Lagu untuk chapter ini : i dont wanna live forever - zayn malik feat taylor swift.
Satu-satunya harapanku setelah kembali ke Inggris adalah hidup tenang, tanpa harus memikirkan soal ibu yang nyatanya sudah mengabaikanku. I bet she doesn't try to find out about me. She only cares about her new husband and his fancy house.
Terkadang orang muda hidup dengan ekspektasi tinggi dan mengambil keputusan dengan emosinya. Hari-hariku di sini membuatku sadar, seharusnya aku bisa berpikir lebih rasional.****
"Dimana ayah?" tanyaku pada Marry yang sedang fokus menatap dirinya di cermin dan memoleskan makeup di wajahnya. Tanpa basa-basi, aku masuk ke dalam kamar ayah, tempat wanita itu sedang merias diri.
"He left since an hour ago, darling. Ayahmu biasa pergi pagi-pagi." jawabnya tanpa menoleh ke arahku.
"Untuk apa dia pergi sepagi itu?" aku menoleh ke arah jam dinding yang baru menunjukkan pukul delapan pagi. Di Inggris, semua aktifitas dimulai pukul sembilan. Berbeda dengan Indonesia yang jam enam pagi saja, kendaraan sudah berjubel dan terdengar suara klakson dimana-mana.
"Tentu saja untuk bekerja."
"Memangnya dia punya pekerjaan?" aku mengangkat alis dan menyilangkan kedua tanganku di depan dada. Aku sadar nada bicaraku terdengar seperti meremehkan ayah. But who cares? He deserve it anyway.
"He works in a tattoo shop. Now your father is an artist. You should be proud of him, shouldn't you?" Marry berpaling padaku mengulum senyum di bibirnya yang diberi warna merah tua. Wanita itu kemudian berjalan ke arahku dan menatapku lekat.
"Ayahmu sudah banyak berubah. He's soooo much better than you thought. Trust me."
"I don't think so. I thought you must have put a lot of effort and sacrifice yourself to made him better. Didn't you? "
"That's what love does, son. You'll never understand untill you feel it yourself," Marry mengarahkan jari telunjuknya ke dadaku. "Here."
Aku memutar bola mata, enggan mempercayai semua yang dikatakannya. Wanita itu hanya tersenyum simpul dan melambaikan tangan padaku. "Bersihkan dirimu dan sarapanlah. Aku harus pergi bekerja. Aku akan pulang ke rumahku sendiri dan membiarkan kalian berdua menghabiskan waktu bersama. See you, David."
Aku menoleh, memperhatikan langkah wanita itu hingga dia menghilang dari pandanganku.
****
Hal pertama yang kulakukan di hari keduaku adalah membeli nomor baru dan membuang nomor yang biasa kugunakan di Indonesia.
Sebenarnya, aku ingin bicara dengan ayah mengenai maksudnya soal 'kebenaran' tentang ibu yang akan membuatku lebih memilihnya dibandingkan ibu. Apakah nyatanya kesalahan ibu lebih besar di masa lalu? Entahlah, yang jelas, aku nggak akan memilih di antara mereka berdua meskipun pada akhirnya aku akan tahu kebenarannya.
Seperti yang kalian tahu, ayahku adalah alkoholik dan mantan narapidana, sementara ibuku adalah wanita baik-baik yang dibutakan oleh cinta. Mereka sama saja.
My parents aren't heroes. They're just like me. Broken and fucked up.
Hal kedua yang kulakukan, membelanjakan sebagian sisa uang yang kupunya untuk jaket musim dingin.
Ketiga, mengelilingi Kota Welwyn untuk mencari flat house murah dan yang paling penting, lowongan pekerjaan.
Terbiasa menggunakan motor membuat kakiku jauh lebih lemah untuk berjalan kaki dalam waktu yang cukup lama dan jarak yang cukup jauh. Aku harus menghemat uang. Biaya hidup di sini jelas jauh lebih tinggi dari Indonesia. Bahkan aku harus membayar 2,5 Pounds hanya untuk secangkir teh. Bayangkan berapa yang harus kuhabiskan untuk semangkuk sup ?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Hate, Future, and Past
RomanceTrauma dan luka membentuk kepribadiannya menjadi emosional, kasar, dan tertutup. Tapi bagaimanapun, David tetaplah manusia dengan hati. Seorang gadis lugu yang menjadi korban hubungan abusive, mampu mengobrak-abrik hatinya yang terus berusaha menya...