Sikap Lo buat gue bingung, kadang care dan tiba-tiba dingin. Namun, gue tetap suka itu. - Michel Granata Adisty.
***
Mobil merah yang terlihat mewah itu baru saja berhenti di depan gerbang tinggi, di depan sana seorang satpam langsung membuka gerbang itu.
Nasya kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan lambat memasuki pelataran rumahnya, dengan Grana yang duduk manis di jok sampingnya.
"Dah sampai, ayo turun Na!" Nasya melepas sabuk pengamannya, menanti Grana yang masih duduk bertengger. "Kenapa diem, Na?" Nasya bingung.
Cewek berkalung liontin perak itu menggeleng, mulai menghembuskan napas panjang.
"Gue gak yakin Sya, gue takut ini percuma." Mendengar penuturan Grana, temannya itu langsung berubah kesal.
"Ishh, Na. Lo itu bakal sembuh kok, percaya dah sama gue. Ayok, mumpung gue baik!" Grana mengukir senyum tipis. "Becanda Na, gue kan emang baik." Lanjut Nasya sambil terkekeh.
Mereka berdua turun dari mobil dan segera masuk ke rumah Nasya, rumah yang besar dan megah. Interiornya hampir sama dengan tempat tinggal Grana, rumah dengan lantai dua bercat putih namun, milik keluarga Nasya lebih warna silver.
"Bik? Assalamualaikum!" Nasya mengetuk pintunya, meskipun rumahnya sendiri tetapi sopan santun harus diutamakan.
Tak lama kemudian, suara seorang paruh baya mendekat ke arah pintu.
"Wa'alaikumsalam, Non Nana?" Pembantu rumah Nasya itu tersenyum manis, lalu memperhatikan Grana. "Ini temennya, Non?" Nasya mengangguk.
"Ya udah, papa sama mami di rumah kan, Bik?" Yang dilihat Grana, Nasya sangat sopan dengan orang yang lebih tua. Dengan pembantunya saja sebegitu akrabnya, ia tersenyum dalam hati.
"Iya, Non. Ayo masuk Non, ini juga Non temennya!" Wanita yang biasa dipanggil Bik Minah oleh Nasya ini membuka kedua pintu, membiarkan pemilik rumah dan Grana masuk.
Nasya membawa Grana ke ruang tengah, mengajaknya duduk. Di sofa putih itu, dengan desaign yang memanjakan mata.
"Duduk Na, gue kek berasa lugu banget ya. Padahal kalo di sekolah beh ... gak bisa diem kan," ujar Nasya, sembari menaruh sepatunya.
"Gue panggil papa dulu yah, duduk aja jangan ke mana-mana. Ntar Lo jangan kabur, gue santet Lo!"
"Apaan sih Sya, garing tau gak." Grana terpaksa tertawa, entah kenapa tidak bisa.
Tak berselang lama setelah Nasya meninggalkannya sendirian, seorang setengah baya mendekatinya. Dan Grana duga itu adalah mami Nasya, dan benar saja.
"Siang Tante!" Grana langsung menyalami wanita itu, yang terlihat juga sedang senyum padanya.
"Siang, temannya Nasya ya?" Grana mengangguk, dengan senyum yang lebar. Meskipun ia sedang menahan rasa sakitnya, tiba-tiba saja perutnya seperti tertusuk jarum kecil lagi.
Dengan kikuk, Grana kembali duduk di hadapan maminya Nasya. Sangat terlihat jelas jika mami Nasya orangnya gampang akrab, dan tak jarang senyum.
"Mi!" Nasya datang, lalu mencium punggung tangan Seli---maminya. "Kalian udah kenalan?" Nasya menarik papanya yang kini berada di sampingnya, ia duduk di dekat Grana yang ia tahu kalau cewek itu seperti menahan sakit.
"Belom Sya, belum tau namanya."
"Aduh ... " Grana memegangi perutnya, terasa semakin nyeri.
Dengan cepat, Jana mendekati Grana. Namun, ia baru ingat jika tak membawa alat. Seli juga terlihat panik, sementara Nasya sudah menguatkan Grana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Novela Juvenil"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...