[2[

542 57 2
                                    

Takdir tak ada yang salah, hanya kita saja yang kurang bersyukur. - Michel Granata Adisty.

***

"Cepet banget, gak ada yang ketinggalan kan?"

Gadis berponi itu mengangguk, dengan beberapa buku yang dipeluknya.

"Ya udah, ayo naik! Aku anterin pulang," ujar Leon. Sembari mengenakan helm pada gadis itu, yang sengaja ia bawa dua untuk Gabriel satu.

Gabriel langsung naik ke jok belakang motor Leon, motor sport biru tua itu. Sedikit kesulitan, namun Leon segera membantu Gabriel dengan tangannya.

"Siap, kan?" tanya Leon, menatap Gabriel di kaca spion motornya. Dan cewek itu mengangguk, sembari tersenyum ciut.

Motor Leon membawanya dan Gabriel keluar sekolah, di sini hadis bermata elang itu dapat menyaksikan semuanya. Grana, dengan segala sakit hati yang ada.

"Ck! Lemah banget sih gue, buat apa suka sama cowok kek Leon? Gak guna banget!" ketus Grana kesal, sembari menautkan alisnya.

"Woy, Na!" Grana mundur terkejut, Reno tiba-tiba menepuk pundaknya. Ya, cowok yang hobinya makan itu. "Maaf Na, Lo kaget ya?" lanjutnya dengan cengengesan.

Grana hanya berdecak, lalu menyalami Reno dengan salam persahabatan.

"Santai aja, gue duluan. Oh ya, kasih tau Roy kalau ntar malem gue mau balapan lagi. Suntuk gue di rumah," ujar Grana, menutupi kekesalannya.

Reno tampak berpikir sejenak, lalu mengangguk mengiyakan ucapan Grana.

"Oke siap, Na! Btw, uang ke rumah Roy dong!" Reno nyengir, sembari menyodorkan telapak tangannya di depan Grana.

Grana yang sudah mengerti maksud ini anak, langsung mengambil uang di saku bajunya.

"Nih, dua ratus ribu cukup, kan? Jangan kebiasaan jajan gak sehat, badan Lo udah kaya tong noh!" cetus Grana terkekeh, membuat Reno mengangguk malu-malu seraya menarik uang berian Grana.

"Hehe, siap Bu Bos!"

***

Tepat pukul 21.32 malam, Grana baru saja selesai mandi. Dipakainya kaos oblong sebagai atasan dilapisi dengan jaket jeans hitam, dan bawahan celana jeans warna senada. Tanpa mengikat rambutnya yang bergelombang indah itu, ia menatap jam wekernya.

"Pas, tiga puluh menit lagi balapan dah mulai!" ucapnya.

Kini pandangannya teralih pada ponsel di atas kasurnya, ponsel warna grey itu bergetar. Menandakan ada yang sedang menelpon, dengan malas ia mengangkatnya.

"Roy?"

'Lo jadi balapan, Na?' tanya Roy dari sebrang sana.

"Jadi dong, ada musuh kan?"

'Ada, tapi ini dari lawan lain!' balas Roy dengan suara keras namun, sama ketusnya.

"Oke, boleh dicoba." Panggilan terputus sepihak oleh Grana, dengan cepat ia menyambar kunci motor miliknya di atas nakas.

Satu persatu anak tangga Grana lewati untuk sampai di bawah, terpaksa ia lewat ruang keluarga. Sudah jelas di sana ada ketiga anggota keluarganya.

Dengan malas, Grana melewatinya begitu saja. Mungkin suara sepatunya dapat didengar oleh keluarganya namun, ia tak peduli mau dilarang atau enggak.

"Anak bodoh! Mau ke mana kau, malam-malam?" Suara besar milik orang yang sangat Grana kenali itu membuat langkahnya terhenti. Tanpa berbalik, Grana berdecak.

"Mau jadi cewek murahan? Dasar, anak gak punya harga diri!" Cukup menahan amarahnya, Grana kini membalik posisi tubuhnya. Menatap sengit seorang lelaki paruh baya di depannya, sakit hatinya kini tak bisa dibendung lagi.

Just Bad Girl [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang