🌧🌧🌧
"Di saat hati sudah lelah berjuang, merasa putus asa dengan ketidakpastian, karena tahu semuanya hanya kesia-sian, maka kata-kata pun sudah tidak ada lagi makna. Semuanya hampa, semuanya sudah tidak ada lagi guna."
🌧🌧🌧
Sena meletakan penanya di samping buku, ia merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku setelah menghabiskan beberapa jam belajar. Kepalanya jatuh terkulai di atas meja, merasa lelah tiga hari belajar di rumah seperti ini. Orangtuanya ternyata menyuruhnya lebih ekstra lagi untuk belajar saat ia menjalani hukuman seperti sekarang. Bukan menyenangkan berada di rumah beberapa hari tanpa ke sekolah, ia justru merasa sangat bosan dan kelelahan.
Selama menjalani hukumannya, Sena hanya belajar, ia banyak mengurung diri di kamar dan hanya keluar saat ia ingin makan. Tapi, tidak bisa dipungkiri, ia juga merasa senang dan lega karena masa hukumannya sudah usai, besok hari Minggu dan hanya satu hari lagi ia bisa kembali ke sekolah. Namun, Sena juga merasa gelisah, ponselnya belum juga dikembalikan. Apakah mungkin hanya hukuman dari sekolah saja yang selesai?
Sena mengangkat kepala saat mendengar ketukan di pintu. Ia menoleh ke arah pintu, pintu itu dikunci jadi dengan terpaksa ia melangkah menghampiri. Sena memutar kunci dan kenoponya. Kakaknya berdiri di sana dengan pakainya rapi. Sepertinya akan pergi.
"Ada temen lo di dalam, nyariin lo," ucap Lena datar. Sena melongok ke luar pintu, tentu saja ia tidak akan bisa melihat temannya dari atas sini.
"Siapa?" tanya Sena balik. Kakaknya hanya mengedikkan bahu. Sena menaikan sebelah alisnya.
"Dia datang sama Dio. Lo temuin sana, orangnya nunggu." Sena sontak membelalakkan mata mendengar ucapan Lena.
Dio? Untuk apa dia kemari? Dan teman siapa yang kakaknya maksud? Sena merasa tidak memiliki teman yang dekat dengan Dio. Melihat ekspresi kakaknya yang datar dan nampak tidak minat, perasaan Sena jadi tidak enak.
"Mau ngapain dia ke sini?"
"Gue mau ke luar, di rumah cuma ada Mama. Jadi lo jangan berulah." Lena tidak menjawab pertanyaan Sena tadi. Setelah mengucapkan itu Lena tidak lagi menghiraukan Sena, ia langsung melangkah kembali turun ke lantai bawah.
Sena mencoba menerka-nerka, siapa kira-kira yang datang bersama Dio? Apa Rayna? Tapi jika Rayna kakaknya tidak mungkin tidak tahu mereka pernah bertemu, bukan? Lalu kenapa juga kakanya mengatakan Sena jangan berulah?
Sena menggeleng pelan, ia menutup pintu kamarnya. Jika hanya menerka-nerka, tentu saja ia tidak akan tahu siapa yang datang. Jadi, Sena menuruni tangga satu persatu, ia hanya mengenakan celana pendek dengan kaus oblong, merasa malas jika harus berganti pakaian terlebih dahulu.
Langkahnya tiba-tiba saja terhenti di seperempat tangga saat melihat siapa yang tengah duduk di sofa ruang tamu. Jantungnya berdegup kencang melihat gadis itu tengah berbincang hangat dengan ibunya dan juga Dio yang duduk tenang di sebelah kanannya.
Sialan. Kenapa dia bawa Fiona ke sini?
Sena mengepalkan tangan. Jadi Dio belum puas mencari masalah dengan Sena rupanya. Pantas saja wajah kakanya tadi terlihat begitu datar, ternyata ada perempuan ke mari?
Sena mencoba menenangkan hatinya, ia kembali menuruni tangga. Bagaimana dengan ibunya? Apa ibunya akan marah? Ibunya memang terlihat akrab dan ramah seperti itu, tetapi jika nanti Fiona sudah pergi, apakah keramahan itu masih terpancar? Bisa saja ibunya akan menanyakan hal ini dan itu.
Sena menghela napas, baru saja ia senang karena hukumannya sudah usai, kali ini sudah ditambah lagi dengan kehadiran Fiona. Semoga saja ibunya tidak akan marah, karena Sena juga tidak tahu Fiona akan kemari.

KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable
Teen FictionRayna Roseline, gadis yang terjebak di dalam masa lalunya. Ia begitu sulit melupakan. Ketika ia mulai lupa keadaan justru memaksanya kembali bertemu dengan masa lalunya itu. Seakan waktu memang sedang mempermainkan perasaannya, atau justru ingin men...