Perilakumu menunjukan seolah-olah peduli, namun apakah itu tulus dari hati? - Michel Granata Adisty.
***
Gerry, Leon dan Roy yang juga baru saja masuk lapangan karena akan ikut bertanding besok. Mereka sangat lihai mempermainkan bola basket, mengopernya dan memasukannya ke dalam ring. Terus berulang-ulang, latihan dengan teknik dan terus mengulanginya.
"Roy! Ayo Roy! Uwuw Lo cakep banget Roy, Leon juga wei Leon semangat!" teriak Nasya heboh sendiri, bukannya duduk tenang seperti yang Grana lakukan.
"Lo lebay banget," sindir Grana, Nasya malah nyengir tak berdosa.
"Yee, kan biar mereka semangat. Eh, Lo gak pengen gitu nyemangatin si Leon?"
Grana mengangkat kedua alisnya.
"Buat apa? Gak sudi," balas Grana, masih menatap lapangan yang kini tim basket sedang latihan.
Nasya mengangkat kedua pundaknya, dia tidak percaya. Ia tahu, Grana memang menyukai Leon tetapi tidak pernah mau mengakuinya.
"Mending Lo beli air mineral deh Na," saran Nasya, punya rencana.
Grana menoleh sejenak, berpikir.
"Lo nyuruh gue?" tanya Grana datar, tak berekspresi. Di sambut Nasya dengan cengengesan.
"Bukan gitu, gue bisa beli sendiri kan. Eh, nanti Lo kasih ke Leon biar dia seneng," ceplos Nasya.
Memberi air minum pada Leon? Apa iya, ia akan melakukan itu?
Ingin, Grana sangat ingin bisa di samping Leon saat cowok itu selesai latihan. Ia ingin sekali menyemangati, ia ingin menjadi seorang yang bisa membuat Leon tidak ketus lagi.
Grana menatap kosong arah lapangan, pandangannya mengeblur.
"Gue gak seberani itu Sya, gue pengecut. Cukup bisa lihat dia dari sini aja gue seneng, itu banyak cewek yang udah pada naruh air minum kan?" Nasya mengerti, temannya ini memang selalu begitu.
Baginya, berada di sekitar orang yang ia sayangi adalah kebahagiaan disisa umurnya. Berkali-kali ia ingin melupakan, namun itu mustahil. Karena apa? Mereka selalu bertemu, mereka selalu dipertemukan dalam satu lingkungan. Bagaimana dia bisa melupa, kalau takdir saja mempermainkannya.
"Tapi gue kok kayak ngerasa aneh setiap Leon natap Lo Na, kemarin gue lihat dia merhatiin Lo pas di koridor. Terus ... kapan ya, waktu itu juga gue lihat dia merhatiin Lo sambil senyum. Yah ... walaupun dikit sih," jelas Nasya, menceritakan apa yang ia lihat dari waktu lalu.
Grana sedikit tersenyum manis namun sesegera mungkin ia menutupinya dengan ekspresi datar, ada rasa senang saat mendengar penuturan Nasya tersebut. Namun, saat seperti ini ia akan kembali berharap. Yah, berharap yang tidak pasti.
"Mungkin bukan lihatin gue, cewek-cewek di sini masih banyak kali. Gue mah apa atuh, ya dah deh pulang yuk!" Grana berdiri lebih dulu, dan menarik tangan Nasya.
"Loh kok pulang, Na? Kan baru aja selesai, gue pengen kasih tisu sama Roy, Na!" sewot Nasya tidak terima dengan Grana yang mengajaknya pulang.
Sebenarnya Grana ingin berlama-lama di sini memperhatikan Leon yang sedang latihan, namun ada satu pemandangan yang membuatnya terluka. Yah ... Gabriel berdiri di sisi lapangan sambil membawakan handuk kecil dan sebotol air mineral dingin. Leon juga terlihat tersenyum kecil menerima dengan senang pemberian cewek itu.
Sekilas, Grana dapat menatap Leon yang kebetulan juga menatapnya. Ada debaran itu lagi tetapi, dengan segera ia menetralkannya.
"Pulang, Sya!" punta Grana, Nasya langsung menengok ke belakang. Pantas saja sahabatnya ini ingin pulang, ia tahu pemandangan itu menyakitkan bagi Grana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Roman pour Adolescents"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...