Gue gak tau, sampai kapan gue akan tetap bertahan. - Michel Granata Adisty.
***
Cewek yang mengenakan sweater rajut merah muda itu berjalan berdua keluar dari lapangan, bersama Gerry. Matanya menatap seorang cowok yang sangat ia kenali, begitu pula Gerry yang ikut menaikkan sebelah alisnya melihat Leon menatap mereka berdua.
"Loh, kok kamu gak anterin kakak, Le?" tanya Gabriel, dengan tatapan bingung.
Leon tak mengindahkan pertanyaan itu, dengan lembut ia menarik lengan pendek Gabriel dan membawanya masuk ke mobil. Tentu Gerry menatap Leon tidak suka, ia juga menarik lengan Gabriel agar tidak jadi masuk.
"Ngapain Lo tahan tangan dia?" tanya Leon sinis pada Gerry, temannya sendiri.
"Dia mau pulang bareng gue!" sarkas Leon.
Gabriel pun hanya menuruti arahan Leon, dengan menatap sedikit iba pada Gerry.
"Kayaknya, aku bareng Leon aja deh Ger. Gak apa-apa, kan?" sela Gabriel, yang kini sudah duduk di bangku mobil Leon karena Gerry melepaskan cekalan itu.
Ingin sekali Gerry meninju wajah Leon kalau cowok itu bukan temannya, ia mendengus kesal. Dengan senyum kecut yang ia tunjukkan pada Gabriel, kemudian menepuk pundak Leon dan pergi dari sana.
"Hati-hati, Ger!" teriak Gabriel, diacungi jempol oleh Gerry tanpa memutar tubuhnya.
Leon tidak masalah dengan teman setimnya itu, ia memang tahu kalau Gerry suka sama Gabriel.
Dengan langkah besar, cowok berhidung mancung itu menutup pintu mobil bagian Gabriel masuk lalu berjalan berputar dan masuk ke tempat sopir duduk di sana.
"Pasang sabuk pengamannya," ujar Leon, membuat Gabriel menanggapinya dengan tersenyum.
"Le, aku mau tanya." Leon menatapnya dengan mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa kamu gak bisa bersikap sedikit lebih baik sama kak Grana?" tanya Gabriel dengan tatapan sendu.
Padahal, ia ingin melihat Grana bahagia dengan Leon. Karena ia tahu, jika kakaknya sudah sejak lama suka sama cowok yang selalu perhatian dengannya selama kurang-lebih dua tahun ini.
"Karena gue gak suka dia," jawab Leon spontan, tanpa bertanya lebih dulu pada hati kecilnya.
Gabriel mendengus dingin, ia harap dengan menyatukan Leon dengan kakaknya bisa menjadi alat untuk minta maafnya pada Grana selama ini.
"Tolong dong Le, sedikit aja bersikap yang selayaknya sama kak Grana!" Leon merasa sedikit aneh.
"Tapi gue gak pengen," elak Leon, kemungkinan sedang berbohong.
Mungkin mulutnya selalu berkata tidak namun, bagaimana dengan hatinya? Apa ia yakin mengatakan hal tersebut, padahal hatinya selalu menjawab lain.
"Aku minta tolong ya Le, buat aku yah. Tolong kamu sedikit lebih baik sama kakak, selama ini ia tidak pernah bahagia ... " Leon tertarik mendengar penuturan Gabriel, sepertinya ada yang harus ia ketahui.
"Dia selalu terlihat baik-baik aja, dia kelihatan seneng kok. Kamu yang selalu tersiksa karena dia," balas Leon.
Gabriel menggeleng cepat, ia yang menyebabkan Grana tidak bahagia. Ia dalang dari semuanya, namun ia terlalu takut untuk jujur apa adanya tentang kebenarannya.
"Dia gak pernah bahagia Le, dia selalu dibenci dan selalu tersakiti. Aku harap, kamu bisa lakuin itu buat aku ya?" Gabriel meneteskan air matanya, membuat Leon berpikir-pikir lagi.
"Tapi dia dibenci karena ulahnya sendiri Gab, dia sombong." Leon mulai mengutarakan apa yang ia lihat, tetapi bukan dari pandangannya. Melainkan, pandangan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Novela Juvenil"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...