Chapter 19

341 60 18
                                    

Aku bingung, kenapa semua orang merahasiakan semua kebenaran dariku?
-Arumi Nasha Razeta-

💔

Arumi pov

Kebohongan yang Gabriel lakukan, itu membuat hati ku terasa sakit. Bagimana tidak? Andaikan jika kamu mempunyai pasangan seorang pembunuh, apa yang akan kamu lakukan menyerah atau bertahan?

Kedua kata-kata sangat menyakitkan disatu sisi kamu sangat mencintainya tapi disisi lain dia seorang penjahat yang tidak punya hati.

Tetapi aku yakin Gabriel melakukan itu pasti ada alasan tertentu, tapi kenapa lagi-lagi aku harus menunggu, 'menunggu saat yang tepat agar aku tahu semuanya'. Aku sudah muak dengan kata-kata itu, kapan? Sampai kapan aku harus menunggu?

Cintaku kepadanya jangan dikatakan, sungguh aku sangat mencintainya, walaupun ada garis pembatas yang tidak mungkin membuat kami bisa bersama tapi aku yakin ada jalan mengatasi masalah itu.

Aku yakin suatu hari nanti Gabriel akan berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi, aku yakin itu.

Sudah larut sekali tapi tak ada telpon atau pesan yang masuk dari cowok itu, kemana dia? Aku sangat khawatir. Apakah dia marah kepada ku karna tidak menegurnya disekolah tadi? Atau jangan-jangan dia membunuh lagi?

Semua pertanyaan-pertanyaan aneh itu muncul dikepala ku.

"Ya sudahlah lebih baik aku pergi tidur saja," gumam ku lalu menarik selimut hingga memutupi kepala ku.

****
Author pov

Dilain tempat Gabriel saat ini sangat kecewa dengan keadaan rumahnya, percuma Gabriel menuruti perkataan sang ayah walaupun pada akhirnya Gabriel masih saja disalahkan dan ditertekan.

Gabriel ingin sekali seperti orang lain yang mendapatkan kasih sayang dari ayahnya. Gabriel malah sebaliknya, dia hanya bisa menurut jika tidak nyawa ibu dan adiknya tidak akan selamat, ayah macam apa itu? Yang rela membunuh anak dan istrinya, walaupun itu tidak terjadi.

Gabriel berjalan keluar dari kamarnya memakai pakaian biasa dan lusuh. Cowok itu mengamati sekeliling rumahnya tampak sepi dan sunyi tidak ada canda tawa, ia merasa seperti sudah diasingkan. Gabriel rindu disaat umurnya belum menginjak 7 tahun, Gabriel rindu sekali. Hari dimana ia mulai merasakan kebahagiaan dan canda tawa keluarga, namun sayang setelah umurnya 7 tahun Gabriel kehilangan
semua kebahagiaan itu. Bagaikan melukis diatas pasir dengan ombak yang siap menerjang.

Lama Gabriel melamun hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi keluar rumah tanpa menggunakan mobil ataupun motor.

Walaupun banyak penjaga rumah itu yang tak mengizinkan Gabriel untuk pergi, Gabriel tak menghiraukan itu semua. Gabriel butuh ketenangan saat ini.

Gabriel berjalan menyusuri jalanan yang lumayan sepi dengan petir yang bergemuruh sepertinya akan turun hujan yang amat deras malam ini.

Dengan tatapan kosong, Gabriel berjalan hanya mengikuti kata hatinya tanpa tahu pasti tujuannya kemana sekarang.

Hujan turun tanpa permisi dan kebahagiaan itu pergi tanpa mengucapkan pamit.

"Tuhan ! Kenapa kau ambil begitu cepat kebahagiaan yang aku punya? Kenapa!" teriak Gabriel frustrasi.

Gabriel terduduk lesu menatap langit yang gelap lalu membiarkan hujan membasahinya.

****
Entah berapa lama Gabriel membiarkan dirinya yang basah kuyup.

"Arumi," panggil Gabriel sesekali mengetok jendela kamar gadis itu.

Arumi yang sedari tadi belum bisa tidur memikirkan Gabriel yang mungkin kembali membunuh lagi.

Arumi mendengar suara itu, ya dia kenal suara itu, "Riel, ngapain kamu kesini?" tanya Arumi sambil membuka jendela kamarnya.

