🌧️🌧️🌧️
"Entah sejak kapan mulanya, melihatmu sudah menjadi bagian dari hobiku."
🌧️🌧️🌧️
Rayna baru saja keluar dari kamar mandi saat mendengar ketukan di pintu kamarnya. Ia melirik jam yang baru menunjukan pukul setengah enam pagi, tidak biasanya sepagi ini ada yang mengetuk pintu. Sambil mengerikan rambut menggunakan handuk Rayna melangkah ke sumber suara, membukakan pintu. Ia mengernyit saat melihat adiknya dan menyuruhnya untuk masuk.
"Ada apa?" tanya Rayna karena merasa bingung pagi-pagi seperti ini adiknya sudah ke kamarnya.
Rara duduk di tepi ranjang memerhatikan Rayna yang tengah menata rambut di meja rias. "Kak semalam Ayah sama Mama minta aku buat kasih ini." Rayna menoleh ke belakang, tatapannya jatuh pada sebuah kunci yang disodorkan adiknya.
Rayna berdecak sebal menatap kunci dan adiknya bergantian. Ia sudah tahu kunci apa itu. "Masih paksa gue buat nerima itu? Gue nggak mau kalo lo pingin tau," timpal Rayna, Rara diam, ekspresinya tidak berubah ia masih terlihat tenang.
"Kata Ayah kalo Kakak nggak mau, Kakak bisa jual mobilnya buat beli kebutuhan Kakak. Yang pasti Kakak harus terima ini," jelas Rara. Rayna justru semakin tidak mengerti dengan maksud ayahnya itu. Kenapa ayahnya selalu memaksakan sesuatu?
"Gue tetep nggak mau. Kenapa harus lo yang bilang ini? Kenapa nggak dia aja?"
"Karena semalam Kakak nggak turun buat makan malam." Ah benar juga. Semalam Rayna memang tidak turun untuk makan malam, Bi Minah-lah yang mengantarkan makan malamnya ke kamar karena ia masih malas bertemu dengan orangtuanya.
"Kan masih bisa ngomong langsung ke gue sekarang," kilah Rayna selalu berhasil mencari alasan.
"Ayah sama Mama udah pergi lagi Kak semalam, nggak sempat ngomong ini ke Kakak. Makanya aku disuruh bujuk Kakak buat terima ini, karena Ayah Sama Mama belum tahu kapan pulang ke rumah."
Astaga. Kenapa adiknya ini begitu tenang? Bahkan dari raut wajahnya ia kelihatan biasa saja mengetahui orangtuanya begitu sibuk dengan pekerjaan dan sering tidak ada di rumah. Sedangkan Rayna sendiri selalu kesal saat orangtuanya lebih mementingkan pekerjaannya.
Rayna melangkah mendekat, berdiri di hadapan Rara yang mendongak menatapnya. "Pagi-pagi lo cuman kasih info kaya gini? Lebih baik lo keluar deh, dan kasih balik kunci itu ke mereka. Gue tetap nggak mau walaupun dipaksa gimanapun," tegas Rayna. Rara berdiri menatap kakaknya yang sangat keras kepala itu.
"Kenapa si Kakak nggak terima aja pemberian Ayah? Ayah kasih mobil itu juga buat keperluan Kakak, tapi Kakak malah marah. Kakak cuman terima aja memang susah? Mungkin kalo Kakak nurut dan mengerti, keluarga kita juga nggak akan berantakan kaya gini, keluarga kita pasti harmonis, Kak." Rayna terkejut mendengar ucapan Rara. Apa adiknya berfikir keluarganya seperti ini gara-gara dirinya? Adiknya memang tidak terlihat menyalahkan atau emosi sedikitpun, tetapi dia tahu apa tentang Rayna sehingga berani berbicara seperti itu?
"Kenapa lo berani banget ngomong kaya gitu? Lo nggak ngerti apa-apa dan lo nggak berada di posisi gue, jadi jangan berlaga jadi orang yang tahu dan berhak atur-atur gue gitu aja. Gue nggak pernah minta buat dibelikan sesuatu, jadi kalo lo mau ambil aja. Gue rasa lo yang paling butuh semua itu, kan?" Rara hanya diam tak bersuara.
Rayna yang sudah disulut emosi mendorong bahu Rara keluar, membanting pintu keras-keras. Ia tidak habis pikir kenapa di dalam rumah ini sama sekali tidak ada orang yang mengerti perasaannya? Bahkan adiknya pun sudah berani berkata seperti itu. Apa ia benar-benar penyebab ketidakharmonisan di rumah ini? Tapi jika dipikir-pikir justru keluarganya lah yang terlalu mementingkan urusan dan perasaan mereka sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/225515048-288-k151850.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable
Dla nastolatkówRayna Roseline, gadis yang terjebak di dalam masa lalunya. Ia begitu sulit melupakan. Ketika ia mulai lupa keadaan justru memaksanya kembali bertemu dengan masa lalunya itu. Seakan waktu memang sedang mempermainkan perasaannya, atau justru ingin men...