Lagu untuk chapter ini : let me love you - Mario
Apakah kami saling peduli? Entahlah. Semuanya terasa begitu rumit.
***
lima menit sudah aku berdiri di depan apartemen sandra, bertingkah seperti penguntit yang mendengarkan setiap pembicaraan yang samar-samar terdengar dari balik pintu. Sepertinya ada orang lain selain Sandra dan Dewa di dalam sana. Aku bisa mendengar suara tawa seorang gadis.
"Hei, sedang mencari seseorang?" seorang gadis berambut sebahu dengan mata berwarna karamel, bertubuh tinggi semampai membuka pintu dan bertanya padaku.
"Uhm, ya.. aku mencari-"
"David?" Sandra tiba-tiba muncul dan berjalan ke arah pintu, menyambutku dengan senyum lebar.
"Oh, jadi dia temanmu. Dia hanya berdiri di sana terlihat bingung. Kukira dia sedang mencari orang lain" Jawab gadis itu. Sandra menggeleng dan menarik tanganku untuk masuk ke dalam apartemennya. Canggung, kutarik tanganku dengan cepat dari genggamannya. Gadis itu hanya tersenyum kecil padaku sambil menjawab temannya. "Bukan, dia temanku. David, ini Audrey, pacar Dewa, Audrey, ini David."
"Hi, David, nice to meet you" Gadis itu mengulurkan tangan padaku, tapi aku hanya memberinya senyum tipis. Sekedar untuk bersikap sopan "Thanks", lalu aku mengikuti Sandra menuju meja makan tanpa menghiraukan gadis yang punya aksen british yang mirip denganku itu. Dia hanya mengendikkan bahu, berusaha memaklumi sikap cuekku.
Kami kemudian duduk bersama di meja makan kecil, menikmati burger, kentang goreng, dan ayam yang sudah dipesan Sandra. Dalam waktu sepuluh menit pertama aku ada disini, gadis itu sudah tiga kali minta maaf karena hanya bisa menyuguhkan fast food untuk teman-temannya. what an innocent girl.
Mereka bertiga kemudian ngobrol bersama, bercerita tentang hari-hari perkuliahan, kemudian mendengarkan celotehan Audrey tentang pencapaiannya yang berhasil mempublikasikan artikel jurnal ilmiah terindeks Scopus. What a smart girl. Setelah celotehan panjangnya, aku akhirnya mengetahui bahwa gadis itu adalah keturunan Australia yang sedang kuliah di University of Edinburgh, Skotlandia. Nggak heran dia punya aksen yang hampir sama denganku.
Setelahnya, kami menghabiskan waktu bermain board game, menonton film komedi romansa, dan dua sejoli itu terus memamerkan kemesraan di depanku dan Sandra. Berpelukan, berpegangan tangan, bahkan sesekali Dewa mencium pipi gadisnya. Aku heran bagaimana Sandra nggak merasa terganggu dengan hal itu. Maksudku... gadis itu barusaja patah hati, bukan?
Mata bulatnya fokus pada layar televisi, sesekali berbicara pada dua temannya itu. Sementara aku, entah kenapa gerah dan risih melihat dua sejoli itu memamerkan public display relationship. But i decide to keep my mouth shut.
Sandra tiba-tiba berjalan keluar menuju balkon setelah melihat sejenak pada ponselnya. Mataku mengikuti langkah gadis itu, sementara dua temannya hanya menoleh sekilas dan kembali fokus pada film. Aku terus memperhatikannya. Dengan siapa gadis itu bicara? Dia terlihat bingung, dan nggak lama kemudian, dia berlari ke dalam dengan wajah yang menyiratkan rasa bersalah.
"Maaf, aku harus pergi. Ibuku menungguku di kos lama. Nikmati filmnya, see you soon!"
"Kamu nggak memberitahunya soal kepindahanmu?" Tanya Dewa dengan heran. Akupun memperhatikan wajah gadis itu yang terlihat bingung.
"Aku belum siap memberitahunya."
Dewa kemudian berdiri, "Aku dan Audrey akan mengantarmu" Audrey mengangguk setuju, sementara Sandra menggeleng "Aku bisa menyelesaikannya sendiri. kalian tinggalah disini, okay?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Hate, Future, and Past
RomanceTrauma dan luka membentuk kepribadiannya menjadi emosional, kasar, dan tertutup. Tapi bagaimanapun, David tetaplah manusia dengan hati. Seorang gadis lugu yang menjadi korban hubungan abusive, mampu mengobrak-abrik hatinya yang terus berusaha menya...