"Riel, ayo masuk dulu," ajak Arumi sedikit khawatir lalu diangguki oleh Gabriel.

Gabriel hanya diam tanpa mengucap sepatah kata pun kepada Arumi.

"Riel kamu tunggu sini dulu ya, aku ambilin baju ganti peninggalan Abi ku semoga aja pas untuk kamu," ucap Arumi lembut lalu melepas genggamannya dari tangan Gabriel.

5 menit kemudian Gabriel sudah mengganti bajunya tapi tatapannya masih dengan tatapan kosong.

"Riel badan kamu panas, aku ambilin obat ya?" ucap Gadis itu khawatir hendak bangkit dari ranjangnya namun dengan cepat tangan Arumi ditahan oleh cowok itu.

"Kenapa?" tanya Arumi sedikit heran.

"Enggak usah, aku udah biasa sakit begini jadi nggak perlu minum obat. Udah dikasih baju ganti aja aku udah makasih banget sama kamu," ucap Gabriel pelan sambil menatap manik mata Arumi lekat.

"Kamu kalo ada masalah cerita sama aku, aku mohon jangan ada rahasia lagi diantara kita," ucap Arumi dengan mata berkaca-kaca nampaknya sebentar lagi butir-butir bening itu akan turun membasahi pipinya.

"Arumi, apa kamu tidak takut kepada ku?" tanya Gabriel, Arumi menggeleng cepat lalu memeluk tubuh Gabriel sangat erat.

Gabriel hanya diam tak membalas pelukan Arumi.

Arumi mendongak kepalanya menatap Gabriel heran kenapa cowok itu tak membalas pelukannya, "Kenapa?" tanya Gadis itu.

"Maaf." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Gabriel.

"Ya sudah mendingan kamu tidur dikasur aja, aku tidur dibawah. Pintu udah ku kunci takutnya bunda salah paham," ucap Arumi melepas pelukannya lalu menyelimuti Gabriel.

Arumi berjalan menuju lemarinya lalu mengeluarkan selimut, "Selamat malam," gumam Arumi tanpa sadar ia sudah terlelap begitu pun juga dengan Gabriel.

****

Keesokan paginya Arumi tak berniat ke sekolah ia masih khawatir dengan keadaan Gabriel saat ini, untungnya hari ini tidak ada mata pelajaran umum hanya ada mata pelajaran Seni dan olahraga saja. Jadi ia bisa bolos hari ini.

"Riel, kamu sudah bangun?" tanya Arumi lalu menghampiri Gabriel yang tengah berdiri didekat jendela kamarnya.

Gabriel hanya mengangguk.

"Oh iya, ini sarapan kamu. Jangan lupa makan nanti kamu sakit, aku keluar dulu sebentar takutnya bunda curiga kenapa aku lama banget dikamar," jelas Arumi namun tak ada respon sama sekali dari Gabriel.

Gadis itu tersenyum kecut lalu melangkah kan kakinya keluar kamar.

"Hai bunda," sapa aja Arumi canggung.

"Eh Arumi, bunda pikir kamu sudah berangkat tadi," ucap Zahra heran.

"Hehe maafin Arumi ya bunda." ucap Arumi cengengesan sambil mengaruk tenguknya yang tidak gatal.

"Iya gakpapa, kalo gitu Arumi jaga rumah ya bunda mau kerja dulu adik-adik kamu udah berangkat kesekolah semua, nanti kalo mereka pulang makanannya udah bunda siapain kok diatas meja," jelas Zahra sambil mencium puncak kepala Arumi.

"Iya bunda," ucap Arumi tersenyum.

"Bunda berangkat dulu ya Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Arumi kembali kedalam kamar tapi ia tak melihat siapa pun disana kemana Gabriel? Pikir Arumi cemas, Arumi membalikkan tubuhnya ingin beranjak pergi kekamar mandi yang ada dikamarnya dan----

"Aaaaaaaaaaaa!!" Teriak Arumi ketika melihat Gabriel yang baru keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk yang ia lilitkan sebatas pinggang.

Bersambung...

Jangan lupa vote dan comment.

Typo bertebaran harap maklum

Tinggalkan jejakmu jika kamu menyukai cerita ini

Arigatou yang udah baca ≧ω≦

Psychopath Love Story [ END ]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang