•°Espère;42°•

45 5 0
                                    

•°LavenderWriters Project°•

•°Espère © Kelompok 3°•

•°Part 42 By: Azzarisma_16°•

•°Sabtu, 26 Desember 2020°•




💜Happy Reading💜

Setelah mendapat persetujuan dari pihak keluarga, sang dokter segera memindahkan Fery ke ruang operasi.

Sedangkan, di luar ruang operasi Vio dan Arsya menunggu dan merapalkan doa dalam hati agar operasinya berjalan dengan lancar.

"Vio, Arsya gimana keadaan Fery?" tanya Elisa yang baru saja tiba diikuti Zahira di belakangnya.

"Belum tau, Tan. Papa masih dioperasi," jawab Arsya lirih.

Melihat situasi yang sangat mendukung, Zahira berjalan ke arah Arsya untuk melancarkan aksinya.

"Kak Arsya, papa bakalan baik-baik aja 'kan?" tanya Zahira memasang wajah sesedih mungkin.

"Pasti," ucap Arsya optimis.

"Aku mau papa sembuh, hiks..." ujar Zahira ia menghambur ke dalam pelukan Arsya.

Arsya hanya diam tanpa membalas pelukan adik tirinya, pikirannya sedang kalut. Ia tidak mau kehilangan orang tuanya lagi.

Sedangkan Vio hanya diam, ia sama takutnya dengan Arsya.

"Seharusnya kamu yang berada didalam sana Arsya," batin Elisa geram.

Sudah tiga jam mereka menunggu, tapi belum ada dokter yang keluar dari sana.

Tak lama kemudian, dokter dan para perawat keluar dari ruang operasi.

"Dok, bagaimana keadaan papa saya?" tanya Vio yang sadar terlebih dahulu.

Mendengar suara Vio, Arsya, Zahira dan Elisa segera berdiri dan memandang sang dokter dengan penuh harap.

"Papa saya baik-baik aja 'kan, Dok?" tanya Arsya.

"Operasinya berjalan dengan lancar." Dokter itu menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan ucapannya, "Tapi, Pak Fery mengalami koma. Kami akan berusaha semaksimal mungkin agar Pak Fery bisa sembuh seperti sedia kala."

Ucapan dari dokter itu seperti menusuk jantung Vio dan Arsya.

"K-kapan papa saya akan sadar dok?" Vio bertanya dengan lirih.

"Saya tidak tau kapan Pak Fery akan sadar. Hanya Tuhan yang tau akan hal itu," ucap dokter itu.

"Saya boleh masuk Dokter?" tanya Arsya.

"Tentu saja. Tapi sebelum itu, kami akan memindahkan pasien ke ruang ICU," ujar sang dokter.

"Terima kasih, Dok," ucap Arsya.

Sang dokter pun pergi dari hadapan mereka.

Sejak Fery dipindahkan ke ruang ICU, Vio hanya memandangi Fery tanpa suara. Dulu saat mamanya sedang koma, Vio melakukan hal seperti itu. Hanya memandang tanpa bersuara atau berpindah sedikitpun.

Rasa takut itu kembali menghantui Vio, ia tidak akan sanggup melihat kepergian orang yang ia sayangi.

"Pa....jangan pergi, biar aku aja yang pergi jangan Papa," ujar Vio lirih.

03;Espère✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang