Gue pengen Lo mencintai, tapi tulus dari hati. Bukan karena paksaan orang lain, nyesek tau gak! - Michel Granata Adisty.
***
Pagi ini, sekolah diributkan dengan ulah anak kelas X yang pada melabrak kelas XI. Ada-ada saja memang, entah karena apa sampai seberani itu. Grana, yang notabenenya sangat bisa mengancam mangsanya, kini tengah berlari dari lantai 3 menuju lantai 2 kelas XI. Kebetulan ia berangkat pagi, walaupun tidak terlalu pagi.
Beberapa murid cewek tengah mengerubungi ruang kelas paling samping itu, tanpa minta izin, cewek tomboi itu menerobos seketika. Teriakan-teriakan tidak suka mereka lontarkan pada Grana,namun cewek itu tidak terpengaruh. Dengan sigap, ia memisah dua cewek yang sedang bercek-cok itu.
"Woy! Ini sekolah, tempat belajar bukan ribut. Bubar Lo Lo pada, ini bukan tontonan!" teriak Grana, menunjuk memutar gerombolan cewek yang menatapnya tak suka dan ada yang takut. Terutama, untuk kelas X.
"Huuuu!" Sorakan mereka, namun dengan segera pada bubar. Membuat Grana berdecih pelan, lalu memisahkan kedua adik kelasnya tersebut.
Keadaan kedua cewek itu sudah lusuh, pada saling menjambak rambut dan mencakar kulit dengan kukunya masing-masing.
"Heh! Berhenti, ini sekolah. Kalo mau baku hantam sono di tempat tinju, biar ada wasitnya. Heh!" Dengan sangat sarkas, Grana memisah kedua cewek itu. Meskipun ia sedikit tergores lengannya, akibat terkena cakaran salah satu dari mereka.
Keduanya masih saling bertatapan tajam, ada-ada masalah anak zaman sekarang. Kalau bukan karena cowok, pasti karena hutang. Kalau tidak ya iri-irian, juga kadang karena penghianatan.
"Diem Lo pada!" bentak Grana, rambutnya kini ikut acak-acakan karena meredakan emosi keduanya. Sangat sulit sebenarnya ia sendirian namun, itu tak masalah baginya. Kebenaran harus ditegakkan, bagaimana bisa ada yang berangkat malah dijadikan tontonan? Sudah seperti itu, malah pada saling menyoraki.
"Rani Dwi S. Itu nama Lo? Lo kelas X kan, hebat banget nyali Lo sampe berani labrak kakak kelas?" Grana terkekeh sinis,seraya membaca name tag di baju OSIS cewek bertubuh pendek itu.
"Emang apa bedanya, gue gak peduli mau kakak kelas kek, orang tua sekali pun kalau dia udah salah apa harus dihormati?" balas cewek itu, dengan ganas
Sepertinya Grana butuh kejelasan, cewek yang ada di belakangnya menatap Rani tambah dingin. Dengan siaga, Grana menahan lagi lengan cewek itu. Ia sudah menebak siapa yang salah, namun itu bukan urusannya. Dia hanya ingin warga sekolah antar siswa-siswi tidak ada permusuhan, walaupun ia selalu punya musuh.
"Sebenarnya gue gak peduli apa masalah kalian, karena itu bukan urusan gue. Tapi apa gak bisa, selesaiin dengan kepala dingin. Gak usah kek gini, norak tau gak. Sekarang mending kalian kembali ke kelas, dan kalau sampai gue denger atau lihat kalian berantem lagi. Gue bakal lapor ke Bu Melly!" Dengan sangat lihai, Grana mengancam mereka. Walupun ia tak yakin setelah ini tidak akan ada pertengkaran lagi, yang penting ia sudah berusaha.
Rupanya, siswi yang berada di belakang Grana nurut tetapi ia masih tidak terima.
"Gak usah ikut campur deh, dia udah nuduh gue rebut cowoknya." Cewek itu melangkahi Grana dan mendorong tubuh Rani dengan kasar, untung saja Grana siap menahan mereka.
"Gue bukan ikut campur, gue udah bilang itu bukan urusan gue. Tapi gue cuma mau ngelerai, bukan ikut masuk ngurusin masalah kalian. Lo kira gue gak sayang sama waktu gue? Dah deh, Lo Rani ... " Cewek bernama Rani itu, menatapnya intens. "Balik kelas!" perintah Grana, membuat siswi itu mendengus kesal.
"Urusan gue belom kelar, PHO!" ujar Rani dengan penuh penekanan di setiap katanya.
Siswi yang kini tengah ditahan oleh Grana itu menghentakkan kakinya geram, matanya pun memicing. Grana melihatnya saja kasihan, hanya karena cowok sampai segitunya. Dia saja tidak seberani itu, hanya mampu berpura-pura benci dan memandang dari kejauhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Teen Fiction"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...