Semakin hari, bersamamu berasa lebih indah. Tapi aku takut, jika suatu saat nanti kita berpisah lagi. - Michel Granata Adisty.
***
Sesuai yang dibilang Leon tadi pas istirahat lewat telepon, kini Grana berdiri di depan gerbang mondar-mandir. Bersama pak satpam yang masih bertugas berjaga, tentunya di tempatnya sendiri yang tak kah dari cewek bergelang hitam itu.
"Lama banget sih tuh cowok," geram Grana, sudah hampir 30 menit menunggu. "Dan bodohnya, gue nurut sama dia." Cewek itu beralih duduk di samping gerbang, yang kebetulan memang ada halte kecil tempat menunggu jemputan.
Tak lama kemudian, ponsel Grana berdering. Dengan cepat cewek itu mengambil dari saku seragamnya, karena sedikit kepanasan ia beralih tempat.
"Leon?"
'Lo jangan ke mana-mana, gue udah di jalan.'
Grana berdecak mendengar penuturan Leon, lalu memutar bola matanya malas.
"Lo lama gue balik duluan," balas Grana.
'Gue dah deket."
"Okey." Grana memutus sambungan telepon dari Leon sepihak, entah kenapa perutnya terasa sedikit nyeri.
Suasana siang menjelang sore itu mulai mendung, dan tentunya Grana sedikit panik. Ia tak bisa terguyur air hujan, nanti alerginya kumat lagi.
"Duh, mendung lagi." Grana bangkit, wajahnya sangat resah.
Dari arah berlawanan, mobil berwarna silver datang dan berhenti di depannya. Dan itu Leon, Grana sudah tahu. Cowok itu turun dari mobil, dengan setelan baju bebas. Ia melangkah mendekat Grana, membuat cewek itu menatapnya.
"Masuk!" Leon menarik lengan Grana dingin, pikirannya sedang tidak berada di sini.
Setidaknya Grana bersyukur, karena Leon menjemputnya memakai mobil bukan motor. Jadi, kalau pun hujan ia tak akan terkena airnya.
"Kenapa Lo diem?" Grana baru tersadar dari lamunannya, ia hanya menggeleng. "Bentar lagi hujan, Lo belum makan. Ayo balik," ujar Leon lagi, bak seorang bapak yang menasihati anaknya.
Grana memilih diam, lalu menuruti kata Leon untuk masuk dan cowok itu sudah membukakan pintunya. Cewek ini masih memperhatikan raut wajah Leon, sepertinya sedang banyak pikiran. Ia ingin bertanya tetapi, mungkin itu tidak perlu.
"Pakai sabuk pengamannya, gue mau kecepatan diatas rata-rata." Leon menatap depan, sembari memegang kuat setirnya.
"Lo kenapa sih?" Grana menautkan kedua alisnya, sedikit meninggikan suaranya karena heran dengan tingkah Leon. "Kalau mau mati, gak usah ajak gue."
Terdengar samar-samar, Leon menghela napas berat. Seperti sedang menahan emosinya yang sudah berada di atas ubun-ubun, membuat Grana agak ngeri. Dan benar saja, cowok itu menolehnya dengan sorot mata tajam.
"Apa susahnya nurut, Lo tenang aja." Leon menepuk pundak kecil Grana pelan, membuat cewek itu merasa sedikit lega. "Gue masih waras, Lo gak perlu khawatir."
***
Cewek mengenakan rok selutut dan sweater rajut dengan warna senada itu bangun dari tidurnya, padahal baru saja ia rebahan setelah mandi pulang sekolah. Namun, suara ketukan pintu dari luar rumah membuatnya dengan sangat terpaksa harus membuka pintu itu.
3 menit berjalan dari kamarnya yang berada di lantai atas, ia sampai di depan pintu. Dan ketikan suara itu sudah hilang, ia harap kalau memang tamu ya masih ada di depan pintu.
Ceklek!
Gabriel celingukan, di depan rumahnya tak ada siapa-siapa. Lalu, siapa tadi yang mengetuk pintunya? Pasti orang iseng, menurutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Fiksi Remaja"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...