Suara dentuman alat makan dan sesekali terdengar tawa mengisi ruangan yang baru saja gadis SMA bernama panggilan Grana. Gadis tadi tak memperdulikan tatapan sini seisi ruang makan ketika ia lewat, kecuali adik kembarnya.
Kini tatapannya tertuju pada pintu utama rumah, pagi ini ia tak mau datang ke sekolah terlambat lagi. Jika ditanya kenapa dia tak sarapan, maka jawabannya adalah gak perlu. Karena dia gak ada jatah makan waktu pagi, kedua orangtuanya pun tak peduli.
"Grana!!" panggilan dari dalam membuat langkah Grana terhenti, ia kenal suara itu.
Gadis berusia 15 tahun itu memutar kepalanya, ia tak terkejut jika mamanya sedang menatapnya tajam.
"Apa, Ma?" tanya Grana datar.
"Gak sopan ya gak pamitan sama orang tua, mau saya tampar lagi kamu?" Risma menatap tajam dan menunjuk wajah Grana dengan jari telunjuknya.
Grana menghela nafas kasar, ia muak dengan perkataan mamanya yang selalu diulang-ulang tiap hari.
"Ya udah ... Grana pamit, Mah." Grana berniat menyalami tangan mamanya, namun ditepis oleh sang empu.
"Gak. Jangan sentuh saya! Gak sudi saya disentuh anak kayak kamu!" maki Risma.
Dari tatapan Grana, terlihat jelas ada banyak luka di sana. Apalagi sekarang, mamanya sendiri yang mengucapkan kata-kata menyakitkan itu. Tetapi, dia sudah terlalu kuat. Hingga air matanya pun tak sudi diperlihatkan di depan wanita yang selalu menghancurkan hatinya ini.
"Gimana sih maunya Mama? Grana gak pamit ditanyain kenapa gak pamit, sekarang giliran Grana mau pamit malah gak mau?" Grana terlihat capek, iya dia sangat capek menghadapi sikap mamanya sejak dulu.
"Grana capek Ma, Grana mau berangkat ntar telat." Gadis itu menarik kembali uluran tangannya, lalu berbalik ingin melangkahkan kakinya.
Namun, tiba-tiba rambutnya terasa dijambak dari belakang.
"Akhhh ... sakit!!"
"Denger ya, kamu gak usah sok-sokan mau salaman sama saya! Kamu itu pembawa sial, kalau saya bersentuhan sama kamu ... saya bisa kena sial. Denger?! Risma menghempaskan jambakkannya dari rambut Grana membuat remaja itu lagi-lagi merintih kesakitan.
Grana tak berniat membalas ucapan mamanya tadi, ia sibuk menahan air matanya yang hampir luruh. Kepalanya terasa nyeri, jambakkan Risma begitu kuat.
Sebelum menutup pintu, Grana menatap mamanya dengan senyuman. Rasanya, senyum itu begitu sakit. Ah, tidak begitu sakit. Grana sudah sering saki selama ini, senyum itu cukup menutupi luka fisik juga batin dalam dirinya.
Grana cewek kuat, ya kali nangis cuman dijambak mamanya. Orang dipukul papa aja gak nangis kok, ya kan diri gue?
Grana bermonolog dalam hati, meskipun ia tak yakin dengan kata hatinya. Dipikir-pikir, ternyata gue semalang itu ya.
Sekolah ...
Beberapa anak tangga sudah Grana lewati, kelas X IPS 2 sudah dihadapannya. Namun, baru saja ia ingin melangkah masuk ke dalam, ada yang memanggilnya dengan berteriak dari arah ujung koridor.
Grana menyipitkan matanya, rupanya cowok itu yang memanggilnya.
Tak lama kemudian, Gerry berlari menuju Grana dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Ngapain Lo manggil gue?" tanya Grana dengan tatapan sinis.
Merasa nafasnya sudah stabil, Gerry berusaha menjelaskan tujuannya pada gadis dihadapannya ini.
"Gue butuh bantuan lo buat nolongin Leon, dia di keroyok." Cowok itu terlihat terburu-buru, karena takut teman karibnya kenapa-kenapa jika ia telat. "Lo kan jago berantem, Na. Tolongin dia ya!"
Grana berfikir dahulu, namun Gerry lebih dulu menarik tangganya dan mengajaknya berlari menuruni anak tangga.
"CK! Lemah banget sih jadi cowok, lepasin tangan gue!"
"Cowok kek batu gitu ngapain dikeroyok? Emang dia punya musuh? Dasar cowok gak jelas!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Teen Fiction"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...