Jika hadir hanya karena terpaksa, mending kau tidak usah datang. Itu menyakitkan. - Michel Granata Adisty.
***
Siang ini, para pemain basket SMA Erlangga pada latihan. Dan diketuai oleh Gery selaku pemimpin memang, dan Leon ikut bermain di sana. Di bawah terik matahari, mereka saling mengoper bola agar bisa memasuki ring.
Suara jeritan histeris dari para fans ikut serta, khususnya cewek-cewek. Melihat Gery dan Leon yang lihai memainkan bola, karena mereka adalah idola di sini. Cukup melelahkan, setengah jam beradu di lapangan.
Tiba saatnya bel masuk setelah istirahat berbunyi, membuat para cewek yang berteriak tadi ganti bersorak kecewa, kenapa harus masuk secepat ini.
Satu persatu mereka pada bubar, dan para pemain basket saling menepi. Duduk di kursi dekat lapangan, peluh mengalir di dahi dan seluruh tubuh mereka. Terutama Leon dan Gery yang duduk di bawah pohon mangga, sambil mengipasi wajahnya dengan telapak tangan.
"Kata pak Ali, Minggu depan kita ada tanding sama SMA sebelah Le," ujar Gery, memberitahu Leon.
Cowok bernama lengkap Leonardo Maheswara itu meneguk air mineral dingin di tangannya, ada cewek-cewek yang sengaja meninggalkannya di sana agar diminum dia. Tenang, cowok idola memang mudah hidupnya.
Jakun indahnya naik-turun saat meneguk airnya, membuat ketampanannya berlipat ganda. Habis satu botol sedang, ia membuang botol bekas itu. Lalu menoleh pada Gery, dengan menautkan kedua alisnya.
"SMA Rigel? tanya Leon. Gery mengangguk, memang SMA Rigel adalah salah satu sekolah yang sering diikut tandingan dengan SMA lain.
Leon ikut mengangguk-angguk kecil, mengerti. Berarti dia harus latihan banyak, SMA Rigel tidak mudah dikalahkan dalam urusan tanding basket.
"Seminggu ini kita harus latihan, biar gak malu-maluin SMA kita," ujar Leon, membuat Gery mengangguk setuju.
***
Karena dengan sendiri, Grana merasa tenang. Ia duduk bersender di kursi bercat putih dari kayu itu yang berada di bawah pohon jambu di taman belakang sekolah, ia menutup matanya dengan mendengarkan musik di earphone putih tanpa kabel itu.
Tak peduli, jika bel sekolah sudah berbunyi atau belum. Ia hanya ingin menenangkan diri sejenak, dunia terlalu kejam untuknya. Tetapi ia masih bersyukur, dihadirkan keempat temannya. 3R dan Nasya, mereka adakah keluarga Grana.
Seorang cowok mengenakan seragam olahraga tengah berhenti menatap punggung cewek yang tengah bersandar di kursi itu, membuat matanya memicing.
"Keras kepala banget tuh cewek," cicit Leon. Dengan tergesa-gesa, ia melangkah mendekat ke arah Grana.
Cewek dengan alis tebal itu belom menyadari kala Leon menatap dirinya dari samping, begitu dekat. Tak perlu berpikir lama, Leon menarik earphone milik Grana dua-duanya. Sontak, Grana langsung terkejut dan membuka mata.
"Lo?" Grana langsung berdiri otomatis, menatap sebal pada Leon. "Balikin earphone gue!" Cewek ini berusaha mengambil earphone miliknya di tangan Leon, yang sengaja dia taruh ke atas.
"Kenapa masih di sini? Masuk!!" Leon menatap tajam Grana, bola hitam pekat itu bertemu dengan bola coklat milik Grana.
Grana berdecih kesal, siapa memangnya Leon? Nyuruh-nyuruh dia, ngatur-ngatur dia.
"Ngapain Lo peduli? Hidup-hidup gue buat apa Lo atur?" sinis Grana, andalannya. Walaupun dihari sedikit tersenyum getir, karena ia tahu hati cowok itu bukan untuknya.
Leon melemparkan kedua benda putih berukuran kecil itu pada Grana, membuat cewek itu langsung menangkapnya terkejut. Leon semakin mendekatkan wajahnya pada Grana, membuat cewek itu susah ingin bernapas dan selalu melangkah mundur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Teen Fiction"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...