[52]

312 35 6
                                    

Mungkin, aku tak ingin pergi lagi.
Karena di sini, aku sudah mendapatkanmu.

Michelle Granata Adisty

***

Ting tong!

"Kak, belnya bunyi deh. Kek ya ada tamu," ujar Gabriel, diangguki oleh Grana yang masih berbincang dengan Roy.

"Bentar ya, biar gue buka pintu dulu." Grana bangkit setelah mendapat respon anggukan dari mereka.

Jantungnya entah mengapa tiba-tiba berdebar, ada apa ini? Ah, Grana begitu gugup padahal belum tahu siapa yang datang.

"Sebentar!"

Tangan mulus itu meraih kenop pintu, dan menariknya. Terlihatlah seorang laki-laki dewasa yang memakai blazer hitam khas seorang bos, Grana sedikit mengangkat wajahnya.

"Hei," ujar cowok itu, sambil tersenyum lebar.

"Kenapa bengong?" Leon menyadari bahwa Grana masih ngeblang di tempat denagn menatapnya kaget.

"Hah?"

Belum juga Grana sadar sepenuhnya, Leon langsung menariknya keluar dan duduk di taman depan rumah keluarga Grana ini.

Cewek itu bingung, apa yang harus ia ucapkan. Mereka lama tidak jumpa, tak berkomunikasi. Palingan juga satu pesan 2 bulan sekali, itu pun hanya formalitas saja.

"Kenapa diem?" Leon bertanya, sembari memutar posisi tubuhnya agar menghadap Grana.

"Eng-enggak." Grana jelas gugup, entahlah hatinya merasakan 5 tahun yang lalu. "Gue bingung," jujur Grana.

"Canggung ya?" Grana menganggukinya saja.

Leon menghembuskan nafasnya panjang, ia juga tahu jika hal ini memungkinkan besar akan terjadi. Apalagi saat Grana pulang ke Indonesia 2 tahun lalu, ia lagi ada di luar kota jadi tidak bisa menjumpai wanita yang ditunggu-tunggunya ini.

"Na," panggil Leon, panggilan ini masih Grana ingat.

"Iya?" Grana memberanikan menatap mata Leon, ia menemukan tatapan yang sama. Ia sangat ingat tatapan itu, terakhir kali di pesawat saat keberangkatannya ke Jepang. "Leon, gue ... " Grana menghentikan ucapannya.

"Kenapa, Na?"

Grana tak kunjung menjawab, karena Leon juga ingin membiarkan Grana berfikir dulu jadi ia diam. Keduanya sunyi, hanya semilir angin membawa dedaunan yang menengahi keduanya.

"Perasaan Lo masih sama, Na?"

Grana langsung menoleh, menatap Leon dari samping yang memperhatikan jauh ke depan.

"Kita dulu putus karena perjodohan yang gak pernah gue inginkan, Lo juga tau kan pasti." Leon berhenti sejenak, menarik nafas dan menatap Grana. "Gue nungguin Lo 5 tahun di sini," ujarnya sesuai kenyataan.

Jujur, Grana agak terkejut. Dia pikir cowok yang berada di sampingnya ini mungkin sudah memiliki calon, atau malahan sudah menikah. Tetapi kenyataannya, Leon malah menunggu kepulangannya?

"Leon? Gue harap Lo gak bohong," Grana penuh harap.

Leon mengambil tangan kanan Grana, lalu menempelkannya di dada.

Cewek itu merasakan devarab jantung Leon yang semakin cepat, ini benar-benar sama seperti dulu.

"Gue bohong?" Grana menggeleng pelan. "Gue boleh peluk Lo?" Grana menganggukinya, tiba-tiba ...

Grepppp!

Pelukan hangat ini, Grana benar-benar merindukannya.

Dulunya, cowok yang berada dalam pelukannya ini sangat sulit digapai. Ini seperti mimpi, kebahagiaan Grana kembali utuh lagi sekarang?
Apa ini hasil dari kesabaran Grana selama ini, Tuhan?
Ah, Tuhan begitu baik.

"Gue cinta sama Lo, Na." Leon mengucapkan itu tepat di samping telinga Grana yang masih dalam pelukannya, ini yang ia tunggu.

Grana melepaskan tubuhnya dari tubuh Leon, lalu menatap mata cowok itu lama.

"Gue juga," jujurnya. Lalu memeluk kembali tubuh kekar Leon, tidak ada gengsi-gengsian lagi baginya. Ia sudah dewasa, mungkin ini juga takdirnya.

"Nikah yok!"

"Hah?" Grana sontak melepas pelukan itu lagi, lalu mencubit perut Leon. "Ngajak nikah kayak ngajak beli martabak," cibirnya.

Leon akhirnya tertawa lepas, lalu menarik Grana ke dalam rumah.

"Leon gak usah tarik-tarik tangan gue! Sakit tau, berasa ngulang masa lalu deh!"

***

"Mama, Papa, Grana sayang kalian."

Gadis yang dulunya dipojokan dan tak mendapat kasih sayang ini sekarang telah berhasil, ia berhasil melewati begitu banyak rintangan hingga sampai di titik sekarang.

"Selamat tidur Ma, Pa." Grana kembali menutup pintu kamar Risma dan Hadinata dengan pelan-pelan, lalu kembali ke atas menuju kamarnya.

***

"Gab, maafin gue yang dulu ya!" Grana memegang pundak adik kembarnya.

"Gak usah minta maaf deh Kak, kita itu saudara, sekandungan, aku selalu ada buat kamu begitupula sebaliknya."

Grana tersenyum bahagia, ini yang dia harapkan dari kecil. Akhirnya, mimpi-mimpi itu telah terwujud.

"Gak nyangka ya, kita udah gede haha." Grana menatap jendela luar kamar Gabriel.

"Iyalah, kakak aja dah mau nikah."

"Hah?" Grana menolehdan menatap adiknya lama. "Sama Leon?"

"Iya lah, masa sama Gery. Kan cowok gur kalo Gery," canda Gabriel.

"Ah bisa aja Lo," Grana tersipu.

***

Just Bad Girl [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang