Jika dunia tak pernah berpihak padaku, maka izinkan aku berpihak pada pilihanku. - Just Bad Girl.
***
Di ruangan dihiasi lampu terang benderang itu tampak menegangkan, diantara para tenaga medis berusaha melakukan yang terbaik. Ada dua manusia yang terlelap, yang satu bertaruh nyawa demi seseorang dan yang lainnya sedang memperjuangkan hidupnya.
Bunyi alat-alat medis itu selalu menyertai di setiap detik, hembusan napas berkali-kali mereka keluarkan. Bercucuran keringat dari dahi dan pelipis para petugas itu, operasi sudah berjalan sekitar 2 jam. Belum ada tanda-tanda mereka akan menyudahi itu, sementara yang lain sudah menunggu kabar baik.
"Bagaimana, Pak? Haruskah saya catat sekarang juga?"
Terdengar berat suara dokter itu sebelum menjawab pernyataan suster tersebut.
"Jangan Sus, ini masih bisa kita tangani. Ayo berdoa dan berusaha lagi," ujar dokter tua itu.
Bibir seakan tak hentinya melafazkan kalimat doa untuk seseorang sahabat, mereka tampak khawatir dan cemas. Mereka tak bisa tenang, wajahnya penuh harap jika operasi adalah jalan yang tepat.
"Gue takut Sya," ujar Gabriel, sembari memeluk Gabriel yang penuh keringat dingin.
Semuanya berdiri, bersender di tembok. Tak ada yang duduk, selalu saja mondar-mandir dan akhirnya bersender. Bagaimana mungkin bisa tenang, sedangkan seorang gadis itu tengah memperjuangkan hidupnya seorang diri.
"Gab!"
Dari arah kanan, di sana seorang pemuda berjalan dengan langkah cepat menuju gadis yang dipanggil tadi.
Seluruh mata memandang, lalu kembali dalam kecemasan. Gerry mendekati Gabriel yang sedang memeluk Nasya, cowok itu tampak ingin menariknya tetapi iba.
"Ikut Gerry aja Gab, dia manggil Lo tuh." Nasya mengelus pundak Gabriel lembut, lalu tersenyum paksa. Gabriel mengangguk, lalu menatap cowok itu.
Gerry mengangguk sembari tersenyum kecil, dengan senang hati Gabriel mendekat dan memeluk cowok itu.
"Gimana keadaan Grana, kenapa sekarang di depan ruang operasi?"
Mendengar pertanyaan itu, Gabriel mengangkat wajahnya dan mengangguk.
"Kakak dioperasi Ger," lirih Gabriel. Kini ia semakin sesenggukan, tadi sudah menelpon orangtuanya tetapi belum sampai juga.
Cowok itu mendapat lirikan dari Rehan, karena memang notabenenya tak suka dengannya. Mungkin karena sudah jelas mereka di depan ruang operasi tetapi malah Gerry tanya lagi, tetapi tak perlu dipanjangkan.
Gerry menghela napas berat, lalu mengeratkan pelukannya pada gadis berponi itu.
"Kita doain aja sama-sama, semoga Grana cepet sembuh ya."
"Sebelum Lo ngajak juga kita udah doain Ger," sahut Rehan, sinis.
Akibat ucapannya itu, Rehan mendapat tatapan tajam dari Reno. Takutnya ada adu mulut bahkan, sampai adu jotos.
"Udah ah, Rehan diem kek!" Nasya menyentak.
***
Bunyi bel tanda pintu akan segera terbuka membuat semua orang yang di sana tak sabar mendengar kabar baik, yang mereka tunggu-tunggu itu.
Dua orang dokter keluar terlebih dulu, sementara yang di belakang segerombolan dokter bedah mendorong brankar milik Grana keluar.
"Eh Dok, mau dibawa kemana anak saya?" Risma terlihat terkejut saat mendapati Grana didorong, melewati mereka dan dipindahkan ke ruang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Fiksi Remaja"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...