man's effort.

49 16 17
                                    

Lagu untuk chapter ini : i need a girl - Trey Songs

SANDRA'S POV

Hening. Begitulah suasana di dalam mobil Jason saat ini. Dia menjemputku di kampus setelah beberapa hari kami saling mendiamkan.

Uhm, sebenarnya nggak sepenuhnya saling mendiamkan. Jason mengirimi beberapa pesan berisi kekecewaan padaku tapi aku memutuskan untuk mengabaikan semuanya. Aku hanya ingin menjaga pikiranku tetap waras, jauh dari segala hal toxic yang bisa membuatku frustasi.

*Siapa sebenarnya yang kau pilih?*

*Kau benar-benar mengecewakan*

*Aku sudah berkorban banyak untukmu, Sandra! Jawab aku, perempuan nggak tahu terimakasih!*

*Ingat siapa yang membuatmu bertahan di kampus mahal itu, Sandra. Tanpa bantuanku mungkin kau sudah dikeluarkan dari sana waktu ekonomi keluargamu goncang! *

*Apa istimewanya pria itu? Katakan jika kau tertarik padanya! Dia nggak punya apapun untuk diberikan padamu!*

*Jawab aku atau aku datang ke apartemenmu sekarang juga!*

But he never comes. Jason menunggu, memberiku ruang sampai akhirnya, dia kalah akan hasratnya sendiri. Dia datang ke kampus hari ini, dan aku nggak punya pilihan lain kecuali menurutinya. Aku hanya menghindari segala drama yang mungkin terjadi jika aku menolaknya.

Dan lagi, aku sudah bilang padanya... Aku akan memberinya satu kesempatan lagi. Setidaknya kesempatan untuk memperbaiki diri.

Jason fokus pada jalanan sejak tadi, nggak mengatakan apapun, begitu juga aku. Kami sama-sama enggan untuk bicara, atau mungkin terlalu sibuk dengan pemikiran kami masing-masing. Kurasa sekarang kami berdua menjalankan silent treatment ketika terjadi konflik di antara kami, sementara sebelumnya kami selalu meneriaki satu sama lain, dan Jason akan memukuliku, membuat bekas memar di sekujur tubuhku.

Dan lagi, semua kata-kata yang menyakitkan akan keluar dari mulutnya.

Aku mendesah pelan. Entah mana yang lebih baik, silent treatment ataukah mengutarakan pendapat dengan saling berteriak. Kupikir keduanya sama-sama bukan ide yang bagus.

"Apa yang kau pikirkan?" Tanya Jason ketika mendengar desahku.

"Kita." Jawabku singkat.

Jason menoleh padaku, menghentikan mobilnya tepat di batas garis lampu merah "Katakanlah"

"Apa kita bisa bertahan dengan cara seperti ini? Apakah rasa itu bisa tumbuh kembali setelah masing-masing dari kita saling melukai?" Aku mencoba jujur, mengutarakan apa yang ada di pikiranku. Wajah Jason terlihat nggak senang, tapi ia berusaha setenang mungkin.

"Bagiku, rasa yang kumiliki tetaplah sama. Aku hanya menginginkanmu. Kau milikku." Jawabnya seraya menyunggingkan senyum yang dipaksakan.

"Kau yakin itu bukan hanya sekedar obsesi? Jason, kita bahkan nggak bisa menyelesaikan konflik dengan benar sampai detik ini. Dulunya berteriak dan melibatkan kekerasan, kini kita hanya saling diam."

Wajahnya menegang, tersinggung dengan ucapanku. "Apa maksudmu? Aku mencintaimu! Wajar bukan jika aku ingin orang yang kucintai menjadi milikku?"

Aku hanya tersenyum, nggak memberi jawaban apapun padanya. Pemikiran kami berbeda.

"Dan ya, soal konflik, Sandra aku sedang berusaha mengendalikan diri. Bisakah kau menghargaiku? Diamku adalah bentuk upayaku agar nggak menyakitimu lebih lagi. Lagipula, kau juga nggak mencoba menjelaskan apa yang terjadi dan kenapa kau berbohong padaku. Kau sama bersalahnya denganku."

Love, Hate, Future, and PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang