penolong

196 36 21
                                    

It's alright, calling out for somebody to hold tonight
when you're lost, i'll find a way

i'll be your light
you'll never feel like you're alone
i'll make this feel like home.

***

2 Oktober 2019

Hujan pertama turun hari ini. Sebagian orang merasa senang karena kedatangannya setelah musim kemarau panjang dan hawa panas di kota ini. Tapi tidak denganku. Sialnya, hari ini aku harus tiba di kampus dalam keadaan basah kuyup. Air hujan bahkan membasahi separuh dari naskah skripsi yang harus kuserahkan untuk bimbingan hari ini. Tulisannya memudar, dan kertasnya berubah menjadi kusut. Ditambah lagi dengan layar ponselku yang macet karena terkena air hujan. What a fucking way to start the day.

Meskipun begitu, aku tetap nekat menyerahkan naskah basah dan kusut itu pada pembimbingku. Masa bodoh. Aku sudah menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mengerjakannya.

Setelah bimbingan, aku bergegas meninggalkan ruang dosen, mencoba melupakan semua kritik dan sindiran dosen pembimbingku karena sudah dua bulan aku absen dan nggak melaporkan progres apapun. Entahlah. Aku merasa jenuh. Apakah gelar akademik itu penting?

Sejujurnya, kuliah nggak pernah ada dalam daftarku.

"David!" Kudengar seseorang memanggilku. Dengan enggan aku menoleh pada sumber suara itu. Kristi. 

Gadis itu berlari kecil ke arahku dan berkata "Kita harus bicara."

"Aku nggak punya waktu." Jawabku, dan langsung berpaling darinya. Dia mengikutiku berjalan menuruni tangga sampai ke pintu utama gedung fakultas. "Siapa gadis itu?"  merujuk pada gadis aneh patah hati yang kutemui di bar beberapa hari yang lalu.

Aku langsung menghentikan langkah ketika mendengar pertanyaan itu keluar dari mulutnya. Nggak kusangka dia masih memikirkan soal kejadian di bar waktu itu. Ternyata, bukan hanya aku yang memikirkannya.

"Dia bukan siapa-siapa." Jawabku datar.

"Lantas kenapa kau pergi bersamanya waktu itu? Aku nggak pernah melihatnya bersamamu sebelumnya. Aku tahu kau bukan pria yang sudi pergi bersama sembarang wanita." Gadis itu terus mendesakku.

"Aku nggak pergi kemanapun dengannya. Kami hanya duduk di luar dan ngobrol" Jawabku.

"Bohong" Tungkas Kristi. Tangannya kini bersilang didepan dada. Sorot matanya seperti menginterogasiku seolah aku adalah penjahat yang tertangkap basah.

Aku memutar mata, "Apa urusannya denganmu? You are not my girlfriend anymore, so you don't have any right to be jealous."

"Yes, I might be not your girlfriend but i still have a feeling for you" Jawabnya dengan tegas. 

what the hell is she thinking?!

"Aku sudah bilang, jangan pernah mengungkit kembali soal perasaanmu padaku." 

Gadis itu terkejut mendengar pernyataanku. Kutinggalkan dia dan berjalan keluar gedung fakultas. Dia terus berseru memanggilku namun kubaikan suaranya.
Aku hendak menuju tempat parkir ketika kulihat seorang gadis berambut panjang bergelombang yang diikat ekor kuda sedang berdebat dengan seorang pria tinggi dengan setelan kemeja formal. Mereka tampak serius, pria itu mengarahkan jari telunjuknya pada si gadis. Aku berhenti dan mengamati mereka. Gadis itu nampak nggak asing buatku.

Sandra.

Aku berdebat dalam hatiku apakah harus mendekati mereka atau nggak. Gadis itu terlihat nggak baik-baik saja, tapi di sisi lain aku nggak ingin ikut campur urusan mereka. Lagipula, siapa aku?

Love, Hate, Future, and PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang