Menghindar

46 12 53
                                    

Lagu untuk chapter ini : Hideous - Mehro

What is love?
If you have the answer, tell me. How can i love someone? I've been living in a big denial for twenty three years in my life, that i needed love. I always reject those who try to approach me, in order to tell them that i'm fine. While, in fact, I need someone to take care of me, to heal me from my heartbroken, to take me feel alive again, to make me find a reason to fight. Then, if i finally got the answer, can you please tell me, what if i lose her someday? What if i made a mistake? What if she found my flaws?

****

16 Desember 2019.

Sepuluh hari sejak aku meninggalkan apartemen Sandra tanpa sepatah katapun. Sepuluh hari tanpa kabar, dan tanpa melihat wajahnya sedikitpun.

Hari demi hari kulewati dengan terus mengabaikan rasa bersalah yang muncul dalam benakku tiap kali sosoknya terlintas di pikiranku. Aku belum siap memberitahunya, dan aku nggak ingin melihatnya karena wajah innocent miliknya hanya akan mengingatkanku pada perbuatan nggak bermoral yang sudah kulakukan.

Seharusnya sejak awal aku nggak perlu melibatkan diri dengannya.

Beberapa kali, aku sempat hampir berpapasan dengannya di kampus ketika aku berkunjung untuk mengurus berkas-berkas kelulusanku, but thank God  kampus ini cukup besar dan ramai sehingga matanya nggak pernah menangkap keberadaanku. atau setidaknya, belum. Entah sampai kapan aku akan menjadi pengecut seperti ini. Berani berbuat, nggak berani mengakui.

Dan hari ini, para mahasiswa berpakaian putih, lengkap dengan setelan jas almamater menghambur keluar dari aula gedung fakultas, bergantian masuk ke ruang kemahasiswaan yang letaknya dua blok dari aula untuk sesi foto ijazah. Kami baru saja menyelesaikan yudisium, acara pengakuan kelulusan bagi mahasiswa yang dinyatakan lolos sidang dan telah menyelesaikan revisi.

Ketika mereka sibuk berfoto selfie dengan teman-temannya sembari menunggu giliran untuk foto ijazah, aku justru mengasingkan diri, memperhatikan mereka dari sudut koridor lantai tiga. ini kan hanya yudisium. kenapa mereka seheboh itu? batinku.

Aku membuang nafas kasar begitu melihat seorang gadis berjalan ke arahku. Dia terlihat berbeda dibandingkan dengan saat terakhir kali aku melihatnya. Rambutnya kini kembali pada warna alaminya, dan gadis itu mengenakan makeup yang cukup menonjol untuk acara yudisium. Kualihkan pandanganku pada pergelangan tangannya. Gelang dengan hiasan simbol infinity itu masih melingkar di tangan kanannya.

Now you know who's standing in front of me.

"It's been forever since the last time we talked." Gadis itu kemudian mengambil posisi duduk di sebelahku tanpa izin. Refleks, aku menggeser tubuh, menciptakan jarak di antara kami.

Aku memutar bola mata malas. Ingin rasanya aku kabur sekarang juga, namun perkataan Samuel menahanku tetap pada posisiku. You have to be fair, David.

"It's just a few weeks." Jawabku malas.

Kristi menghela nafas sejenak, merasakan respon yang kurang menyenangkan dariku. "Kudengar kau sempat kembali ke Inggris." katanya setelah beberapa saat kami saling diam.

"Ya."

"Gadis itu," Kristi menjeda. "Dia mencarimu ke apartemen Reagan beberapa hari lalu."

Love, Hate, Future, and PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang