Ingin rasanya selalu bersamamu sampai tuhan menyabut nyawaku tetapi, itu tak mungkin. Nyatanya, kamu memang tidak pernah bertakdir buatku. - Michel Granata Adisty.
***
Kedua sejoli itu baru saja sampai di sekolah, seperti biasa pasti banyak yang memandangn mereka dengan tatapan iri. Tentu, Leon adalah cowok yang banyak penggemarnya di sini. Membuat Grana sedikit risi, namun tak ia hiraukan.
"Bentar!" Leon menahan lengan kecil Grana saat cewek itu baru saja ingin melangkah, lantas ia pun menoleh. "Lo mau ke kelas pake helm?" tanya Leon, mengingatkan.
Grana menepuk jidatnya, kala melihat helm Leon masih di kepalanya. Ingin rasanya ia mengupas wajahnya, tentu ia malu. Sedangkan Leon malah terkekeh, lalu melangkah mendekati Grana dan melepaskan pengaitnya.
Dalam hening, Grana hanya bisa menatap wajah Leon dengan jantung yang tak berdetak seperti biasanya. Tak bisa ia berbohong kalau dirinya tak menyukai keberadaan Leon, karena itu memang salah satu keinginannya sejak lama.
"Otak Lo ketinggalan di mana?" Tiba-tiba Leon menarik ujung hidung Grana, membuat cewek itu berdecak.
"Otak gue masih di kepala lah," balas Grana, sebal. "Masih utuh juga," lanjutnya lagi.
"Tapi Lo pikun," elak Leon, dengan terkekeh kecil. Sungguh itu membuat Grana malu dan senang dalam satu waktu.
"Gue gak sengaja Le!" Grana mengerutkan kedua alisnya.
Leon hanya mengangguk kecil, lalu menaruh helm hitam bermotif merah itu di atas motornya. Grana tak mau berlama-lama di sana, dengan langkah angkuh ia berjalan meninggalkan Leon.
Cowok itu baru saja sadar, saat ia menoleh Grana sudah berjalan lebih dulu. Tak mau ketinggalan, Leon mengejar Grana dengan langkah besar dan tetap berwibawa. Dengan begitu, ia bisa mensejajarkan tubuh dengan Grana.
"Ngapain Lo, mau malu-maluin gue lagi?" Grana berdecih, sembari mempercepat langkahnya. Kini mereka sampai di lantai dua, karena kelas mereka sama-sama ada di lantai tiga jadi masih agak lama sampainya.
Leon menaruh tangannya di atas kepala Grana, mengusapnya perlahan.
Deg!
Lagi-lagi Grana terhipnotis dengan perlakuan Leon itu, ia berhenti melangkahkan kaki. kedua mata indah itu saling bertemu, di ujung koridor yang tak banyak siswa-siswi lewat.
'Gue gak mau Lo kenapa-kenapa, gue pengen selalu jaga Lo meskipun dari kejauhan. Dan semoga, gue bisa nolak perjodohan itu buat Lo.'
Grana menautkan alisnya, tentu ia menunggu. Leon semakin menatapnya namun, cewek itu dapat melihat kalau tatapan Leon mempunyai banyak arti. Ia tak bisa menebak, dan itu sangat terkesan teduh.
"Lo mau liatin gue terus?" cibir Grana. Leon terkejut, rupanya ia melamun.
"Kalau bisa gue mau terus natap Lo sampai kapan pun," balas Leon, Grana malah penasaran dengan jawaban cowok itu yang penuh teka-teki. "Hati-hati kalau gue gak ada di samping Lo, karena gue gak bisa selalu jagain Lo." Leon menepuk pelan pundak kecil Grana yang pernah hampir rapuh itu.
Bisa-bisanya Grana terkekeh, menutupi kecanggungannya.
"Gak Lo jagain juga gue bisa jaga diri sendiri kok, kalau ngomong yang bener." Grana memutar bola matanya malas, padahal ia yakin pasti ada yang ia tak tahu dari Leon. "Lepasin tangan Lo, sebelumnya gue makasih karena Lo udah pernah beberapa kali nolongin gue." Grana menepis tangan Leon dari pundaknya, dengan langkah kecil ia berbalik dan melanjutkan perjalanannya menuju kelas.
Leon hanya diam, pikirannya sangat kacau. Tampaknya ia sedang baik-baik saja, tetapi dengan wajah dinginnya itu semuanya tertutupi. Ia menghela napas panjang, lalu mulai melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Bad Girl [TAMAT]
Teen Fiction"Gue mau temenan sama Lo, boleh gak?" ujarnya, membuat Grana tertawa. "Yakin Lo? Gue jahat, gue bukan cewek dan temen yang baik buat Lo! Mending cari temen lain aja!" balas Grana, ia sadar diri ia siapa. - "Kamu!" Satu tamparan keras melayang lagi...