🌧🌧🌧
"Setelah sekian lama kita kembali lagi pada tempat yang sama, tetapi dengan keadaan, waktu, dan juga perasaan yang berbeda."
🌧🌧🌧
Dio tengah berkumpul dengan teman-temannya di pinggir lapangan sambil memegangi bola basket. Seperti biasa, setiap pulang sekolah ia gunakan sedikit waktunya untuk latihan bersama teman-temannya sebelum pulang ke rumah. Dio menaruh tasnya begitu saja di lantai lapangan, lalu mengarahkan teman-temannya untuk segera bersiap-siap. Baru satu langkah Dio berjalan, ia sudah membelalakan mata saat melihat seorang gadis di seberangnya tengah berjalan sempoyongan dengan sebelah tangan memegangi tiang penyangga di koridor, sedangkan sebelah tangannya lagi memegangi perutnya sambil menundukkan pandangan.
"Astaga." Tanpa babibu lagi Dio melempar bola di tangannya ke salah satu temannya dan berlari menuju gadis itu.
Temannya yang tidak mengerti karena melihat Dio berlari kesetanan seperti itu berteriak memanggilnya, "Lo mau ke mana?!" Dio tidak menyahut, ia terus berlari menuju gadis yang saat ini sudah membungkukkan badan mengeluarkan cairan dari mulutnya.
♡♡♡
Rayna membungkuk mengeluarkan semua isi perutnya di samping koridor yang sudah mulai sepi. Ia terlambat pulang karena membantu salah satu gurunya membawa buku-buku ke ruang guru.
Rayna mengusap mulutnya saat dirasa cairan itu sudah berhenti keluar. Perutnya bergejolak menahan mual, pinggangnnya terasa begitu nyeri, dan kepalanya sedikit pening. Rayna mencoba menahan bobot tubuhnya dengan menumpukan tangan di tiang penyangga koridor. Entah apa yang sudah ia makan, tetapi ia merasa tidak berdaya saat ini.
Rayna tersentak saat sikunya disentuh dari belakang, orang itu lalu membalikan tubuhnya perlahan untuk menghadapnya. Saat Rayna menoleh tatapannya langsung bertemu dengan mata yang selalu terlihat teduh dan ramah itu, tetapi kali ini memancarkan kekhawatiran.
"Kenapa lagi?" tanyanya pelan dengan nada cemas.
Rayna mencoba untuk berdiri tegak. "Nggak tahu. Kayanya masuk angin."
Dio lalu menuntun Rayna menuju kursi panjang yang ada di depan kelas, membantunya duduk lalu menggenggam tangannya yang berkeringat dingin. Rayna menoleh, wajah Dio terlihat semakin kabur di depannya, ia mencoba menarik napas dalam-dalam karena begitu kesulitan menghirup udara di sekitar, Dio yang menyaksikan itu tentu saja semakin kelimpungan.
"Gue antar lo ke rumah sakit, ya. Kondisi lo benar-benar nggak baik, Rayn." Rayna diam saja karena menahan mual yang kembali ingin keluar.
Dio yang melihat Rayna hanya diam menatapnya meminta persetujuan. Rayna tahu dari tatapannya itu pasti Dio mengira ia masih ingin menghindar darinya, dan menolak tawarannya.
"Atau ada yang mau lo hubungi dan suruh jemput lo ke sini kalo memang lo masih nggak nyaman sama gue?" tanya Dio pelan. Rayna menggelengkan kepalanya.
Siapa yang bisa ia mintai untuk menjemputnya di sekolah? Lagipula Rayna tidak keberatan jika Dio mengantarnya, ia memang sedang tidak bisa menolak dalam kondisinya yang seperti ini.
"Nggak apa-apa lo aja. Tapi, jangan antar gue ke rumah sakit, antar gue ke rumah," pinta Rayna pelan. Dio mengangguk setuju.
Ia lalu meminta Rayna untuk menunggunya dan berlari kembali menuju lapangan, meraih tasnya dengan cepat, lalu meminta izin kepada teman-temannya bahwa ia tidak bisa ikut latihan terlebih dahulu. Teman-temannya yang memang melihat kondisi Rayna di seberang lapangan tengah tidak baik-baik saja akhirnya memaklumi. Dio lalu kembali menuju Rayna, merangkulnya dan membantunya berjalan menuju parkiran yang untungnya tidak jauh dari sana. Ia lalu menancap pedal gas kuat-kuat setelah Rayna siap di boncengan belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable
Teen FictionRayna Roseline, gadis yang terjebak di dalam masa lalunya. Ia begitu sulit melupakan. Ketika ia mulai lupa keadaan justru memaksanya kembali bertemu dengan masa lalunya itu. Seakan waktu memang sedang mempermainkan perasaannya, atau justru ingin men...