Lagu untuk chapter ini : i hate you, i love you - Gnash feat Olivia O'Brien
SANDRA'S POV
*Rencana hari ini sukses! David menyukai hadiahnya. Hanya saja, dia mencoba menyembunyikan ekspresi bahagianya. Semoga lain kali kau bisa bergabung dengan kami. Terimakasih atas ide dan saranmu.*
tak!
Kuletakkan ponsel dengan asal di atas meja setelah mengirimkan balasan pesan untuk Pak Hadi. Sejujurnya, aku senang rencana mereka untuk ulangtahun David berjalan lancar. Aku juga senang mendengar kabar bahwa ada jalan bagi David menggapai mimpinya selama ini. Namun satu hal yang membuatku kecewa, sampai detik ini pria itu sama sekali nggak menunjukkan upaya untuk bicara padaku. Dia seolah nggak peduli akan kesalahannya yang sudah membuatku menjadi bahan taruhan.
Pikiranku mulai merangkai kejadian sejak Jason membawaku ke Ride or Die. Mungkin saja, dia sengaja membawaku kesana untuk menumpuk 'bara api' dalam hati David. Apakah sejak itu taruhan mereka dimulai?
Jason juga semakin gencar menarikku kembali padanya. Lamaran yang tiba-tiba, perubahan drastis, ah... Kenapa aku nggak menyadari bahwa sesuatu yang janggal sedang terjadi? Seseorang nggak mungkin berubah secepat itu.
Rupanya taruhan itu adalah apa yang dimaksud Jason ketika mengatakan bahwa David bukanlah pria baik-baik.
Menyakitkan rasanya mengetahui fakta bahwa aku diperlakukan seperti objek oleh dua pria sekaligus. Niat baikku untuk membantu David kembali akur dengan keluarganya harus berakhir dengan balasan seperti ini. Benar, niat baik nggak selalu mendapat balasan yang baik pula.
Tapi yang membuatku lebih terluka lagi adalah fakta bahwa-sepertinya-aku menyimpan rasa pada pria berdarah Inggris itu. Akan selalu menyakitkan ketika kau menyukai seseorang, namun dia memperlakukanmu dengan buruk. Rasanya seperti mendapar penolakan secara nggak langsung.
Aku cukup tersanjung akan niatnya menolongku, mencarikan tempat tinggal baru, bahkan ketika dia begitu marah mengetahui aku kembali dengan Jason, membuatku berpikir mungkin dia memiliki rasa yang sama. Meskipun awalnya, semua dilakukan hanya karena iba. David seperti menjadi pahlawan bagiku. Sampai saat itu, aku masih berpikir David mempunyai niat tulus.
Aku nggak habis pikir kenapa dia bisa memberi Jason motivasi dengan sebuah taruhan, padahal dia sudah tahu seburuk apa Jason memperlakukanku.
David James Scott, pria dengan sorot mata sayu itu memang telah menarik hatiku. Terutama sejak pengakuannya bahwa dia peduli padaku dan ciuman pertama kami.
Sebut aku naif atau terlalu mudah jatuh cinta, tapi itulah kenyataannya. Terkadang aku merasa rindu dan khawatir ketika nggak mendengar kabar darinya. Pulangnya David ke Inggris tanpa kabar membuatku hampir gila selama duabelas hari. Bagaimana tidak? Aku bahkan sampai nekat mencarinya di apartemen Reagan dan ke bar.
Hari dimana dia kembali dan memutuskan untuk pergi ke apartemenku, membuatku berpikir bahwa ternyata selama ini aku ada dalam pikirannya. Dia memikirkanku, sama seperti aku memikirkannya.
Aku menginginkannya, tapi logikaku mengatakan bahwa David bukanlah pria yang tepat. Maksudku, dengan semua sifat buruknya, dia jelas bukan sosok yang tepat sebagai pasangan hidup. Tapi disinilah aku. Bahkan sampai detik ini, terjebak dalam kenaifan dan secuil harapan bahwa suatu saat nanti dia akan berubah.
Bodoh memang. Aku seperti orang yang nggak belajar dari kesalahan.
Tenggelam dalam kemelut rasa rindu, hanyut dalam hangatnya ciuman kami di malam saat David ada di apartemenku. Kadar hormon oksitosin yang meningkat membuatku hilang akal. Sampai dengan mulutku sendiri, aku membuat pengakuan bahwa aku rindu padanya dan pada aksen Britishnya yang kental itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Hate, Future, and Past
RomanceTrauma dan luka membentuk kepribadiannya menjadi emosional, kasar, dan tertutup. Tapi bagaimanapun, David tetaplah manusia dengan hati. Seorang gadis lugu yang menjadi korban hubungan abusive, mampu mengobrak-abrik hatinya yang terus berusaha menya...