||45. Buku dan Luka||

139 14 13
                                    

🌧🌧🌧

"Dia adalah mimpi sekaligus luka yang pernah kumiliki."

🌧🌧🌧

"Rayna, kamu pergi ke sekolah bareng Ayah saja. Tunggu sebentar!" seru Danu dari dalam kamar yang pintunya terbuka.

Rayna yang tengah menuruni anak tangga refleks berhenti mendengar seruan ayahnya itu. Ia dengan cepat berjalan ke luar, menghindari ayahnya yang hendak keluar dari kamar. Rayna berjalan dengan cepat sambil pandangannya terus menatap ke belakang memastikan bahwa ayahnya tidak melihatnya.

Rayna benar-benar tidak ingin jika harus satu mobil dengan ayahnya, ia sudah bisa merasakan bagaimana canggungnya selama di perjalanan harus bersama dengan orang yang selama ini masih sering menimbulkan luka untuk Rayna. Lagipula sejak kapan ayahnya itu mau repot-repot mengantar Rayna ke sekolah? Bukannya ia selalu sibuk?

Setelah sampai di luar rumah Rayna masih berjalan sambil melihat ke belakang, bahkan ia hampir saja tersandung oleh kakinya sendiri.

"Hey."

Rayna serta-merta berbalik dengan terkejut ke sumber suara. Ia mengerjapkan mata melihat Sena sudah bertengger di atas motor vespanya, di luar gerbang rumah Rayna. Rayna menatap curiga ke arah Sena, ia lalu melangkah menghampiri.

"Sejak kapan lo ada di sini?" tanya Rayna curiga.

"Sepuluh menit yang lalu," jawab Sena santai.

Rayna berdiri di hadapan Sena memperhatikannya dengan seksama, barangkali ia salah lihat karena laki-laki ini niat sekali menjemputnya ke rumah.

"Rayna!"

Rayna dengan cepat menoleh kembali ke belakang bahunya, di sana ayahnya sudah berdiri di ambang pintu rumah. Melihat itu ia segera naik ke atas motor Sena dan menepuk bahunya keras-keras.

"Cepat jalan," perintah Rayna sambil pandangannya tak beralih dari ayahnya.

Sena yang sedikit oleng karena Rayna menaiki motornya dengan tergesa-gesa, menoleh ke arah Rayna dan Danu dengan bingung. "Kenapa, si?"

"Jalan aja cepatan. Lo ke sini mau jemput gue, kan?"

Sena menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ya, memang iya. Tapi, ini pakai dulu helmnya." Sena menyodorkan satu helm ke arah Rayna yang langsung merebutnya tanpa perlu memakainya terlebih dahulu.

"Ah, lama, cepatan, Bang!" Rayna kembali menepuk bahu Sena kuat dengan tatapan was-was karena ayahnya sudah berjalan menghampiri mereka.

Sena yang semakin kebingungan ikut kalut. Ia akhirnya menurut juga untuk menyalakan motor dan menjalankannya menjauh dari rumah Rayna tepat saat Danu sampai di gerbang.

"Rayna!"

Rayna menoleh ke belakang menatap ayahnya yang berdiri di luar pagar rumah dan terlihat kabur seiring motor Sena yang berjalan semakin menjauh. Rayna menghela napas lega, akhirnya ia bisa juga menghindar dari ayahnya. Ia memegangi helm yang tadi diberikan Sena tanpa berniat memakainya, lalu mendekatkan tubuhnya ke depan.

"Thanks, ya," ucap Rayna di samping telinga Sena.

Sena berdecak, "Ingat, ya, gue bukan Abang Ojek." Rayna tertawa mendengar ucapan Sena. Setelah itu mereka sama-sama diam. Sena juga sepertinya masih tertegun dengan kejadian tadi. Sampai sepuluh menit kemudian mereka akhrinya sampai juga di sekolah.

UnforgettableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang