||33. Dua Sisi||

173 14 0
                                    

🌧🌧🌧

"Semenyakitkan apapun sebuah kenyataan, akan lebih baik dari kebohongan yang manis. Karena hidup dalam kepura-puraan dan ketidaktahuan, hanya akan sangat mengecewakan."

🌧🌧🌧

Rayna mengedarkan pandangan ke penjuru kantin yang padat, mencari kursi yang sekiranya masih kosong. Di tangannnya nampan berisi mie ayam dan juga segelas air teh dingin ia bawa. Shasa di sampingnya pun ikut mengedarkan pandangan, sebelum sebuah panggilan masuk ke telinga Rayna, begitu nyaring sampai beberapa pasang mata melihat ke arahnya. Rayna mencari sumber suara, melihat Tiara dan Satya yang berada di pojokan kantin memintanya untuk bergabung.

Rayna kembali menoleh ke arah Shasa. "Mau ke sana, Sha?"

"Boleh deh, kita gabung aja." Rayna mengangguk, mereka berdua lalu melangkah menghampiri Tiara. Satya yang semulanya duduk berhadapan dengan Tiara, beranjak mempersilahkan Rayna dan Shasa duduk, sedangkan ia duduk di samping Tiara.

Rayna meletakkan nampannya. Mulai fokus dengan makannannya.

"Hari pertama Sena diskor, gimana?" tanya Tiara memecahkan keheningan, Rayna mendongak mendengar Tiara mengajukan pertanyaan itu untuknya.

Rayna mengidikan bahu. "Ya gitu, deh, Kak. Kaya ada yang kurang," tutur Rayna. Tiara dan Satya terkekeh mendengarnya. Mungkin karena mereka tahu betul bagaimana Sena, saat ini berhasil membuat seorang gadis gundah hanya karena ia diskor.

"Wajar aja, Rayn, walaupun lo nggak bareng sama dia, tapi lo tahu dia ada di sini. Sekarang saat dia nggak ada lo pasti ngerasain ada yang beda." Rayna mengangguk menyetujui. Ia memang jarang sekali bertemu Sena di sekolah walaupun di kantin sekalipun. Ia bertemu Sena hanya saat Sena ingin mengantarnya pulang, itupun terbilang jarang. Terasa ada yang berbeda mungkin karena Rayna tidak mendapat pesan apapun dari Sena.

Rayna lalu menoleh ke arah Satya yang sudah menyelesaikan makanannya. Ia ingin bertanya mengenai Sena yang dispensasi OSIS kemarin lusa.

"Kak Satya, hari Senin kemarin Bang Sena dispensasi OSIS, ya?" tanya Rayna. Satya mendongak sembari menganguk.

"Iya, Rayn," jawab Satya singkat.

"Kalo dia dispensasi OSIS, kenapa bisa sampai berkelehi, Kak?" Akhirnya Rayna bisa juga menuturkan pertanyaannya. Satya kembali mengangguk.

"Nah, itu yang harus lo tahu, Rayn. Pasti lo mikirnya Sena, kan, yang mulai duluan? Itu nggak benar." Rayna memperhatikan Satya yang menenggak habis minumannya sebelum kembali menjelaskan. Rayna menanti-nanti, apa yang akan diucapkan Satya selanjutnya. Begitupun dengan Tiara dan Shasa yang mulai fokus ingin tahu kelanjutannya.

Rayna dengan saksama mendengarkan penjelasan Satya mengenai kronologis Sena yang berkelahi dengan Dio. Tentang Sena yang dispensasi OSIS, Sena yang tidur di ruangan OSIS karena kelelahan, juga tentang kedatangan Dio yang sekonyong-konyong membuat kerusuhan di sana, meminta Sena secara paksa untuk mengikutinya keluar.

Rayna bungkam beberapa saat mendengar penjelasan Satya. Ia tidak menyangka bahwa kejadian sebenarnya seperti itu. Sedikit perasaan kesal muncul dalam hatinya atas perlakuan Dio yang menurut Rayna sudah sangat keterlaluan.

"Jadi Kak Dio yang mulai duluan, Kak?"

"Iya, Rayn, siapa lagi? Sena nggak mungkin melakukan hal bodoh kaya gitu. Gue juga nggak nyangka kalo Dio lebih tengil dari yang gue bayangin." Rayna menghembuskan napas gusar, sendok makannya ia letakan kembali, merasa tidak berselera lagi untuk melanjutkan makan.

Jadi ia sudah salah sangka dengan Sena? Rayna berpikir Sena lah yang memulai perkelahian lebih dulu, karena pada saat itu Rayna melihat Sena tengah berjalan ke arah belakang sekolah, diikuti oleh Dio di belakangnya.

UnforgettableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang