🌧️🌧️🌧️
"Ada sebagian orang yang sensitif jika masa lalunya dikorek kembali ke permukaan. Mungkin kau juga mengalami hal yang sama. Maka dari itu, menjaga ucapan dan lisan sangatlah, PERLU."
🌧️🌧️🌧️
Rayna memasuki ruangan UKS yang nampak sepi karena waktunya untuk bersiap-siap pulang, maka pada jam seperti ini ruangan UKS sudah kosong, untung saja ruangan itu belum dikunci jadi Rayna bisa masuk. Rayna membantu Dio duduk di atas brankar dengan hati-hati. Ia lalu mencari kotak P3K dan juga mengambil air serta kain untuk membersihkan darah di wajah Dio. Setelah semuanya telah ia dapatkan, Rayna kembali menghampiri Dio, duduk di tepi brankar dan mulai membersihkan luka di wajahnya dengan kain yang sudah ia basahi.
Dio hanya diam, tidak bersuara sama sekali, hanya sesekali meringis sambil memalingkan wajahnya. Saat dirasa wajah Dio sudah bersih dari darah, Rayna mulai mengusap luka Dio dengan kapas yang sudah ia tetesi alkohol. Kali ini Dio bukan lagi meringis, melainkan mengerang kesakitan membuat Rayna menghentikan aktivitasnya.
"Sakit ya, Kak? Maaf, ya. Lo tahan dulu sebentar. Luka lo harus dibersihin," ucap Rayna. Dio hanya mengangguk samar sambil memperhatikan Rayna yang kembali mengobati lukanya dengan telaten. Rayna mengakhiri kegiatannya itu dengan menutup luka Dio mengunakan plester. Hanya di bagian dahi saja karena sedikit sobek. "Udah selesai." Rayna menutup kembali kotak P3K dan meletakkannya di atas meja yang ada di samping brankar, bersama air dan juga kain tadi.
Merasa diperhatikan, Rayna menoleh ke arah Dio. Dio tersenyum walaupun senyuman itu terlihat sedikit kaku karena luka diwajahnya. "Makasih, ya," ucap Dio pelan. Rayna hanya mengangguk sambil memperhatikan Dio lekat-lekat.
Wajah Dio dipenuhi banyak luka lebam, sangat kontras sekali dengan wajahnya yang putih. Di sudut bibir, rahang, pelipis, hidung, dahi. Tapi sekarang terlihat lebih baik karena tidak ada darah yang memenuhi wajahnya seperti tadi, walaupun begitu Rayna merasa luka Dio sangat parah, tidak cukup hanya dengan pengobatannya, dia harus dibawa ke rumah sakit, takut-takut ada luka dalam.
"Lo tahu nggak? Kegantengan lo jadi berkurang seperkian persen karena babak belur kaya gini," gurau Rayna. Dio terkekeh sambil menggelengkan kepalanya.
"Untung cuman seperkian, ya, nggak sampe semuanya." Mereka berdua tertawa, membuat Dio meringis kesakitan sambil memegangi perutnya. Rayna sedikit khawatir, tapi setelah Dio meyakinkannya bahwa ia tidak apa-apa Rayna mengangguk.
Rayna kembali memperhatikan Dio. Ia menyadari satu hal, walaupun Dio babak belur seperti itu, tetapi ketampanannya sama sekali tidak berkurang, ia tetap seperti Dio yang aura ketampanannya menguar dari wajahnya yang selalu terlihat ceria dan ramah. Rayna tiba-tiba saja tersenyum, setelah menyadari bahwa tingkahnya itu konyol Rayna dengan cepat menggeleng. Untung saja Dio tidak melihat saat ia tengah memperhatikannya seperti itu.
"Gue nggak tahu, kenapa lo lebih milih anterin gue ke UKS daripada kejar Sena tadi," ucap Dio sambil mendongakkan kepalanya. Rayna menaikan sebelah alis bingung.
"Kenapa? Mana mungkin kan, gue biarin lo terluka kaya gitu? Lagipula gue nggak berniat kejar Bang Sena walaupun dia marah. Gue tahu dia cuman butuh waktu sebentar buat nenangin pikirannya, nanti juga dia kaya biasa lagi," tutur Rayna. Ia kembali memperhatikan luka-luka di wajah Dio. Dio hanya mengangguk, tidak tahu kenapa Rayna justru menangkap kemurungan di wajah Dio.
"Gimana, ya, caranya biar kita nggak dihukum?" tanya Dio serius. Rayna memicing. Apa hukuman yang Dio maksud karena ia sudah berkelahi dengan Sena tadi?
"Bukannya nggak ada yang tahu ya lo berantem, selain gue?" Dio mengangguk membenarkan itu. Tentu saja tidak akan ada yang tahu ia berkelahi di belakang sekolah, daerah itu sepi, sebagian guru juga sibuk rapat dan sebagian lagi tengah mengajar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable
Teen FictionRayna Roseline, gadis yang terjebak di dalam masa lalunya. Ia begitu sulit melupakan. Ketika ia mulai lupa keadaan justru memaksanya kembali bertemu dengan masa lalunya itu. Seakan waktu memang sedang mempermainkan perasaannya, atau justru ingin men...