||26. Hukuman||

193 15 0
                                        

🌧️🌧️🌧️

"Hukuman ada untuk orang-orang yang salah, bukan orang yang kalah."

🌧️🌧️🌧️

"Jadi seperti ini kelakuan kamu jika saya tidak ada di rumah? Pulang larut malam?"

Rayna menelan ludahnya. Ia menundukkan kepala dalam-dalam, tidak berani melihat kedua mata ayahnya yang sudah ia pastikan tengah menatapnya tajam. Rasa takut itu menyergapi Rayna, ia pikir orangtuanya sudah tidur atau setidaknya tidak menunggunya seperti ini. Rayna benar-benar gemetaran.

"Jawab saya!" teriak Danu. Rayna terperanjat. Ia tidak tahu sejak kapan ayahnya itu sudah berdiri tepat di hadapannya? Rayna menarik napas dalam-dalam. Orangtuanya pasti tidak akan peduli apapun yang terjadi dengan Rayna, seperti sebelum-sebelumnya, maka Rayna pun memberanikan diri untuk menatap kedua mata ayahnya balik.

"Kalo iya kenapa, Yah? Kalian nggak akan pernah peduli, kan, walaupun aku pulang semalam ini?" ucap Rayna datar.

Plak.

Tak pernah disangka sebelumnya, satu tamparan melayang di pipi Rayna. Begitu keras. Rayna tertegun, tidak percaya. Ia menunduk memegangi pipinya yang memanas, rasanya perih sekali karena tamparan itu sangat kuat. Rayna menarik napas dengan susah payah. Dadanya bergemuruh mengetahui bahwa ayahnya sudah menamparnya.

"Sudah berani kamu melawan saya?! Saya tidak pernah mengajarkan kamu untuk melawan orang tua, apalagi tidak ingat waktu seperti ini!" Suara Danu menggelegar di seisi ruangan. Malam yang sepi membuat suasana di sekeliling Rayna terasa mencekam. Ia perlahan mengangkat kepalanya, melirik ke arah mamanya yang sedari tadi hanya diam, ikut terkejut sehingga berdiri dari duduknya.

Rayna kembali ke arah Danu, ia menatap balik ayahnya yang wajahnya sudah merah padam karena emosi. Rayna tidak peduli dengan pipinya yang masih terasa perih, mungkin bekas tamparan itu memerah sekarang. Ia pun berusaha keras agar tidak menangis dengan apa yang baru saja dilakukan ayahnya. Ini pertama kalinya ayahnya menampar Rayna.

"Kenapa Ayah egois? Aku nggak pernah ngelarang Ayah atau Mama buat pulang larut malam, aku nggak pernah marah walaupun kalian nggak ada waktu buat aku. Tapi kenapa saat aku baru melakukan satu kesalahan kalian marah?!" Wajah Danu mengeras. Rayna tidak peduli, ia tahu perkataannya itu memang tidak pantas, tetapi Rayna sudah benar-benar lelah sekarang. Ia tidak bisa diam lagi.

"Saya pulang larut malam karena saya mencari uang! Kenapa kamu tidak pernah mengerti, ha?! Mau makan apa kamu jika saya dan mamamu tidak bekerja?! Kamu sendiri memang bisa menghasilkan uang dengan pulang semalam ini?!" Rayna menggelengkan kepalanya lemah. Bukan karena membenarkan ucapan ayahnya, melainkan karena ia tidak percaya ayahnya bisa berucap demikian. Mata Rayna sudah berkaca-kaca. Hatinya sakit sekali mendengar hal itu dari ayahnya sendiri.

"Aku nggak pernah minta apa-apa sama Ayah dan Mama. Kalian memberi aku makan karena itu udah kewajiban kalian sebagai orang tua. Kenapa Ayah selalu mengungkit-ungkit hal itu? Aku juga punya kehidupan, Yah. Kalian sibuk, aku udah nggak peduli. Terserah kalian mau lakuin apa. Tapi aku mohon ...." Suara Rayna bergetar seiring air mata yang sudah jatuh membasahi pipinya. Rayna susah payah menahan tangisan itu, tetapi ia tidak bisa. Hatinya benar-benar sakit sampai ia sendiri tidak bisa membendung air matanya lagi.

Rayna tahu ucapannya itu sudah menyakiti perasaan kedua orangtuanya, tetapi Rayna juga tidak bisa membohongi perasaannya sendiri bahwa ia juga sakit hati dengan sikap mereka. Ia memang sudah melakukan kesalahan karena pulang larut malam seperti ini, tetapi Rayna tidak terima jika ayahnya berpikir bahwa Rayna sering melakukan hal itu. Hanya kali ini Rayna tidak ingat waktu, benar-benar hanya kali ini. Dan itupun karena ia butuh sesuatu untuk membunuh rasa sepinya, hanya itu. Tapi Rayna tahu orangtuanya tidak akan pernah mengerti. Mereka tidak akan pernah mengerti bahwa Rayna kesepian.

UnforgettableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang