disaster (bencana)

58 17 19
                                    

Lagu untuk chapter ini : Bend The Rules - Niall Horan

Dan karena sebuah kabar, semuanya menjadi semakin rumit. Entah bagaimana, takdir membuat aku dan Sandra menjadi saling terkait.

***

*Tebak apa yang barusaja terjadi? Aku dapat pekerjaan baru! Aku sangat senang~ oh ya, aku diterima bekerja di sekolah bakat milik seorang anggota dewan. Aku memilih menjadi guru melukis anak disana...  aku nggak sabar untuk memulai!*

"Katakan apa maksudmu melakukan ini!" Aku menunjukkan layar ponselku tepat di depan wajah Hadi. Tanpa basa-basi, begitu dia keluar dari ruang sidang dewan, aku segera menghadang langkahnya dan menuntut penjelasan. Beberapa wartawan, tamu, dan anggota dewan yang lain melihat dengan heran ke arah kami. Hadi hanya tersenyum melihat isi pesan Sandra di layar ponselku.

"Aku hanya mencoba membantunya. Tidakkah kau senang?." Jawab pria itu.

"Apa motifmu, pria tua? Apa sebegitu inginnya kau agar aku menerimamu sampai-sampai kau memanfaatkan gadis itu?!" Aku menatapnya tajam, mengabaikan orang-orang di sekeliling kami yang berdecak heran atas tingkah pemuda kasar yang berani meneriaki seorang pejabat negara.

Hadi mendesah, lalu meraih bahuku dan menggiringku menjauh dari keramaian. "Kita bicara di tempat yang lebih sepi. Ada banyak wartawan disini, nak."

Dia membawaku kembali ke ruang sidang yang sudah kosong dan menutup pintu, memberi perintah pada ajudan penjaga ruanga untuk nggak mengizinkan seorangpun masuk sebelum kami keluar.
Aku mengambil posisi duduk, menyilangkan kedua tanganku di depan dada, menunggu pria itu bicara.

pria itu memijit pangkal hidungnya. "Dengar, aku dan ibumu nggak mempunyai motif lain. Kami hanya ingin menolongnya karena dia adalah bagian dari hidupmu, entah sebagai teman atau keka-"

"Dia bukan kekasihku." Sahutku.

"Baik, apapun hubungan kalian, hanya itu motif kami. David, gadis itu sedang mencari pekerjaan... Apa kau tidak tahu?"

"Kau mencari informasi tentangnya?"

Pria itu menghela nafas lalu mengangguk. "Ibumu menghubunginya beberapa hari lalu dan mengajaknya bertemu. Kurasa mereka bicara cukup banyak. Ibumu bilang padaku bahwa gadis itu sedang membutuhkan pekerjaan."

"Menghubunginya? Bagaimana bisa? Kau-- tunggu." Aku menjeda, memijit keningku, dan teringat bahwa beberapa hari lalu ibu sempat bertanya tentang buku pemberian Sandra, surat itu, dan posisi ponselku yang tiba-tiba berada di meja meskipun aku ingat, aku meletakkannya di tempat tidur.

"Kalian berdua, berhenti bersikap seperti penguntit! Aku bukan anak kecil dimana kalian bisa dengan seenaknya ikut campur urusanku!" Mataku tiba-tiba terasa panas, tenggorokanku kering, sungguh. Dua sejoli itu memperlakukanku seperti anak dibawah umur yang masih harus diawasi!

"Maaf, kami nggak membicarakannya lebih dulu denganmu." Hadi ikut berdiri ketika aku berdiri sambil mengacak rambutku dengan frustasi.

"KUPERINGATKAN PADAMU, BERHENTI MENGAWASIKU! DENGAR, AKU NGGAK INGIN GADIS ITU TERLIBAT LEBIH JAUH DENGANKU. JIKA KALIAN MELEWATI BATAS, AKU.... AARRGGH! FUCK! "

aku mengayunkan tanganku dengan asal, "I hate you! I swear I hate you!" Lalu mengarahkan jari telunjukku tepat didepan wajah pria itu.

Love, Hate, Future, and PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang