Awal yang baik atau akhir yang buruk? - Michel Granata Adisty.
***
Cowok berjaket hitam itu lewat begitu saja di depan kedua orangtuanya, dengan ekspresi datar dan wajah agak murung. Tia yang mengamatinya sampai Leon Na tangga mulai bertanya-tanya dalam hati, mengenai mengapa cowok itu tak seperti biasanya walaupun memang sejak Grana sakit ia sering diam dan jarang bicara.
"Anakmu kenapa, Mah?" Doni bersuara sembari membaca koran.
Tia yang tadinya mengamati tubuh Leon menaiki tangga, beralih menengok suaminya.
"Anak Papa juga ... " Doni tersenyum kecil. "Kira-kira mama samperin Leon gak ya Pah?"
Bukannya menjawab, Doni hanya mengangkat bahu dengan wajah acuh karena saking asyiknya membaca berita yang ada di koran itu. Sontak membuat Tia cemberut, dengan keadaannya itu Tia naik tangga mengejar Leon.
Tidak seperti biasanya memang bahkan, sampai Tia saja belom sempat menanyakan kenapa anaknya waktu itu sampai tak pulang ke rumah hingga sebulan lebih. Dan ia duga, sepertinya keadaan Leon juga dipengaruhi karena keadaan Grana yang tak kunjung membaik. Karena juga ia dan suaminya sudah tidak berkunjung ke rumah sakit dua minggu lebih, jadi belom tahu keadaan Grana sekarang bagaimana.
Pintu kayu itu terkunci, padahal sejak kecil Leon tak pernah yang namanya mengunci pintu kamar. Apapun itu, karena ia tahu jika anaknya mengijinkan dirinya masuk kapan saja.
Tok! Tok! Tok!
Ketokan pertama, hingga Tia menunggu beberapa menit belom juga ada balasan. Membuatnya harus mengulanginya lagi, hingga akhirnya batang hidung Leon kelihatan di depannya.
"Iya Mah?" Tampak lesu dan menyimpan banyak sekali yang ingin di ceritakan, Leon menanggapi mamanya.
Tia hanya tersenyum sekilas, lalu mulai mengusap lembut pipi anaknya yang sudah beranjak dewasa ini.
"Mama boleh masuk sebentar, Mama mau mendengarkan ceritamu kalau kamu izinkan?" tanya Tia sangat lemah lembut, tanpa menjawab akhirnya Leon mengangguk pelan.
Seorang anak dan ibu itu masuk kamar, Leon hanya menutup pintunya tanpa dikunci.
Mereka duduk di sofa dekat ranjang Leon, karena tentunya kamar cowok itu sangat luas. Karena memang mereka adalah keluarga terpandang dan mestinya memiliki cukup banyak harta duniawi, sudah tidak kaget.
"Bentar Mah." Leon bangkit dan mencopot jaketnya, lalu kembali duduk dengan setelan kaos hitam dan celana selutut.
Sebelum cowok itu mulai berbicara, helaan napas yang terdengar sangat berat di telinga Tia. Sungguh, ingin rasanya dari kemarin ia memeluk anak satu-satunya itu. Tetapi ia juga yakin, kalau Leon sudah besar dan mampu menghadapi masalahnya sendirian.
"Mama pengen tau kemana saja Leon kemarin?" Dengan suara beratnya, yang menandakan ia kurang tidur dan seperti lemas.
Mamanya itu tersenyum tipis untuk yang entah ke berapa, menanggapi putra kesayangannya ini. "Kalau kamu izinkan, mama mau dengar karena mama memang ingin tahu Sayang."
Matang-matang ia pikir, lalu menunduk berat di hadapan sang mama.
"Leon nyelametin Grana Mah, dan panjang ceritanya." Terlihat sangat frustasi, Leon memberi jeda omongannya. "Grana udah bangun Mah, dia udah enggak koma lagi."
Mendengar kata terakhir Leon, Tia langsung membulatkan matanya. Berita itu adalah berita yang ditunggu-tunggu, membuatnya langsung memegang kedua tangan Leon.
"Beneran Sayang?" Leon mengangguk. "Leon cerita di rumah sakit aja ya, kita jenguk Grana sekarang juga."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Teen Fiction"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...