cepat sampai nafasnya terengah-engah ketika selesai berbicara.
Tidak ada yang merespon kemarahan Eileen sama sekali. Mereka hanya berkedip-kedip bingung, karena jujur saja, sejak tadi gadis itu marah-marah saja mereka tidak tahu alasannya. Bagaimana mau merespon kalau masalah dan orang yang dimarahi saja tidak mereka tahu?
"Bentar, lo dari tadi ngomongin siapa? Athalla?"
"Achilles lah!" jawab Eileen cepat.
"Achilles?" ucap mereka bersamaan.
Kali ini, Eileen mengerjakan matanya. Kesadarannya sekarang seperti kembali lagi. Ia meringis lalu menggigit bibirnya karena sepertinya salah bicara. Teman-temannya masih belum tahu kalau ia cukup dekat dengan Achilles sekarang.
"Ada hubungan apa lo sama Achilles?" tanya Claudia menatap Eileen menyelidik.
"Itu ... bukan hubungan apa-apa, cuma temen."
KAMU SEDANG MEMBACA
Achilles
Ficção AdolescentePendragon Geng terkenal dari salah satu sekolah elite swasta yakni SMA Garuda yang sangat ditakuti oleh sekolah lain. Berani menantang mereka, maka bersiaplah bertemu dengan sang malaikat pencabut nyawa dari geng itu. Achilles Julian Mahendra, siswa...