Part 52 || Kematian

10.7K 1.2K 1K
                                    

"Terkadang, hukum tidak bisa memberikan keadilan. Tetapi melakukan kejahatan untuk mendapat keadilan juga bukan hal yang benar. Inilah duniaku!"—Martin Simanjuntak.

***

Gedung tanpa penghuni, bekas hotel yang sudah tidak terpakai. Achilles melihat bangunan tua dengan 6 lantai di depannya. Kedua tangannya mengepal dengan sedikit bergetar. Selama ini, ia tidak pernah merasa gentar sama sekali ketika melawan musuhnya. Bahkan hampir mati saja sudah pernah karena kehabisan darah. Tetapi sekarang ... Achilles sedikit gentar.

Sebelumnya, tidak ada yang perlu Achilles khawatirkan dalam hidup jika ia mati. Ia juga berpikir tidak ada yang akan bersedih akan kematiannya. Lalu sekarang, setelah ia membuka hatinya, banyak orang yang masih perlu ia lindungi. Ibu tirinya—Helena, saudara tirinya baik Alena maupun Athalla, dan gadis yang ia cintai.

"Gue udah ada di gedung yang lo minta," ujar Achilles menelepon Martin.

"Naik ke atas, lantai paling atas. Saudara tiri lo ada di roof top."

Panggilan dengan cepat diputus. Achilles melangkah masuk ke dalam gedung dengan waspada. Martin memang orang yang konyol, tetapi dia pemikir yang cukup baik. Tidak mungkin lelaki itu tidak menyiapkan apapun untuknya.

Tepat saat Achilles tengah berpikir rencana Martin, punggungnya dipukul benda tumpul keras saat ia ada di lantai tiga. Achilles tersungkur dengan tubuh menghantam lantai cukup keras. Ia dengan cepat menghindar saat kayu melayang lagi ke arahnya.

Benar pikirannya, di depannya ada anak-anak Pendragon yang memihak Martin. Achilles rasanya sangat ingin mengumpat melihatnya. Ternyata melihat bagaimana mereka membela pengkhianat itu secara langsung sungguh memuakkan. Rasa amarahnya baru muncul sekarang karena sudah dipermainkan.

"Apa kalian gak tau malu hah?! Gue jadi ketua kalian selama dua tahun, tapi kalian lebih membela pengkhianat itu?!" geram Achilles.

"Martin jauh lebih pantas daripada anak pelacur kaya lo!"

"Jadi lo memilih ketua karena latar belakang keluarganya? Konyol juga yah pikiran lo semua?!"

"Anggap aja kita semua emang gak suka lo jadi ketua! Mana ada ketua geng yang berbaikan sama musuh bebuyutan gengnya! Bahkan mereka saudaraan!"

"Apa salahnya berdamai sama mereka? Kalian harus berhenti jadi orang tolol karena permusuhan tanpa akhir!"

"Awal kami menerima lo, kami pikir lo sama bencinya ke Jaguar kaya kita, tapi sekarang lo berubah! Lo lebih memihak ke Athalla! Lihat sekarang, bahkan lo datang ke sini buat menyelamatkan dia!"

Achilles menghela nafasnya berat. Matanya melihat ke anggota Pendragon yang dulu adalah keluarganya juga. Bohong jika ia mengatakan biasa saja, karena ternyata lebih dari biasa. Achilles menatap kepalan tangannya di samping tubuhnya. Ia memejamkan mata mencoba memantapkan dirinya sendiri.

"Mau gimana lagi? Dia tetap saudara gue," ujar Achilles.

Tidak ada jalan keluar lagi. Mereka menyerang Achilles bersamaan dengan cukup brutal. Ada lebih dari sepuluh orang di sana—sekitar lima belas yang menyerang Achilles. Bahkan mereka tidak menggunakan tangan kosong saja, tetapi dengan balok kayu juga.

Jika dibilang Achilles sangat hebat, tidak juga. Beberapa kali terkena pukulan di badannya. Beberapa kali terhuyung akan dorongan dan pukulan. Tubuh Achilles saat ini pasti sudah banyak yang memar. Pelipisnya terkena pukulan dan mengalirkan darah segar. Pandangannya kabur akibat darah menutupi matanya.

Darah yang keluar bukan hanya dari pelipis, melainkan lengan juga. Terakhir, salah satu dari mereka menendang dadanya sampai Achilles harus tergeletak di lantai. Ia masih sadar, hanya saja darah terus mengalir dan cukup banyak. Obat yang ia suntikkan tadi pagi cukup membantu sedikit, beruntung ia sudah menyuntiknya pagi tadi, sehingga darah sedikit demi sedikit berkurang.

Achilles Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang