[20]

362 33 0
                                    

Sesekali, gue berfikir. Gue pengen terlihat tanpa rasa sakit, dan gue bisa untuk saat ini. Gue gak tahu, apa seterusnya bisa sekuat sekarang. - Michel Granata Adisty.

***

Suasana di sini agak canggung, Grana yang duduk di sebelah Leon dan menghadap orang tua cowok itu. Keduanya sibuk memakan hidangan yang dimasak oleh kedua wanita tadi, dengan penuh canda tawa.

Beberapa menit berlalu, mereka sudah selesai dengan kegiatan makan siangnya. Grana agak risi karena sedari tadi tatapan papa Leon terlihat sangat mengganggunya, tetapi ia berusaha agar terlihat sopan dan biasa saja.

"Enak ya masakan Grana," ujar Tia sembari membereskan piring dan alat lain bekas makan tadi.

Doni tak menanggapinya, sedangkan Leon tersenyum pada mamanya. Pikirannya masih berkecamuk dengan ucapan papanya tadi, itu benar-benar mengganggu kepalanya sekarang.

Grana secepat mungkin membantu Tia, dengan senyum kecil. Ia memang tak begitu pandai mengerjakan tugas rumah tangga tetapi, soal masak ia sudah terbiasa masak sendiri saat di rumah. Itu juga karena ia tidak pernah ikut makan dengan keluarganya, seperti yang sudah terjadi.

"Leon, lihat gadis itu!" Leon menatap papanya dengan tatapan tak suka, ia tidak tahu kenapa tetapi tak ingin Grana kenapa-kenapa.

"Dia begitu terlihat baik, di depan mamamu. Kalau saja mamamu tahu, sudah papa duga dia akan membencinya seperti papa," ujar Doni. Senyumnya terukir jelas, memperlihatkan kelicikan di sana.

Perasaan cowok itu mulai tidak baik-baik saja, ia khawatir papanya akan berbicara pada mamanya. Setahunya, Grana sekarang tidak pernah lagi melakukan apa yang dikatakan Doni. Dan ia sedikit punya keyakinan, kalau Grana mulai berubah.

"Papa licik," balas Leon, dengan menahan emosi.

"Ada apa?" Tia datang, dengan Grana di sampingnya.

Doni dan Leon terlihat kaget, namun setelah itu mereka menggeleng. Doni bangkit dari duduknya, ia meninggalkan mereka bertiga tanpa sepatah kata pun.

"Papamu kenapa, Sayang?" Tia menautkan kedua alisnya, sementara tangannya mengelus pundak Grana sayang.

Leon menarik senyum tipis, berusaha agar terlihat tidak ada apa-apa dengan papanya tadi.

"Enggak Ma," jawab Leon kecut.

Sejauh ini, Tia juga mengerti jika suami dan anaknya tidak begitu akur. Dan masalah yang ia tahu hanya karena perusahaan, dan perbedaan pendapat mengenai masa depan Leon.

Tia mendengus, mencoba tersenyum.

"Eh Tan, kayanya Grana harus pulang sekarang deh. Udah sore soalnya hehe," ujar Grana, sembari menyentuh lengan Tia.

"Loh, kok cepet banget. Ya udah deh gak apa-apa, udah lama yah ternyata," blas Tia, Grana terkekeh kecil. "Ya udah, biar Leon antarkan yah," sambungnya lagi.

Grana menggeleng cepat, ia tak mau berlama-lama dengan cowok itu, hampir saja ia selalu terbawa suasana dengan Leon.

"Dia nolak Ma," sahut Leon. Cowok itu terlihat tidak tertarik untuk mengantarkan Grana pulang, seperti yang mamanya ucapkan barusan.

Tia menatap gusar anaknya, justru cowok itu biasa saja.

"Leon ... kamu yang bawa dia ke sini loh, walaupun atas permintaan mama. Tapi kamu harus tanggung jawab dong!"

"Eh, gak usah Tante. Grana bisa balik sendiri kok, makasih Tan udah diizinin main ke sini." Grana menyela pembicaraan mereka, lalu ingin menyalami Tia.

Just Bad Girl [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang