Bukan untuk meninggalkan, hanya membagi jarak antara kenangan dan angan. - Michel Granata Adisty.
***
Tak terlalu pagi buta, Grana dan Daren sudah bersiap-siap mengemasi barangnya yang ditata kemarin. Daren juga sudah memamitkan adiknyabdari RS, karena kondisi gadis itu juga sudah pulih dan terlihat segar.
"Kita terbang jam berapa, Kak?" Dengan sengaja Grana menanyakan itu, siapa tahu disisa waktunya sebelum berangkat ke Tokyo bisa bertemu dengan Nasya dkk dan Leon. Ia merasa tak enak hati jika meninggalkan mereka tanpa pamit, karena mereka terlalu baik untuk ditinggalkan.
Pria berjas warna cream itu menoleh, lalu menjawabnya dengan suara berat.
"9 lewat seperempat, kenapa?" Grana menganggukinya, lalu menggeleng saat mendengar kakaknya menanyakan kenapa. "Udah beres semuanya, kamu tunggu di sini bentar. Kakak mau urus surat lainnya, nanti ada 2 bodyguard ke sini akan bantu bawa barang-barang kr mobil."
Dengan pasrah, Grana pun hanya berkata, "Iya" saja.
Daren keluar dengan langkah kaki terburu-buru, karena pada dasarnya ia tak mau ada siapa pun yang mengetahui keberangkatannya selain kedua orangtuanya.
Di sini, Grana duduk di sofa sembari terus berpikir. Ia takut jika menghubungi Nasya, nanti kakaknya marah karena ia sudah memberitahu orang lain.
"Ah gak apa-apa kali ya, kalau gue gak kasih tau Nasya ntar malah dia kecewa gimana?"
Setelah mantap akan menelpon Nasya, ia langsung mengeluarkan benda pipih itu dari tas punggungnya.
"Nah, ayo angkat Sya!" Wajah penuh harap dan bibir yang tak henti-hentinya menyebutkan nama Nasya.
"Kok udah gue coba sepuluh kali lebih keknya, gak diangkat? Apa tuh anak belom bangun kali, gak sholat subuh dia?" Grana menekuk wajahnya, padahal ia ingin sekali menyampaikan berita ini.
Mendengar langkah seseorang mendekati ruangan, ia segera memasukkan benda itu kembali ke dalam tasnya. Dan ternyata, suara itu berasal dari dua orang bodyguard kakaknya yang masih muda. Ia kira, mereka hanya beda 3 tahunan.
"Permisi Nona, kami bodyguard tuan Daren. Tolong biarkan kami membantu mengangkat barang-barang ini, terimakasih." Grana tersenyum kepada kedua pria berseragam hitam itu, tampaknya ia tak rakit dengan yang namanya penjaga kalau begini.
"Silahkan, oh ya. Nama kalian siapa?" Dengan berani-beraninya, Grana malah berbasa-basi dengan kedua anak buah kakaknya ini.
Kedua pria itu tampak gugup, mungkin karena mengagumi kecantikan yang dimiliki oleh adik tuannya. Auranya begitu positif, dan yang menambah mereka gugup karena Grana malah ramah.
"Saya, Aril, Nona." Salah satu dari mereka memperkenalkan diri, dan yang satunya lagi yang memakai bandana bergantian.
"Kalau saya, Tio." Agaknya dia cuek, tetapi Grana tak begitu menanggapinya.
Setelah mereka memperkenalkan diri, Grana hanya mengangguk. Sekarang dia kenal nama mereka, Tio cuek, dan Aril ramah.
"Oke, silahkan bawa barang-barang kami. Oh ya, Aril, Lo liat kakak gue gak?" Karena Tio begitu cuek, sehingga Grana lebih suka bertanya dengan Aril yang sepertinya orang yang mudah akrab dengan siapapun walaupun kelihatan badannya menakutkan. Biasalah, bodyguard memang harus berbadan besar.
"Tidak Nona, saya tak melihatnya. Katanya tadi saya dan Tio disuruh ke sini membantu itu saja."
Mendengar bahasa yang digunakan Aril begitu formal, sedikit membuat Grana tidak merasakan nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Teen Fiction"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...