🍂
Suara riuh di sekitarnya membuat kuping cewek yang baru saja turun dari pesawat sedikit tak nyaman, 5 tahun telah berlalu. Kini ia pulang ke Indonesia, Michelle Granata Adisty.
Gadis itu telah tumbuh dewasa, lulus sarjana dengan nilai yang memuaskan. Dirinya juga akan meneruskan hidup di Indonesia, karena kakaknya sudah mempersiapkan perusahaan yang akan dipimpin oleh Grana.
5 tahun itu, ia habiskan di Tokyo dengan kembali ke Indonesia hanya 1 kali. Karena ia terlalu sibuk dengan bisnis-bisnis kecil yang kini mulai membesar di Jepang.
"Halo Kak, Grana baru aja sampai. Nanti Grana kabarin lagi kalau dah sampai rumah ya, bye."
Tut!
Selesai menghubungi Daren, ia kembali menaruh ponselnya ke dalam tas Selempang. Tangannya meraih dua koper besar yang berisi pakaian dan beberapa barang pentingnya, langkahnya mulai cepat. Ia tak sabar bertemu kedua orangtuanya, begitu pula adiknya yaitu Gabriel.
"Ah, welcome Indonesia. I'am back," ujar Grana sambil tersenyum bahagia.
***
"Granaaaaaa!! Gue kangen Lo!" Nasya begitu sampai di depan kamar sahabatnya, langsung berlari dan memeluk gadis itu. "Sumpah, Lo jahat 5 tahun balik sekali doang."
Nasya mendengar bahwa Grana telah tertawa karenanya, itu menyebalkan.
"Kok Lo ketawa sih, Na?" Nasya manyun.
"Kita udah dewasa, gak usah lebay deh!" Grana sengaja.
"Ini tuh bukan lebay tau Na, tapi kangen, kangen itu rindu. Ini gue rindu berat sama Lo ihhh, gak ngerti banget." omel Nasya dengan kejengkelannya, Grana malah membalasnya dengan tawa yang renyah. "Ih, ketawa lagi. Tapi gapapa deh, yang penting Lo udah comeback. Yey!"
Mereka saling berpelukan lagi, menyalurkan rasa rindunya yang sudah di tahan beberapa tahun. Dan itu waktu yang tidak sebentar, namun persahabatan mereka masih berjalan lancar. Mungkin, sampai selamanya.
"Bu CEO cakep ya sekarang," celetuk Nasya serasa mengamati wajah Grana. "Udah bahagia pasti," ujarnya lagi.
"Cakep dari dulu weh, Lo aja yang gak nyadar." Grana mengetuk kepala Nasya dengan songong. "Alhamdulillah sih, udah bahagia sekarang. Tapi masih kurang kalo belom tidur sama Lo lagi kek dulu, haha."
Mereka pun kembali tertawa lagi, mereka itu sulit untuk terpisahkan. Keduanya saling melengkapi, dan itu sampai mati.
"Iya deh, gue tidur di sini. Udah malem, Lo juga pasti kecapekan." Nasya setuju dengan Grana, karena memang niatnya juga seperti itu. "Besok ada cowok yang mau ke sini, cepetan tidur gih!"
"Siapa?" Grana dengan cengo menyanyai Nasya.
"Ada deh, cepet tidur woiii!"
***
Seorang pemuda yang tengah berbicara dengan seseorang yang asa di ponselnya itu memberhentikan mobilnya di depan rumah mewah, ia mencabut earphone dari telinganya. Perlahan, ia membuka kacamata hitamnya dan membuka pintu mobil BMW warna silver itu.
Pakaiannya begitu rapi, dengan kemeja biru muda yang bagian lengannya dilipat sampai siku. Serta celana hitam khas seorang dokter yang terlihat rapi, tak lupa sepatu hitam mengkilap membuat mata sakit melihatnya. Ah, lebay!
"Terakhir ke sini, saat Grana balik ke Indonesia."
Ceklek!!
Pintu besar itu terbuka, memperlihatkan 3 gadis yang menyambut kedatangan Roy. Yap, pemuda itu Roy. Sekarang ia menjadi seorang dokter spesialis bedah, atas hasil perjuangannya selama ini meskipun baru masa praktik.
"Sayang, sini masuk." Nasya dengan senyum lebar menghampiri kekasihnya, dan menggandengnya masuk ke rumah Grana dan Gabriel.
"Gue loh yang punya rumah Sya," cicit Gabriel.
"Haha, biasa Nasya kang bucin sekarang. Eh, dari dulu kali ya." Grana ikut menyahut.
"Udah-udah, ayo masuk!"
"Loh, kan yang punya rumah kita Sya?" Gabriel melongo.
"Ya gapapa, gue kan sahabatnya Grana haha."
Setelah obrolan absurd itu berlalu, mereka menuju ke ruang tamu. Di sini mereka tengah saling bercerita, ya seperti sedang bernostalgia lah.
"Kabar baik, Na?" Roy menatap intens sahabatnya itu, sahabat yang di dalam tubuhnya ada satu ginjal miliknya.
Grana tersenyum dan mengangguk kecil. "Alhamdulillah, Lo udah jadi dokter aja Roy. Kelihatan bahagia banget sama Nasya, sekarang gagah banget ya?" Grana sampai pangling karena Roy tumbuh kumis.
"Alhamdulillah deh, enggak juga sih." Nasya langsung menoleh menatap wajah kekasihnya itu.
"Enggak bahagia sama gue?" Nasya terlihat sangat garang, membuat Roy tersenyum lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Nasya dan menciumnya. "Aaa, Roy hentikan! Gue maluuuu!"
Grana dan Gabriel tertawa melihat tingkah Nasya, dia tidak berubah. Sama seperti dulu, masih suka ceplas-ceplos dan sok polos.
"Weh belom halal, Roy!" sindir Gabriel.
"Ya udah besok dihalalin," jawab Roy tegas.
"Hah?" Nasya melotot. "Ya enggak besok juga kampret!"
Tululit!!
"Ponsel Lo bunyi tuh!"
Grana segera mengambil ponselnya yang diletakkan di atas meja kaca, lalu menatap layar lock screen.
"Nomor gak dikenal Sya, gak usah gue angkat deh." tutur Grana, karena ragu takut orang gak jelas.
"Tapi nelpon lagi tuh Kak," Gabriel menunjuk ponsel kakaknya.
Dengan berat hati, Grana mengangkat panggilan itu.
"Halo, siapa ya?"
"Udah di Indonesia Lo?" Suara berat khas lelaki dewasa terdengar menghipnotis telinga Grana, tetapi seperti ia mengenal suara itu.
"Iya, mohon maaf ini siapa ya?"
"Gue mau ke rumah Lo, jangan ke mana-mana. See you at your house, Grana."
Grana hanya melongo, sedetik ia mengedipkan matanya. Ia tahu itu siapa, semoga dugaannya benar.
"Siapa, Na?" Nasya kepo.
"Cowok, dan kayaknya gue kenal dia."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Teen Fiction"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...