[15]

372 38 0
                                    

Mungkin hadir Lo dalam hidup gue, adalah anugerah Tuhan yang tidak bisa gue dustakan. Meskipun dengan cara yang gue benci sekali pun, itu sudah cukup menyenangkan. - Michel Granata Adisty.

***

Cewek itu terpaksa nurut dengan permintaan Leon, yang tiba-tiba berbuat lebih padanya. Grana diam mengamati gerak-gerik cowok itu yang membelikan makanan dan segelas teh hangat di stand penjual nasi goreng kantin, baru kali ini ia bisa melihat perhatian seorang Leon.

Grana harap, setelah ini iaa tidak akan mendengar fakta yang menyakitkan dari mulut Leon.

Matanya beralih pada cowok itu lagi yang berjalan ke arahnya dengan tatapan datar, namun itu punya banyak arti bagi Grana. Ia bisa melihat perbedaan dari tatapan cowok itu, dan semoga tatapan itu tidak akan berubah lagi.

"Ngapain Lo repot-repot sok peduli sama gue, karena hubungan gak jelas ini?" Leon tidak menggubris pertanyaan Grana, dia langsung duduk di depan cewek itu sembari menaruh sepiring nasi dan minuman itu.

"Gak usah banyak bacot, makan aja apa susahnya? Cepet, Lo pingsan lagi gue angkat ke gudang!" ketus Leon, namun Grana suka.

Aneh memang, jika cewek lain akan merasa tersakiti dengan perkataan semacam itu. Ia malah suka, karena saat Leon berhenti mengatainya maka ia akan merindukan itu.

"Kenapa pingsan, sekalian aja gue mati." Grana terkekeh, dengan dingin menatap Leon. Di balas datar oleh Leon, cewek itu menarik makanannya dan mulai melahap beberapa sendok hingga akhirnya tak habis.

Dari dalam hati, entah itu rasa dari mana. Leon suka memperhatikan cewek itu, sepanjang Grana makan ia tetap melihatnya. Tiba-tiba, Grana memicingkan mata bertemu dengan tatapannya.

"Gue gak pengen Lo mati," ujar Leon, membuat Grana menautkan kedua alisnya. "Gue pengen Lo tetep hidup," ujarnya lagi.

Grana terkekeh canggung, ada-ada saja yang cowok itu ucapkan.

"Lantas, buat apa gue hidup kalau cuman buat disakiti?" Leon terdiam, ia mulai menerka pikiran cewek itu. "Gak usah tebak, omongan Lo omong kosong. Buat apa Lo pengen gue tetep hidup?" Grana mulai serius, tetapi ia mencoba agar terlihat becanda.

Leon tersenyum tipis, baru kali ini Grana dapat melihat senyum Leon dihadapannya. Ia harap, cowok itu tidak pernah berubah. Ia tetap menginginkan Leon yang kasar, namun selalu bisa membuatnya rindu. Ia takut terlalu dalam terluka, disaat cintanya semakin membesar pula.

"Tumben," sindir Grana.

"Tadi pagi Lo pengen gue gak usah nganggep Lo kan? Gue gak bisa, gue udah coba. Gue gak tau, kenapa gue gak bisa nganggep Lo gak pernah ada. Dan hubungan ini, entah gue terpaksa atau gue suka." Grana bingung dengan apa yang leon katakan, kenapa tiba-tiba cowok itu berubah seperti ini. "Lo gak usah seneng, gue bohong!"

Tidak, Grana sama sekali tidak yakin kalau cowok ini bohong. Dari tatapan datarnya Leon, ia bisa melihatnya. Namun, ia juga tak pernah berharap untuk cowok itu menyukainya kembali. Ia selalu mencoba melupakan, walaupun kenyataannya itu tidak mungkin. Dia merasa dipermainkan oleh takdir, yang sedikit-sedikit selalu berubah.

"Siapa yang seneng? Emang gue tadi bilang seneng, gak kan?" Leon mengangkat kedua pundaknya, acuh. "Tumben Lo gak sama cewek Lo?" Lanjut Grana, mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya.

"Siapa?" Leon membuatnya bingung.

"Gabriel, lah!" sinis Grana.

"Lo cewek gue," balas Leon, tanpa ekspresi.

Grana! Jangan baper dulu, cowok memang seperti itu. Dengan mudahnya berkata, tanpa berpikir.

"Cih, jaga omongan Lo! Gue sama Lo cuman terpaksa nurutin kemauan Gabriel, dan Lo gak usah bohong di depan gue cuman karena suruhan dia. Kalau Lo sayang sama dia, kenapa harus libatin gue sih?" Dengan kekesalannya, Grana berbicara agak nyekekit di hati Leon mungkin.

Just Bad Girl [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang