[12]

361 35 0
                                    

Mungkin ini luka baru yang akan nyiksa gue, tapi ... gue harap, ini bisa buat gue terasa hidup dengan rasa sakit. - Michel Granata Adisty.

***

"Ekhem!"

Dua orang yang saling berhadapan itu menengok ke sumber suara, tentu saja mereka kaget dan sangat terkejut. Namun, itu membuat Gabriel sedikit tersenyum. Karena mungkin ini waktu yang tepat untuk menyatukan mereka, ia menatap Grana yang tengah berjalan ke arah mereka dengan muka datar.

Leon mundur satu langkah, melepaskan cekalan tangannya dari pundak Gabriel. Ia mulai memperhatikan setiap langkah cewek itu, Grana tak ingin menatapnya.

"Lo kira gue seneng?" decih Grana, yang masih dengan keangkuhannya.

"Kak, mau yah pacaran sama Leon? Tolong Kak, buat aku ya. Aku mohon!" Gabriel menyatukan telapak tangannya memohon, dengan muka melas habis nangis.

Lantas, Grana berdecak berkali-kali. Pacaran karena permintaan dia?

Cowok itu menautkan kedua alisnya, setia memperhatikan tingkah Grana. Dari mulai mimik wajahnya dan sikap seolah baik-baik saja, ia menggeleng dalam hati.

"Lo jadi pacar gue sekarang juga!" Leon menyela, membuat Grana menatapnya semakin tajam dari biasanya.

Dih, semudah itu? Grana terkekeh licik, apa cowok itu sudah bodoh. Iya, bodoh karena menembaknya karena suruhan dan permintaan konyol Gabriel yang mempermalukan Grana.

"Mau ya Kak? Tolong Kak, aku tau Kakak ... " Grana lebih dulu menyela.

"Apa?" Gabriel menunduk kala Grana terdengar sedikit membentaknya, ia meneteskan air mata lagi. "Apa untungnya buat Lo, gue harus pacaran sama ini cowok? Bukannya Lo suka sama dia? Gak usah sok rela ngorbanin perasaan Lo demi gue, Lo pikir gue suka sama dia? Ogah," lanjut Grana, dengan memaki Gabriel secara tidak langsung.

Leon menarik Gabriel di sampingnya, agar cewek itu tidak diapa-apain oleh Grana.

Grana lagi-lagi tersenyum miris, segitunya mengkhawatirkan seorang gadis yang sangat polos di mata cowok itu.

"Turutin permintaan dia, Lo gak bisa nolak! Lo pacar gue, mulai sekarang!" Leon dengan lantang mengatakan hal tersebut, lantas Grana menggeleng heran.

"Segitunya Lo sama cewek polos ini, Leon. Yah, kenapa kalian gak jadian aja? Lo saling suka, kenapa gak pacaran aja sih. Ribet amat," ujar Grana, hatinya kini mungkin bisa dibilang sakit tapi tak berdarah.

Di depan mata kepalanya sendiri, ia menyaksikan betapa cowok yang ia sukai mengkhawatirkan cewek lain. Dan cewek itu saudaranya sendiri, orang yang telah membuat hidupnya penuh dengan mendung. Kapan pelangi akan muncul, ia sudah tak yakin cahaya akan hadir.

"Lo tuli sama omongan gue barusan? Sekarang Lo pacar gue, gak ada tolak-menolak!"

***

"Shhht! Kayaknya dari tadi ada yang nguping deh Roy, noh!" Dengan tanpa bersalahnya, Rehan menunjuk arah Nasya yang tengah sembunyi di balik pintu untuk memberitahu pada temannya itu.

Tentu, cowok berbulu mata lentik itu mengikuti arahan Rehan. Seperti kebiasaannya, ia selalu dengan tatapan datar.

'Cewek itu lagi'

"Kerjain yuk Roy? Noh malah senyum-senyum sendiri, kesambet tuh anak!" Rehan tertawa renyah melihat tingkah Nasya yang tak sadar jika mereka telah melihatnya nguping.

"Buang-buang waktu, Lo diem di sini. Biar gue urus dia," balas Roy, membuat Rehan kecewa mentah-mentah.

Cowok yang terkenal banyak bicara itu mendengus kasar, ia hanya memperhatikan langkah Roy yang mendekati Nasya.

"Lo gak ada kerjaan?"

"Eh ... Roy?" Tanpa malu, Nasya malah nyengir. Seakan dirinya tidak bersalah berada di sana, sambil menggosok sikutnya yang tak gatal. Ia bingung mau ngomong apa, nah kan, salah tingkah.

Roy menatapnya tanpa ekspresi, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana abu-abunya. Cool dan tampan, bagaimana Nasya tidak kagum? Orang cowok itu selalu terlihat menarik untuk dipandang, sayang ... barang bagus.

"Anu Roy ... itu loh, apa sih?" Nasya kesal dengan dirinya sendiri, sesewot itukah dia?

Nasya merutuki dirinya sendiri, kenapa bisa sampai ketahuan sih. Apalagi, kenapa kata-kata yang sudah ia susun rapi buat disampaikan pada cowok ini sejak kemarin langsung lenyap seketika. Ya gini, efek berhadapan sama gebetan. Mainnya, deg-degan terus.

"Gak jelas!" Dengan ketusnya, Roy sedikit menggores hati Nasya. Namun, itu bukan masalah bagi cewek centil bin cerewet ini.

"Eh ... Nasya, Lo cakep deh Sya. Weh, kalau si Roy gak mau sama Lo, sama gue aja deh. Gue terima dengan ikhlas lahir batin!" Rehan tiba-tiba datang dengan PD-nya main nyericos saja.

Tak ingin membuang waktu yang berharga ini buat belajar, Roy berbalik dan membiarkan kedua manusia itu berargumen.

"Ishhh, Lo apaan sih Han? Tuh kan, si Roy ngambek. Ishhh, tanggung jawab dong!" Nasya sebal, ia mencubit perut Rehan dengan kesal. Membuat cowok itu meringis kesakitan, tega-teganya mencubit perut miliknya.

"Lo lucu banget deh Sya, pengen tak cium eh ... tak potong itu usus," balas Rehan, dengan cengengesan.

Lagi-lagi Nasya mencubit dan berulang mencubit serta menggelitik tubuh Rehan, ia kesal. Bisa-bisanya cowok itu membubarkan PDKT-nya denagn Roy.

"Aduh ... bwahaha, eh Sya! Weh ... stop dong weh, ini awww Sya! Weh, Sya! Gue gak bisa napas nih, aww! Sya!" Nasya belum puas dengan kejailannya pada Rehan, salah siapa merusak suasana.

"Rasain tuh, emang enak!" Nasya kembali ke kelasnya, dengan tak lupa melirik Roy yang duduk di tempatnya. Ia melihat lewat jendela, terlihat Roy sedang membaca.

Duh, Roy memang terkenal cowok dingin dna pendiam. Tetapi, dia adalah murid pintar. Salah satu anak jurusan IPS yang selalu dapat juara pararel 1 adalah dia, hebat. Berulangkali mewakili sekolah untuk mengikuti lomba mapel sejarah, dan pastinya sangat idaman. Tetapi meskipun demikian, ia tak peduli. Kadang, iaa hampir tak mau disuruh lomba kalau bukan karena paksaan guru dan ia sekolah dengan gratis.

"Calon cowok nih!" Dengan percaya diri, Nasya melambai pada Roy walaupun hanya ditanggapi dengan lirikan sinis.

***

Enjoy ya readingnya😹 bahasa campuran nih wkwk

Just Bad Girl [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang