Aku bukan berhenti terluka ataupun mulai bahagia, mungkin Tuhan kita yang mengakhiri semuanya.
***
Hari ini, seharusnya ia senang. Detik ini juga, Grana harus merasa bahagia. Tetapi mengapa, disaat yang seperti ini telinganya masih mampu berkhayal jika cowok itu memanggil namanya.
"Kamu kenapa Dek, apa ada yang ketinggalan?" Daren mengamati raut wajah adiknya, yang masih berdiri di antara kursi penumpang lain yang tak jauh darinya.
Grana masih menoleh ke belakang, untuk kali ini rasanya benar-benar nyata. Seperti namanya berulang kali dipanggil oleh Leon, ah ia benar-benar tak menyangka dengan isi kepalanya.
"Enggak, itu cuman kuping gue aja kali." Grana bergegas jalan menuju tempat duduknya dengan Daren, namun baru berapa langkah, telinganya kembali berdengung. "Apa ini bener ya?"
"Permisi!"
"Ayo cepetan, gue pengen duduk!"
Karena posisi Grana menghadang mereka yang akan lewat, beberapa penumpang memprotesnya. Hingga cewek itu akhirnya berjalan lebih dulu dan mendudukkan bokongnya di samping Daren.
"Tuh kan diprotes, lagian ngapain tadi hmm?" Daren ngomel sambil mengenakkan posisi duduknya.
Grana diam, ia menggeleng pelan. Isi kepalanya sedang diisi oleh cowok yang pernah sangat berarti dalam hidupnya itu.
"Ya udah, tenang aja. Berdoa, semoga selamat sampai tujuan." Grana mengangguk kecil, Daren menatapnya dengan senyuman.
Dalam benak gadis itu, masih berharap bahwa Leon akan datang. Karena apa yang ia dengar tadi tak mungkin salah, ia mendengarnya secara sadar.
***
"Para penumpang yang terhormat, selamat datang di penerbangan Garuda Indonesia - Jepang, sebelum lepas landas kami persilahkan kepada Anda untuk menegakan sandaran kursi, menutup dan mengunci meja-meja kecil yang masih terbuka dihadapan Anda, mengencangkan sabuk pengaman, dan membuka penutup jendela. Selamat menikmati penerbangan ini, dan terima kasih atas pilihan anda untuk terbang bersama kami."
Suara petugas itu sudah mengisi awak pesawat, waktunya take off saat ini.
Leon, posisi cowok itu berada di depan pintu masuk pesawat. Seorang pramugari berjalan ke arahnya untuk menutup pintu, kini wajahnya panik karena belum bertemu Grana.
"Gawat, gue harus ketemu Grana."
Tanpa basa-basi tentunya, Leon berlari di tengah awak pesawat membuat dirinya diperhatikan oleh para penumpang.
"Grana!" Leon menepuk pundak salah satu cewek dari samping, ternyata bukan gadisnya. "Maaf, salah orang." Ia meminta maaf.
"Akhh, Grana! Na!"
Cewek yang merasa terpanggil itu sedikit aneh, ia menoleh ke belakang. Lalu berdiri, matanya terkejut.
"Leon?" Ia terdiam, hanya menatap langkah besar cowok itu yang berlari ke arahnya.
Daren yang mendengar ucapan adiknya ikutan berdiri, memastikan.
"Na! Jangan tinggalin gue!" Tak peduli bahwa ia sekarang menjadi sorotan publik, yang terpenting adalah Grana sekarang.
"Leon, Grana harus sama gue!" Daren menarik Grana yang masih kaku, ia tahu jika adiknya pasti berat dalam hal ini. "Nanti gue main di akhir tahun," ujar Daren. "Gue janji bawa Grana ... kalo dia mau."
Leon menggeleng cepat, matanya terpejam sebentar. Tak terasa, kedua matanya meneteskan buih air. Itu sangat tulus, akh.
"Jagain Grana, Bang." Dengan gentle Leon menepuk pundak Daren, ini sangat berat. "Na," panggilnya.
Grana menatap kosong Leon, ia juga menangis. Bagaimana tidak, ini sungguh menyakiti hati keduanya.
"Gue sayang Lo, i'll be here waiting for you, or I'll pick you up later. I promise Baby," ujar Leon menyentuh pucuk kepala Grana. "Please take care of your heart for me, yes Dear?"
Senyuman kecil terukir di bibir Grana, walaupun perih dan menyiksanya.
"I promise, Leon."
"Mohon maaf Tuan, anda bukan penumpang pesawat ini kan? Dimohon untuk segera keluar, karena penerbangan akan segera dilaksanakan." Seorang pramugari menyela pembicaraan mereka, membuat mereka langsung menoleh dan saling memandang satu sama lain.
"I love you, Na." Kata terakhir dari mulut Leon, setelah itu ia berbalik. Dengan langkah begitu berat, ia menjauh dan pergi dari tempat Grana.
Mereka tak tahu, apakah kekuatan cinta keduanya akan bertahan lama. Sedangkan nanti mereka akan menemukan orang-orang baru di sekitarnya, rasanya begitu sulit untuk dibayangkan.
Lagipula, Grana sedang tak ingin memikirkan cinta. Tetapi ia tak bisa juga, hatinya selalu memuja nama Leon. Cowok yang sudah bertahun-tahun menempati hatinya, dan sekarang dipatahkan oleh keadaan dan takdir.
Atau, mungkin memang tak dir mereka dipisahkan. Pisah belum tentu tidak bisa bersatu kembali kan?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Teen Fiction"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...