Chapter 35

245 37 93
                                    

"Riel," lirihku.

Dunia ku terasa runtuh, lagi-lagi aku harus merasakan patah hati. Gabriel, orang yang selama ini aku cintai dan ku percaya, apakah sebejat itu sampai-sampai bermain dengan wanita lain?

Aku tidak bisa berpikir jernih, aku benar-benar syok ketika melihat itu. Aku ingin mempercayai siapa yang mengirimkan aku foto itu tapi aku juga tidak bisa mempercayai orang asing begitu saja.

Tuhan? Apa dengan cara ini kau memisahkan ku kepada orang yang sangat aku cintai?

Gabriel itu segalanya untuk ku, ia membuat ku harus bertahan hidup sampai saat ini. Tapi kenapa Tuhan? Kenapa kau rebut lagi kebahagiaan ku?

Aku menangis dalam diam, duduk dengan kaki ku tekuk menyilangkan kedua tangan ku diatas lutut agar aku bisa mentenggelamkan wajah ku disana.

Aku sedikit mengangkat kepalaku menatap nanar ponsel yang ku taruh sembarangan, ingin mengambilnya saja aku sudah tidak mau. Terlalu sakit untuk ku, aku tidak bisa terima dengan semua kenyataan ini.

"Aku benci kamu Riel!" pekik ku dengan suara ditahan, sambil meremas selimut agar menyalurkan rasa sakit yang kurasa saat ini.

Hatiku benar-benar hancur, bagaimana jika aku bertemu dengan Gabriel nanti? Apakah aku harus memasang wajah tersenyum kepadanya? Dikala hatiku sedang terluka karna dirinya?

Aku dirundung dalam kegelisahan, ingin rasanya aku menelepon untuk meminta penjelasan kepadanya. Tapi kenapa? Untuk meraih ponsel itu saja, aku tidak mau.

"Riel, kamu jahat!" gumam ku menutupi tubuhku dengan selimut.

Aku terisak sejadi-jadinya dibawah selimut, hujan melanda saat itu. Seakan-akan mengetahui apa yang kurasa saat ini.

Petir disertai kilatan menyambar diatas sana, sehingga membuat sedikit cahaya. Hujan yang tadinya hanya rintikan kecil sekarang menjadi sangat deras hingga siapa pun yang ingin menangis sesuka hati tak kan ada yang mendengar karna diganti dengan suara derasnya hujan diatas genteng.

Kepala ku terasa sakit, terlalu banyak menangis membuat kepala ku pusing, hatiku masih mengharapkan Gabriel tapi pikiranku tak bisa berharap lebih kepadanya.

***

Pagi telah tiba, aku masih belum mau beranjak dari tempat tidur. Tubuhku seketika terasa penat, mataku membengkak, aku tidak tahu berapa jam aku menangis lebih tepatnya menangisi Gabriel.

Bau hujan yang menimpa tanah dan jalanan menyeruak masuk dibalik jendela yang sudah terbuka, seperti biasa bunda yang membukanya.

Aku langsung bangkit, langsung menyambar kamar mandi, didepan cermin yang tidak terlalu besar. Aku menatap diriku yang acak-acakan, rambut panjangku kusut, mata panda dan sedikit bengkak.

Air mataku rasanya ingin keluar lagi, sekuat tenaga ku tahan air mata ini agar tidak keluar begitu saja. Jika aku menunggu Gabriel datang kemari dan menjelaskan apa yang terjadi, dia pasti akan mengelak; mungkin dengan cara aku mendatangi rumahnya, aku bisa mendapatkan jawaban itu.

Dengan cepat aku membasuh wajahku dengan air lalu mengelapnya dengan handuk kecil yang tersedia disana.

Author pov

Dari semalam Gabriel tak bisa tidur, ia masih terduduk frustrasi dibawah guyuran hujan dari semalam, tubuhnya terasa kaku dan menggigil. Bibirnya pucat pasih namun sakit difisiknya tak sebanding dengan sakit pengkhianatan dari adiknya sendiri.

Selama ini ia telah membenci orang yang salah, selama satu tahun ini ia telah menyia-yiakan ayahnya sendiri. Ayah yang seharusnya ia hormati tapi kenapa? Dengan ego yang tinggi mampu membuatnya tidak berbakti kepada ayahnya.

Psychopath Love Story [ END ]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang