Grana selalu menjadi pemaaf buat siapa pun orang yang menyakitinya, karena ia percaya takdir Tuhan yang sebenarnya. - Grana, gadis kuat.
***
Hatinya tak bisa tenang, gadis itu masih memikirkan nasibnya. Ia tak mau pergi menjauh dari kehidupannya sekarang, karena memang kini sudah jauh baik.
Mata indah itu tak enak hati menatap punggung pria yang sedang berkutat dengan layar laptopnya, namun akhirnya berani membuka suara juga.
"Kak, kita beneran harus pindah ke Tokyo?" Dengan mata penuh harap Daren akan membatalkan pindah, Grana bertanya.
"He'em." Pemuda itu tak menengok sedikit pun, ia masih sibuk dengan laptop di depannya. "Kenapa?"
Grana lama berpikir, sebenarnya dia tak enak hati menyampaikan ini pada kakaknya.
"Grana pengen di ... di sini aja Kak," lirih Grana, hati-hati.
"Rumah sakit?" Daren malah menanggapinya dengan lelucon, membuat Grana mengerucutkan bibirnya.
"Ih kakak madep Grana dulu!"
Tidak hanya menghadap Grana, tetapi Daren langsung menutup laptop dan beranjak mendekat ke ranjangnya. Dengan tatapan yang ia lihat bertahun-tahun lalu, dan itu masih sama. Penuh kasih sayang.
"Alasan kamu pengen tetep di Indonesia?"
Yah, ia tahu jika kakaknya sudah mengerti maksudnya. Helaan nafas terdengar berat, perlahan menatap manik hitam itu.
"Sepertinya hidup Grana sudah membaik di sini Kak, juga ... Grana dikelilingi orang-orang yang sayang sama Grana."
Daren tak menyahutinya, pikirannya sedang tidak berada di sini. Setelah apa yang ia usahakan untuk adiknya ini, apakah akan sia-sia?
Tetapi, ia pun tak bisa egois.
"Kak?" Grana meraih lengan kekar kakaknya, takut omongannya tadi mengecewakan Daren. "Gak apa-apa kok Kak kalau kita pindah, asalkan setahun 2 atau 1 kali berkunjung ke sini."
Lantas, Daren langsung menatapnya lama dan dalam.
"Kakak ... "
Ceklek!
Suasana yang tadinya sunyi, kini berubah semakin tegang. Baik Grana maupun Daren langsung mengalihkan pandangannya pada dua orang di depan pintu, dengan membawa paper bag di tangannya.
"Mama?" Sontak mulut Grana langsung menyebutkan panggilan itu. "Papa?"
Tidak seperti adiknya, Daren memilih menatap tak suka pada kedua orangtua yang menghukum Grana juga dirinya.
"Iya Grana, Daren." Hadinata lebih dulu berani melangkah, dan berdiri di samping brankar Grana. "Maaf, kemarin papa sama mama gak jadi ke sini karena tiba-tiba ada hal mendadak ke perusahaan."
Entah mengapa, Grana seperti merasakan kecanggungan yang luar biasa. Mungkin karena semasa hidupnya tak pernah mendapatkan kasih sayang dan kelembutan dari papa atau pun mamanya.
"I-iya Pa, gak apa-apa kok." Terselip sedikit senyum mengiringi perkataannya.
"Sayang, ini mama bawain makanan. Mau makan sekarang, biar mama suapin?" Mendengar panggilan Risma dengan kata 'Sayang itu, Daren mengeluarkan senyum devilnya.
Begitu pula saat ini, Grana tak sedikit pun merasakan kehangatan. Meskipun sudah mendapatkan perhatian, tetapi tetap saja ia tak merasa ada kenyamanan.
"Emm ... enggak deh Ma, soalnya tadi Grana udah makan hehe."
"Lupa minta maaf karena udah dimaafin," sindir Daren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Подростковая литература"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...