🌧🌧🌧
"Biasanya setelah bahagia, akan selalu muncul luka."
🌧🌧🌧
Piring dan sendok beradu menimbulkan suara berdenting di meja makan yang tidak lebih terdapat dua orang gadis, rapi dengan seragam sekolahnya. Rayna tahu mamanya sedang ada di rumah, tetapi ia belum melihatnya keluar kamar. Mungkin mamanya kelelahan dan mengantuk karena dini hari tadi baru saja tiba di rumah.
Rayna meletakan sendoknya tiba-tiba. Makanan di piring masih tersisa banyak saat perutnya kembali terasa mual. Rayna memegangi mulutnya berusaha sebisa mungkin agar tidak muntah di sana. Ia lalu mendorong kursi ke belakang, berdiri dengan cepat tetapi badannya terhuyung dan hampir saja terjatuh jika Bi Surti tidak menahan lengannya.
"Non Rayna nggak apa-apa?" Rayna tidak menyahut ia memegangi meja makan dengan pandangan yang mulai berkunang-kunang. Rara adiknya sudah meninggalkan makanannya, ikut berdiri dengan khawatir melihat Rayna memucat.
"Kakak nggak apa-apa?"
Rayna tetap tidak menyahut, ia kembali berjalan dengan terhuyung-huyung menuju kamar mandi yang tidak jauh dari meja makan saat mual itu tidak bisa ia tahan terlalu lama. Rayna memuntahkan semua isi perutnya, semua yang ia makan pagi ini. Bi Surti dan Rara menyusul di belakangnya dengan raut wajah semakin cemas.
"Non Rayna Bibi antar ke rumah sakit, ya?"
Rayna menggelengkan kepalanya sambil duduk terkulai di ubin kamar mandi yang dingin. Ia tidak bisa ke rumah sakit, mamanya sedang ada di rumah sekarang, dan akan curiga jika Rayna pergi ke sana.
"Iya, Kakak ke rumah sakit aja, ya? Muka Kakak pucat banget." Rara ikut memberi usul melihat kakaknya terkapar tidak berdaya seperti itu.
Rayna menoleh ke arah Rara, ia kembali menggelengkan kepala pelan. "Lo berangkat sekolah sana, Ra, nanti Mama marah," titah Rayna sambil melongok ke luar pintu kamar mandi dengan was-was takut mamanya melihatnya dalam keadaan seperti ini.
"Tapi, Kak--"
"Gue nggak apa-apa, udah lo berangkat aja. Lo tahu, kan, ada Mama di rumah, gue nggak bisa pergi ke rumah sakit sekarang. Nggak lama lagi juga gue membaik, kok. Udah lo pergi sana." Rayna meringis sambil mencengkeram sisi kanan perutnya. Telapak tangan serta wajahnya penuh dengan peluh. Rayna menarik napas dalam-dalam, mencoba sebisa mungkin agar ia tetap tersadar dan tidak pingsan menahan nyeri di tubuhnya.
"Tapi, beneran Kakak nggak apa-apa?" Rayna hanya mengangguk pelan, ia tidak kuat lagi untuk bicara. "Ya udah, aku ke sekolah, ya, Kak. Kalo ada apa-apa telepon aku. Bi Surti tolong bantu Kak Rayna ke kamar aja. Aku berangkat, ya, Bi." Rara menyalami punggung tangan Bi Surti, mengamati kakaknya sesaat karena masih ragu untuk meninggalkannya, ia lalu melesat pergi.
"Hati-hati, ya, Non Rara." Bi Surti kembali beralih kepada Rayna, berjongkok dengan cepat membantu Rayna untuk berdiri. "Non Rayna bisa berdiri? Kita ke kamar, ya." Rayna bangkit perlahan dengan Bi Surti yang membantunya memapah ke luar. Pinggangnya luar biasa sakit sampai ia sendiri kesulitan untuk berjalan.
"Bi, kayaknya aku nggak bisa ke kamar naik tangga, deh. Bibi bantu aku ke kamar tamu aja, ya. Pinggang aku sakit banget," pinta Rayna Bi Surti mengangguk dengan patuh. Sesampainya di kamar Rayna langsung berbaring di kasur. Untung saja kamar ini tidak dikunci jadi Bi Surti tidak kesulitan saat membantunya.
![](https://img.wattpad.com/cover/225515048-288-k151850.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable
Novela JuvenilRayna Roseline, gadis yang terjebak di dalam masa lalunya. Ia begitu sulit melupakan. Ketika ia mulai lupa keadaan justru memaksanya kembali bertemu dengan masa lalunya itu. Seakan waktu memang sedang mempermainkan perasaannya, atau justru ingin men...