Cara gue mencintai Lo itu simpel, cukup nyakitin diri sendiri. - Michel Granata Adisty.
***
Ingin melepaskan semua emosinya, cewek yang sedang naik motor sport itu sangat ugal-ugalan di jalan. Membuat para pengendara lain meneriakinya namun, itu bukan masalah bagi Grana. Rasa sakit hatinya memuncak, bahkan ia tidak memikirkan keselamatannya.
Tiba di jalan yang agak sepi, cewek berjaket hitam ketat itu semakin ganas. Hingga ia tak melihat keberadaan mobil yang akan lewat, dan akhirnya hampir saja ia menabrak mobil silver itu.
Cit!
Grana hampir terbalik dengan motornya, karena saking refleks ia mengerem. Jujur, ia sangat merasa bersalah. Dengan keberaniannya, ia turun dan membuka helmnya.
Orang dalam mobil belum keluar, tetapi Grana mendekat pada kaca jendela mobil tempat pengemudi. Cewek itu akan minta maaf,karena ia akui kalau dirinya yang salah.
Sebelum Grana mengerti kaca mobil itu, pintunya lebih dulu terbuka. Membuat cewek itu harus mundur, dan muncullah seorang cowok yang sangat asing bagi Grana.
Berkacamata hitam, seragam putih yang tertutup jaket jeans snow black dan tinggi serta kulit eksotis. Cowok itu mengamati Grana sejenak, lalu membuka kacamatanya dengan ekspresi senyum miring.
"Lo?" Grana mengangkat sebelah alisnya, mendengar cowok itu seperti sedang menebak ia siapa.
"Gue minta maaf, sorry tadi gue gak sengaja hampir nabrak Lo!" Grana to the point. Tetapi cowok itu malah semakin senyum, aneh!
"Enggak, Lo gak perlu minta maaf. Lebay amat, Lo Granata bukan?" Grana semakin bertanya-tanya, sepertinya cowok yang sedang berbicara dengannya ini mengenalinya. "Lo bingung gue tau dari mana? Lah, Lo kan suka balapan dulu." Cowok itu terkekeh.
Jalanan begitu sepi, tak ada kendaraan yang lewat di sini. Suasana sangat adem, karena pepohonan rindang menghiasi tepi jalan.
Tanpa Grana duga, cowok itu malah menyodorkan tangan kanannya. Ia menatap detail muka cowok itu, sepertinya modus. Tetapi, keren!
"Gue Bima, Abimana Delvaro. Anak SMA Rigel, yang suka perhatiin Lo dari kejauhan waktu di warung Bu Anjas." Cowok bernama panggilan Bima itu memperkenalkan dirinya, membuat Grana mengangguk dalam diam. "Lo cantik!" Bima meraih dagu Grana, dengan cepat cewek itu beralih.
Tatapan Grana mulai sengit, bertanda ia harus berjaga-jaga sekarang.
"Ngapain Lo merhatiin gue, gak ada kerjaan?" Sinis Grana, mulai lagi.
Bima terkekeh pelan, lalu menggeleng.
"Gue bilang tadi apa, Lo cantik. Gue gak bisa gak harap Lo, sayang kan, barang bagus." Bima semakin cekikikan, tak jelas menurut Grana.
Daripada buang-buang waktunya, cewek dengan rambut digerai indah itu segera menyudahi percakapan.
"Gak ada yang penting kan, gue cabut!" Grana berjalan angkuh meninggalkan cowok itu namun, cepat sekali bina mengejarnya dan menahan pergelangan tangan mungil gadis itu.
"Tunggu!" Grana menoleh, menghempaskan tangan cowok itu namun, tetap tidak bisa.
Grana berdecak, ia punya ide.
"Aww!" Bima menjerit karena Grana menginjak kakinya yang dilindungi oleh sepatu bermerek itu. "Gila Lo ya?" Cowok itu menatap Grana kesal.
"Gak usah modus!" Grana berbalik meninggalkan Bima tetapi, lagi-lagi cowok itu menahannya. Dan kali ini, Grana hampir seperti di rangkul Bima. "Lepasin gue!" Grana berusaha melepaskan dirinya dari Bima.
Bugh!
Leon datang, cowok itu memukul kuat punggung lebar milik Bima. Perkelahian pun terjadi, karena Bima tadi belum siap bahkan, tak tahu kalau cowok itu menyerang, jadi ia sedikit kualahan.
"Stop!" Sebelum keduanya babak belur, Grana menengahinya dulu. "Berhenti kalian berdua!"
Napas keduanya terengah-engah, begitu Leon sangat memburu. Ia sangat emosi, rasanya ingin sekali menghabisi cowok yang sudah berani memegang Grana. Mereka juga saling bertatapan di samping tubuh Grana, mengisyaratkan permusuhan.
