||51. Belum Usai||

133 8 0
                                        

🌧🌧🌧

"Seperti karang yang walaupun kuat lama-kelamaan akan hancur juga diterjang ombak. Sama seperti aku yang pelan-pelan mencoba untuk menghancurkan kekerasan hatimu. Namun, aku lupa, aku bukanlah ombak itu."

🌧🌧🌧

Para anggota OSIS ramai di dekat gerbang sekolah memeriksa seragam para siswa yang baru saja datang apakah ada yang melanggar peraturan. Rayna berhenti tidak jauh dari sana, memperhatikan Sena yang sedang bertugas meriksa seragam, tas, juga penampilan siswa dengan anggota OSIS lain. Ia tidak mungkin bisa melewati Sena begitu saja.

"Rayna!"

Pandangan Rayna beralih menoleh ke belakang mendengar seruan itu. Tiara berlari mendekat ke arahnya lalu menepuk bahunya pelan. "Anak-anak OSIS lagi ada razia lagi, ya?" Rayna hanya mengangguk pelan. Anggota OSIS akhir-akhir ini memang seringkali merazia. Bahkan mereka sering datang ke kelas-kelas siswa dengan mendadak untuk memeriksa mereka satu-persatu. "Seragam lo nggak ada yang melanggar aturan, kan, Rayn?" Rayna langsung mengamati seragam sekolahnya. Pandangannya jatuh ke pergelangan tangan dan tiba-tiba saja ia tersenyum sekilas saat ide tercetus di benaknya.

"Nggak ada. Yuk, Kak, kita masuk sekarang."

Rayna melangkah menuju gerbang sekolah diikuti Tiara di belakangnya. Ia langsung menuju barisan yang diperiksa oleh Sena sedangkan Tiara sendiri oleh anggota OSIS lain.

Di sana pun ada Satya yang tengah menggiring siswa-siswi pelanggar aturan menuju lapangan untuk mendapat hukuman. Dengan senyum tersungging di bibir, Rayna berdiri di hadapan Sena. Namun, seperti biasa sikap Sena justru berbanding terbalik dengan Rayna. Ia kembali menunjukkan wajahnya yang akhir-akhir ini sering ditunjukkan. Wajah yang sama sekali tidak menunjukkan senyum, datar, dan dingin.

"Izin periksa tas lo," kata Sena tegas.

Rayna mengulurkan tasnya dengan patuh. Ia hanya memperhatikan Sena saja selama memeriksa tasnya.

Akhir-akhir ini Sena benar-benar berubah, itu yang Rayna rasakan. Sena tidak pernah mengirimkannya pesan lagi, tidak pernah menghubunginya lagi, bahkan ia tidak pernah menjawab panggilan darinya. Di sekolah pun Sena selalu menghindar atau berlalu begitu saja walaupun jelas-jelas ia melihat Rayna, ia pergi tanpa adanya senyum dan sapa.

Rayna tidak tahu apa salahnya sampai membuat Sena tidak ingin melihatnya seperti itu. Saat ini ia masih bisa berpikir posistif bahwa Sena tengah sibuk dan belum ada waktu untuknya, atau mungkin Sena tengah ada masalah yang rumit yang membuatnya bersikap seperti ini. Tapi, Rayna pun tidak tahu sampai kapan ia bisa bertahan memaklumi sikap Sena yang jauh berbeda.

Rayna menerima tasnya kembali saat Sena selesai dengan urusannya.

"Bang, gue mau ngomong sama lo," kata Rayna pelan agar orang di sampingnya tidak mendengar. Tapi, Sena tidak menghiraukan perkataannya. Ia pura-pura tidak mendengar dan justru beralih mengamati seragam sekolah Rayna, mencari-cari apa ada kesalahan. Ia lalu menunjuk pergelangan tangan Rayna.

"Tahu, kan, peraturan di sini nggak boleh pakai gelang di sekolah? Copot gelangnya atau gue ambil," perintahnya tegas.

Rayna menghela napas gusar, ternyata Sena masih tetap pada pendiriannya. Ia mencoba untuk tetap tersenyum. Jika Sena tidak mau mendengar perkataannya, ia masih ada satu cara lagi untuk membuat Sena bicara.

Saat di luar gerbang sekolah tadi Rayna sengaja tidak melepas gelang yang ia kenakan. Ia sadar jika gelang itu sampai diketahui anggota OSIS mereka pasti akan mengambilnya, dan sekarang Rayna tetap memakainya karena ingin melihat reaksi Sena.

UnforgettableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang