celaka dalam bencana

49 15 34
                                    

Lagu untuk chapter ini : Stupid - Tate mcRae

Pernikahan seharusnya menjadi momen yang membahagiakan. Tapi nggak untukku. Disaat seharusnya aku bahagia karena ibuku menemukan sosok pria yang dapat diandalkannya sebagai suami, aku justru merasa sebaliknya. Benakku dipenuhi rasa skeptis, marah, dan kecewa. Hari itu, 24 November 2019, aku bersumpah nggak akan melupakannya.

****

DAVID'S POV

Hadi Sanjaya  sudah sah menjadi ayah tiriku, dan kini pria itu sedang memelukku erat bersama ibu di pelaminan. Aku merasa aneh, sebab sebelumnya, aku nggak pernah merasakan pelukan keluarga seperti ini. Entahlah, aku harus senang atau apa. Perasaanku berkecambuk.

"Kau bisa mengandalkanku, David. Percayalah. Kita adalah keluarga sekarang" Hadi membisikkan kalimat itu padaku, dan aku melepaskan diri dari drama saling memeluk yang memicu reaksi dari para tamu undangan. Beberapa dari mereka berdecak kagum karena momen haru itu, dan yang lainnya menatapku dengan aneh sambil berbisik satu sama lain.

Masa bodoh. Mereka nggak tahu kisah dibalik sikapku yang seperti ini. Aku bukanlah David yang sekarang tanpa sejarah panjang keluargaku yang berantakan.

Aku turun dari pelaminan, mencoba berjalan setegap dan sesantai mungkin namun aku nggak bisa munafik. Pelukan singkat dan tatapan orang-orang yang saling berbisik itu sedikit banyak mempengaruhi mentalku dan entah bagaimana mataku terasa panas.  Mereka seperti menghakimiku tanpa tahu kejadian sebenarnya.

Aku mempercepat langkah, berjalan melewati Sandra yang hendak menyambutku dengan senyum tulusnya.

Damn it!

I need some times to be alone, to clean up my mind.

Sandra mengikutiku, tapi nggak lama kemudian langkahnya berhenti. Kurasa dia tahu saat ini aku sedang ingin sendiri. Gadis itu sudah beberapa kali menjadi sasaran amarahku, jadi kurasa dia sudah tahu kapan harus bicara, dan kapan harus membiarkanku sendiri.

Aku berjalan masuk ke dalam mobil yang kusewa, memasang headphone, dan menyalakan musik sekeras mungkin dari ponselku sampai aku nggak bisa mendengar suara lain selain lagu yang melantun dari headphoneku. Sialnya, tak lama kemudian, air mataku justru menetes sekalipun lagu yang kuputar bergenre pop rock. Ada apa denganmu David?! Kenapa kau jadi rapuh seperti ini?!

Di situasi seperti sekarang, aku berharap aku bisa bangun dengan amnesia, lahir tanpa perasaan, ataupun berakhir di rel kereta api seperti yang pernah kurencanakan beberapa waktu lalu. Jika saja Sandra dan Dewa nggak menarikku menjauh waktu itu, aku pasti nggak perlu berada disini dan menyaksikan pernikahan dari dua orang yang bahkan nggak melibatkanku, namun menyebut diri mereka sebagai orangtuaku.

"Berhenti terbawa suasana, dasar bodoh!" Aku mengacak rambutku dan melemparkan headphone ke kursi penumpang di sebelahku setelah ternyata, benda itu nggak mampu membuatku merasa lebih baik.

Aku sudah memutuskan untuk kesini, jadi apapun resikonya, seharusnya aku siap. Bahkan jika aku berakhir menyesali keputusanku sendiri.

Jujur saja, aku nggak bisa menemukan alasan yang tepat kenapa akhirnya aku berubah pikiran memutuskan untuk terbang ke Bali di detik-detik terakhir menjelang keberangkatan.

Love, Hate, Future, and PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang