"Tidak semua manusia memiliki hidup yang sama. Cukup ingat kata ini sebelum menilai seseorang."— Eileen Shura Brawijaya.
"Apa yang sebenarnya terjadi di sekolah ini?! Bagaimana bisa ada pelacur dan preman seperti dia masuk ke sini?!" Bentakan dari Siska, Ibu dari Berliana terdengar nyaring di ruang kepala sekolah.
Sementara itu, Eileen berdiri di ujung seberang meja tengah ruangan, bersama dengan Ameera di sebelahnya. Tatapan guru serta Ibu dari Berliana tertuju padanya dan juga Ameera. Tidak ada rasa takut sama sekali pada wajah Eileen. Ia merasa tidak melakukan kesalahan, karena Berliana pantas mendapatkannya.
"Berita tersebut belum pasti benar, Bu. Kami pihak sekolah pasti akan mencari tahu dan menginterogasinya nanti. Untuk Eileen, kami juga pasti akan memberikan sangsi tegas atas perbuatannya."
"Untuk apa diinterogasi lagi?! Dia sudah mengaku di kelas tadi kalau memang dia yang ada dalam video itu. Putri saya hanya ingin memberitahu kebenarannya pada sekolah. Lagipula jika dia masih ada di sini lalu berita itu menyebar keluar, bukankah sekolah ini akan mendapat citra buruk?!"
"Kami mengerti, Bu. Kami akan mengatasi masalah ini secepat mungkin, Ibu tidak perlu khawatir."
"Tidak perlu khawatir bagaimana?! Saya minta mereka berdua dikeluarkan dari sekolah! Jika para orang tua lain tahu, mereka juga pasti akan menuntut hal yang sama seperti saya. Apa perlu saya beritahu pada mereka?!"
"Bu Siska tenang saja, kami akan mengadakan rapat terlebih dahulu. Saya tahu, mereka memang pantas dikeluarkan dari sekolah, tapi kami perlu berdiskusi lebih dulu." ujar Bu Desy, wali kelas dari kelas Eileen.
"Bu Desy jangan berusaha membela mereka! Putuskan saja saat ini kalau mereka dikeluarkan!"
"Saya setuju dengan Bu Siska, lagipula mengeluarkan dua murid nakal tidak akan membuat masalah di sekolah. Justru dengan itu, nama baik sekolah juga akan terus terjaga." ujar Pak Arga, guru BK yang ikut berkumpul.
"Dengar?! Apa yang dikatakan Pak Arga itu benar. Jadi tunggu apa lagi?"
"Saya bisa saja langsung mengeluarkan Ameera karena kesalahannya sangat fatal. Namun untuk Eileen, kami harus berdiskusi menentukan hukuman yang tepat untuk dia. Kami tidak bisa asal mengeluarkan siswa kami, Bu Siska." ujar kepala sekolah.
"Kenapa tidak bisa?! Dia memukul anak saya! Bahkan Bu Desy melihat itu semua tadi."
"Tenang dulu, Bu Siska." ujar kepala sekolah. "Eileen, kenapa kamu sampai memukul Berliana tadi?" tanyanya melihat pada Eileen yang terdiam sejak tadi.
"Dia berbicara kasar pada sahabat saya, Pak. Itu sama saja membully tanpa sentuhan fisik, melainkan secara psikologis seseorang." jawab Eileen.
"Apa katamu?! Membully secara psikologis?" tanya Siska tidak percaya. "Anak saya mengatakan itu semua karena memang kenyataannya seperti itu! Berliana tidak salah sama sekali."
"Tidak salah? Jadi maksud Ibu, kita harus menolerir seseorang jika mengeluarkan hinaan kasar pada orang lain begitu?" tanya Eileen.
"Beraninya kamu memutar balikkan kata-kata saya—"
"Terlepas dari orang tersebut salah atau tidak, seharusnya putri anda tidak menyudutkan bahkan menghinanya secara terang-terangan. Memang siapa anak anda sampai ia berhak untuk menilai seseorang? Tuhan?"
"Apa yang—"
"Bukan. Anak anda hanya manusia biasa yang pasti juga memiliki kesalahan. Itu sebabnya banyak pepatah mengatakan mulutmu adalah harimaumu. Jaga mulut kalian, jika tidak bisa berkomentar yang baik maka lebih baik tutup mulutmu rapat-rapat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Achilles
Fiksi RemajaPendragon Geng terkenal dari salah satu sekolah elite swasta yakni SMA Garuda yang sangat ditakuti oleh sekolah lain. Berani menantang mereka, maka bersiaplah bertemu dengan sang malaikat pencabut nyawa dari geng itu. Achilles Julian Mahendra, siswa...