"Lo Bima, mending Lo balik!" Grana mendorong pundak kiri Bima dengan tangannya, cowok itu pun menatapnya kesal. "Gue bisa hajar Lo kalo sampe ulangin lagi!" Lanjut Grana.
"Jangan pernah Lo kotorin cewek gue, gak punya harga diri Lo sebagai cowok!" Leon maju, mengungkapkan kata-kata dengan menunjuk wajah Bima. "Kali sampai gue lihat Lo kek gitu lagi, habis nyawa Lo!"
"Udah Le!" Grana menarik tubuh Leon dari belakang, memegang kedua pundak cowok itu.
***
"Thanks Lo udah tolongin gue, walaupun tadinya gue gak perlu bantuan Lo sih," ujar Grana, menatap wajah Leon yang berkeringat.
Cowok itu pun menatapnya balik, dengan tatapan yang berbeda.
"Gak usah sok jago, yang namanya cewek sehebat apapun ilmu bela diri Lo, kalo lawan cowok kayak dia bakal kalah." Leon mengingatkan, dengan ketus.
Grana mendengus. "Lo ngremehin gue?" Pandangannya mulai tajam pada Leon.
"Emang tadi gue remehin Lo?" balas Leon, acuh. Grana diam. "Kenapa diem?" Grana menggeleng.
"Gue nolongin Lo, karena gue gak mau Lo kenapa-kenapa." Saat ini, Grana hanya diam. Disaat Leon mengusap lembut kepalanya, dengan tatapan dingin yang menyejukkan. "Gue sayang sama Lo!" Tetapi, untuk ini ... Grana tidak bisa ingkari, kalau ia semakin sakit hati.
Cewek itu tahu, buat apa Leon bohong bilang sayang sama dia, kalau akhirnya itu semua cuman permintaan Gabriel? Itu menyakitkan, lebih sakit dari perpisahan.
"Benci aja sama gue!" Grana menepis tangan kekar Leon dari kepalanya. "Gue tau Lo bohong," ujarnya lagi.
Meskipun ia selalu terlihat baik-baik saja tetapi, kini hatinya sedang menangis. Membayangkan saja tidak bisa, bagaimana cewek itu bisa menahan air matanya keluar di depan Leon.
"Gue gak pernah bohong sama Lo," elak Leon.
"Atas dasar apa Lo bilang kek gitu, Gabriel?" Grana berdecih. Mencoba menutupi rasa sakitnya, suara Gabriel waktu di telepon mulai terngiang lagi.
"Na," tukas Leon. Jujur, Grana sangat terkejut. Karena tiba-tiba Leon memangil namanya, dan baru ini saja sejak ia mengenal cowok itu. "Gue ngelakuin ini karena nurutin kemauan gue sendiri, gak ada sangkut-pautnya sama 'dia." Leon memegang telapak tangan mungil Grana, menyalurkan kehangatan yang tercipta.
Mereka sedang berada di pinggir jalan, duduk di tepinya.
Grana mencoba mencari kebohongan di mata Leon, ia kesal, karena ia tak menemukannya sama sekali.
Apa mungkin Lo jujur, Le?
"Mulai sekarang, Lo percaya sama gue. Gue juga gak ngerti, kalau gue udah ngerasain ini." Grana menatap dalam mata Leon, dan terlihat kejujuran bersinar.
"Rasa?"
"Gue sayang Lo," ujar Leon, lembut.
Ingin rasanya Grana berteriak sekarang, antara sedih karena takut cowok itu berbohong. Atau harus bahagia, karena harapannya selama ini benar-benar terjadi.
"Gue pengen jaga Lo, meskipun gak selalu ada." Leon mencubit hidung Grana tiba-tiba, membuat cewek itu meringis kesakitan.
Merusak suasana!
"Sakit njir, Lo becanda kan?" kesal Grana.
Leon menggeleng, lalu tanpa izin menanting Grana agar berdiri.
"Lo gak lihat kejujuran gue?" Dan Grana mengaku, kalau cowok itu memang tidak berbohong.
Cewek itu diam, ingin sekali ia bersandar di pundak Leon. Ingin sekali cowok itu menjadi penyemangat baginya namun, kapan? Atau, tidak akan terjadi.
"Jangan kebut-kebutan lagi!" Leon menepuk kedua pundak kecil Grana, dengan senyum tipis. Namun,itu mampu menciptakan puing kebahagiaan dalam hati Grana.
***
Mon maaf, pendek:v
![](https://img.wattpad.com/cover/242253464-288-k712033.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Teen Fiction"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...