[31]

293 31 0
                                    

Hari ini, sedang kosong. Seperti perasaanku, yang tak tau sedang merasa bagaimana. - Michel Granata Adisty.

***

Seminggu berlalu gadis ini lewati tanpa perhatian seorang Leon, cowok itu seakan sudah tak mengenali dirinya. Mereka seringkali tak sengaja berpapasan tetapi, yang dilakukan hanya saling menatap kosong lalu pergi tanpa pamit dan satu kata pun terucap. Mereka bagaikan orang asing, seperti tak pernah kenal sebelumnya.

Tetapi semua itu tidak bagi Grana, gadis muda ini selalu merasa kalau Leon ada di dekatnya. Entah mengapa, namun perhatian kecil dapat dirasakan oleh ya tanpa harus berinteraksi langsung dengan Leon.

Di sini, Grana menatap cowok yang tengah memainkan bola basket di lapangan belakang sekolah. Wajah cowok itu dipenuhi keringat yang menetes di dahinya, tetapi masih semangat memasukan bola ke dalam ring.

Grana mendengus, kakinya selalu ingin beranjak. Tetapi tidak dengan hati dan matanya, yang selalu ingin menyaksikan seseorang itu.

"Gak penting juga gue di sini," cetus Grana. Ia memperhatikan sekeliling, tak ada orang lain. Tanpa berlama-lama, ia langsung berbalik dan akan pergi dari sana.

Sudah hampir setengah jam ia memperhatikan Leon latihan, walaupun di balik tembok tetapi ia masih nyaman.

Perasaannya masih sama, tetapi tidak dengan tubuhnya. Sekarang ia gampang sakit perut, kadang sampai sangat nyeri. Ia tak tahu, seberapa lama lagi akan bertahan. Karena menurutnya, obat yang diberikan oleh papinya Nasya sudah tak begitu bereaksi menangkal sakitnya.

Di lorong kelas XI, Grana dengan santainya lewat begitu saja walaupun banyak sekali adik kelas yang memperhatikan. Tak peduli, toh! Ini bukan jalan mereka, melainkan jalan untuk siapa saja.

Tiba di kelas, Grana tak melihat kehadiran guru. Mungkin kelasnya juga sedang jam kosong. Ia mendudukkan bokongnya di kursi panjang depan kelas, karena dirasa bosan.

"Na?" Seperti biasa, cewek bersuara cempreng itu nyengir saat baru keluar dari kelas.

"Apa?" Grana terdengar lemas, atau bisa jadi malas.

Nasya ikut duduk di sebelah Grana, tak lupa di tangannya ada dua plastik kripik cemilan. Grana langsung menyahut satu plastik kripik singkong itu, dan membukanya.

"Yee diambil, tapi gapapa kok." Nasya nyengir lagi. "Lo dari mana aja, Na?" Nasya mulai basa-basi.

Grana masih terus memakan kripik itu, seperti mengacuhkan pertanyaan Nasya barusan.

"Dari belakang sekolah," jawab Grana.

Nasya mengangguk-angguk mengerti, lalu memakan cemilannya lagi.

"Hubungan Lo, gimana sama Roy?"

Nasya langsung berhenti mengunyah, pertanyaan Grana mengingatkannya pada seseorang.

"Roy?" Grana mengangguk. "Gak tau, dia gak jelas kok. Kadang sok care, kadang gak kenal. Berasa digantungin gue Na, males jadinya. Gak pernah ngasih kepastian, gue sebagai cewek yang punya hai nurani ini ya Na, juga pengen dikasih kepastian bukan harapan eak ... " Nasya cemberut lalu sumringah.

"Lo mau curhat atau ngapain sih, Sya?" Grana heran, seraya memasukan kripik ke mulutnya.

Nasya nyengir lagi, membuat Grana benar-benar ingin menampol bibirnya.

"Hehe, nyeritain isi hati Na. Eh, sekarang Lo gimana sama Leon?"

"Kenapa gue sama Leon, kan tadi Lo sama Roy? Gue gak gimana-gimana lah," ujar Grana.

Untuk kesekian kalinya, Nasya kembali nyengir. Dan nyengirnya ini sangat lebar, seperti dia tidak merasa bersalah sama sekali.

"Cengar-cengir aja," sindir Grana.

Just Bad Girl [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang