[3]

505 54 0
                                    

Disaat yang lain tersakiti, mereka bersedih. Lalu, kenapa aku yang tersakiti malah aku sendiri bahagia?
Orang punya caranya sendiri buat bahagia.
- Michel Granata Adisty.

***

Suasana hening melintas di antara mereka berdua, sejenak Leon menatap gadis dengan luka memar di pipi kanan kirinya itu. Tak tahu ada dorongan dari mana namun, ia begitu ingin tahu dan menghabisi orang yang menyakiti Grana.

"Gak usah liatin gue, nek tau," nyinyir Grana. Sadar, jika Leon hanya penasaran bukan perhatian.

Cowok itu berdecak dalam hati, bagaimana pun, gadis di sampingnya ini pernah menyelamatkan nyawanya. Namun, ia begitu tidak suka dengan Grana karena sikap dan perlakuannya terhadap Gabriel.

"Pulang!" Leon menarik pergelangan tangan Grana secara kasar, membuat cewek itu menghempaskan dengan paksa.

Mungkin, orang lain akan kesakitan diperlakukan seperti ini. Namun tidak untuk Grana, cewek ini bahkan, tersenyum dalam hati. Setidaknya, disisa usianya yang mungkin tak akan lama lagi ini, bisa sedikit lebih dekat dengan orang yang ia cintai.

"Lo ada hak apa? Emangnya Lo siapa gue, nyuruh-nyuruh gue pulang?" sinis Grana, menjelaskan sesuai fakta.

Ck, perkataan Grana benar. Leon mengumpat di dalam hati, ingin sekali ia tidak berdebat dengan cewek itu. Namun, susah.

"Ya udah, sekarang jadi cewek gue!" Grana tertawa keras bahkan, tak seperti jati dirinya sendiri. Sakit, itu yang ia rasakan kala mendengar Leon becanda. "Kenapa Lo ketawa?" lanjut Leon, dengan mengerutkan keningnya.

Bagaimana Grana tidak tertawa, semua orang juga tahu jikalau Leon memiliki hubungan khusus dengan Gabriel, adiknya sendiri. Semudah itu, ia bilang seperti tadi?

"Lo kira, hati bisa dibuat main-main hah? Urusin aja tuh cewek Lo, gue gak pernah butuh Lo!" ketus Grana, dengan berlari kecil ia meninggalkan Leon yang menatap punggung kecilnya.

Tentu terasa sakit, dia membohongi dirinya sendiri. Ia sangat butuh Leon, ia ingin bercerita dan berbagi pahitnya hidup yang ia alami. Namun, lebih nyaman seperti ini. Bahagia, dengan cara tersakiti. Dia muak hidup, ia tak pernah bisa merasa seperti semua orang. Ia terasingkan, sementara yang lain dalam keramaian.

Grana tak bisa membendung air mata suci itu dari tempatnya, begitu perih rasanya. Ia harus berbohong terus menerus, sementara hatinya mengaku tidak begitu kuat.

"Thanks, Leon. Lo udah buat gue gila, ya gila, fisik sama batin tersakiti namun, begitu indah jika dengan Lo!" Grana segera menancapkan gas dengan kecepatan diatas rata-rata, ia tak yakin baik-baik saja.

***

Pagi ini, seharusnya cerah. Namun, mendung telah menghancurkan semuanya. Rintik hujan mulai membasahi bumi, kecil semakin membesar. Nasya berlari kecil dari kalangan menuju koridor, tak sengaja ia menabrak tubuh seorang yang belom ia lihat itu badan siapa.

Brukh!

"Kalo jalan, matanya madep depan biar gak nabrak orang sembarangan!" Bukannya menolong, cowok yang menabraknya malah berbicara seperti itu. Benar sih, Nasya juga salah.

Cewek itu menatap tajam si pemilik tubuh tinggi di depannya, ia kenal.

"Roy?" Cowok bernama Roy itu mengangguk, dengan malas dan datar membalas tatapan Nasya.

"Bantuin ishhh, Lo gak lihat gue jatoh?" sewot Nasya, kakinya sakit. Untung tidak ada orang lain di sana, hanya mereka.

Tak seperti dugaan Nasya, cowok itu memilih melenggang pergi meninggalkannya begitu saja. Dasar cowok tak punya hati, tak punya perasaan pula.

Just Bad Girl [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang